Friday, March 20, 2009

DAN PELANGI TAK PERNAH PERGI - a short story by anindya rahadi

Siapa yang pernah tau kalau sebuah pelangi tak pernah berhenti menanti saat pertemuannya dengan langit? Siapa yang tau ketika waktu itu akan tiba dia selalu menghias dirinya dalam balutan warna yang indah... tidak ada yang pernah tau.
Langit juga masih membisu, menatap arakan anakan meganya dalam diam. mungkin dia tidak pernah sadar, Pelangi tengah mempersiapkan diri untuk bertemu dengannya. meskipun hari tanpa hujan dan matahari begitu garang... Pelangi tak pernah lelah berharap... kalau hari bisa mendadak mendukung untuk keberadaan hujan. maka dia akan muncul dan pertemuannya dengan langit akan terjadi. setelah sekian lama dia siapkan... dengan penantian yang begitu panjang... demi langit yang tak pernah datang memenuhi janji.
Pelangi adalah lambang ciptaan masa lalu, simbol keanggunan seorang gadis. dengan rambutnya yang segelap malam, bercahaya bagai bintang, matanya yang cokelat, wajahnya yang penuh dengan binary cahaya dan bibirnya yang sewarna goresan krayon merah.
Sementara langit adalah symbol keberanian, sedikit menjurus pada kenekatan yang membutuhkan pengorbanan besar. Langit mempunyai segala hal yang Pelangi inginkan.
Awal pertemuan Pelangi dengan langit seperti sebuah episode yang telah direncanakan dengan matang dalam sebuah scenario. Hanya selintas pandangan mata dan arti Langit bagi Pelangi adalah senilai sepotong roti saat dia kenyang. Tidak ada yang istimewa yang bias menarik perhatiannya. Roti adalah benda biasa, seberapa menggoda seleranya dia… jika kita sedang kenyang… tak ada yang bisa menarik perhatian.
Tidak ada yang akan mengira kalau pertemuan itu menjadi sesuatu yang sebelumnya tidak pernah pelangi kira. Mimpi-mimpinya tentang langit datang dan pergi… terasa terlalu indah untuk disebut mimpi. Pelangi jadi menantikan saat-saatnya dia berbaring di atas tempat tidurnya dan menatap langit-langit. Membayangkan apa yang akan dia peroleh ketika memejamkan mata.
Apakah saat-saat itu akan datang lagi? Saat dalam kegelapan tidurnya dia melihat langit, tersenyum padanya dalam senyum yang kelewat indah… lantas langit mengulurkan tangannya untuk menyambut tangan Pelangi. Saat-saat yang ingin selalu diingat Pelangi sekalipun itu hanya mimpi. Kenapa langit bisa begitu memesona sekarang dimatanya?
Cinta memang aneh. Datang sembarangan, pergi juga sembarangan. Tak pernah diundang tapi selalu datang… selalu jatuh pada orang-orang yang sebelumnya kita tak memiliki persangkaan khusus padanya.
Dan Pelangi mulai sering ingin makan gado-gado, hanya karena dia tau kalau Bi Encah berjualan gado-gado didepan rumah Langit. Begitu sering mondar-mandir dihadapannya saat lelaki itu duduk diruang tamu rumahnya untuk bertemu Adam, kakak Pelangi. Niatnya jelas… memperoleh perhatian Langit.
###
Tuhan masih begitu sayang pada Pelangi… Dengan segala karunia keelokannya, perasaannya begitu beruntung karena mendapat sambutan. Cintanya pada Langit berbalas setelah demikian banyak perjuangan menempuh ombak besar yang dia lakukan.
Dan ketika malam itu Langit duduk disampingnya, berada dibangku yang sama dan menatap langit pada malam yang sama… malam dengan air yang bertebaran. Malam dengan hujan. Pelangi merasa bisa saja dia jadi melumer selayaknya eskrim. Berdekatan dengan Langit membuatnya merasa seperti meleleh.
Pelangi ingin berbicara, dan menatap Langit dengan senyuman. Meneliti setiap perasaan aman yang juga dia rasakan bersamaan dengan rasa meleleh. Tapi Langit hanya diam… seperti mencoba mencatat akan apa yang dikatakan bintang, meresapi tiap sudut rasi dan menatap lekat rembulan.
“Kenapa? Kau sepertinya begitu tersiksa? Apa bersamaku merupakan beban?” Pelangi bertanya dengan wajah cemas. Berharap Langit akan menyalahkan dugaannya.
“TIdak begitu.” Langit berkata datar… “aku hanya akan meninggalkanmu.”
Pelangi terbelalak, “Jadi selama ini….”
“Bukan… ini bukan seperti yang kaupikirkan,” Langit menatap lekat kedua manik mata Pelangi. “aku hanya akan pergi sebentar…”
Pelangi menunduk, Langit sangat tau apa sebabnya. “Tentu saja aku akan kembali…” Langit tersenyum dalam senyum yang sedikit gusar. Senyum yang menyimpan banyak arti… atau mungkin… banyak kegusaran.
Pelangi tau dia tak rela. Tapi akan jadi sebuah keegoisan jika dia melarang Langit pergi. Seperti dua buah pilihan yang bisa mengantarkan ke jalan lain yang tak pernah disangka.
Tapi yang akhirnya terdengar keluar dari mulut mungilnya hanya…., “Baiklah,”
Dan hatinya terasa mati ketika melihat Langit tersenyum, satu hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Separuh jiwanya pergi ketika Langit menggumamkan terima kasih.
“Katakan padaku kalau kau akan menungguku, maka aku akan kembali padamu. Menemuimu lagi ditempat ini. Karena aku yakin akhir semua ini adalah dongeng. Bahagia selamanya…” tangan kokoh Langit meredam jemari Pelangi. Pelangi sudah tidak menjejak bumi. Bukan perasaan indah yang ada, seperti yang biasanya dia rasakan… yang ada hanyalah perasaan terbelah yang amat menyakitkan.
Tapi sekali lagi, Pelangi tidak pernah merasa tega setelah berhadapan dengan wajah teduh Langit. Suaranya terasa seperti angin yang berlarian diatas gurun, “Aku akan menunggumu.”
Dan Langit melepas genggamannya.
Gelap jadi semakin menggelap. Merajalela membentuk lukisan tinta pekat…, tinta cina. Hujanpun tak pandang rasa. Semakin menggelapkan indera.
Dan Langitpun pergi.
###
Sejak kepergian putaran dunianya, Pelangi tak pernah meninggalkan berandanya setiap sore. Tidak menghiraukan semua orang. Matanya sering kosong, menatap baying-bayang dikejauhan. Berharap itu Langit. Langit yang sedang dia tunggu. Malam membayang, sore berputar. Lagi dan lagi… pelangi tetap saja menunggu. Menunggu uluran tangan Langit melambai di depan matanya, menanti Pelangi untuk menyambutnya layaknya putri raja.
Entah sudah berapa lama Pelangi menunggu…… kini sudah tak terhitung waktu. Dan Pelangi masih belum lelah untuk menunggu. Meski sore sudah kehilangan arti. Dan senja telah memudar… meski hitungan tahun sudah melewati jumlah seluruh jarinya……
Dalam harapan, di langit penuh bintang. Suatu malam yang indah, keajaiban itu datang… hujan turun ketika Pelangi masih duduk diberanda, tanpa lelah menanti Langit. Menanti penepatan janji itu akan datang. Dan penebusan penantian.
Tapi yang dinanti tak pernah datang, tak terdapat tanda-tanda janji itu akan bisa terpenuhi. Kemudian hujan pun semakin menderas. Dan ketika pagi menjelang, tak ada lagi sosok yang menanti di beranda. Tak ada lagi seorang Pelangi. Yang tertinggal hanyalah goresan warna di Langit, menandakan kesetiaan Pelangi. Bukti kerinduan Pelangi pada Langit…
Dan Pelangi tak pernah pergi…
Dia selalu ada…
Menempel pada langit…
Menanti saat-saat hujan datang dan mempersatukan mereka…
Dan mereka akan bertemu
Menebus janji yang tak tertepati…
###
~ TAMAT ~

3 comments:

  1. and they will be happy ever and after, hanya ada dalam fairy tale. dan uhmm... tulisanmu bagus, bermakna dan hmm... indah. walaupun awalnya aku ngira kamu akan menceirtakan pelangi serta langit yang sebenarnya.

    sedikit di awal, narasinya agak rancu antara pelangi dan Pelangi serta langit dan Langit. mungkin kamu kurang konsisten terhadap penggunaan hurup besar yang benar-benar sangat penting dalam hal ini, hingga pada satu paragraf kamu menyebut Pelangi yang bersanding dengan langit, agak membingungkan bagiku. sedikit.

    ReplyDelete
  2. iya teman... terima kasih komentarnyaaa...:)

    ReplyDelete
  3. Yah, saya sih, bkan orang sastra. Tapi sebagai penikmat, menurut saya bagus, meski pertamanya ngebingungin sih, hahahahaha.........

    Tapi overall-nya bagus kok, saya salut.......

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar tanpa link hidup ya... Komentar dengan link hidup akan dihapus :)

Previous Page Next Page Home