Friday, March 20, 2009

tentang reruntuhan kota merah - a short story by anindya rahadi

Apa yang pernah orang katakan tentang kota merah tidaklah terlalu ingin diingat. Tapi kadang-kadang mereka semua mengingatnya... karena kota merah meninggalkan kenangan yang sedemikian membekas bagi mereka. Kenangan yang seperti garam ditabur pada borok bernanah, begitu perih....
orang sering bilang itu kota setan. Kota jahat. Letaknya begitu dekat dengan kota kelabu. Meskipun begitu dekat, penduduk kota kelabu tak pernah menjejakkan kaki mereka disana. Kota merah seolah berpagar gaib, begitu terisolasi. Cahayanya selalu tampak redup ketika malam, dan seperti dihinggapi kabut saat siang. Terlihat begitu suram. Hingga orang-orang tua mulai melarang keras anak mereka untuk bermain disana. Kota merah, sama merah dengan api dineraka. Begitu kata yang mereka dengungkan. Kota itu memang tinggal reruntuhan, tapi siapa tau... dan darimana mereka bisa tau? Kalau ada sesuatu disana.
“masuk dudi....!” ibu membentak keras dudi yang duduk ditepi lembah tempatnya bisa bebas memandang ke kota merah. Indah sekali... batin dudi menangkap bayangan begitu banyak cahaya disana. Dan sebuah danau yang penuh dengan kunang-kunang. Ibu dan yang lain tidak pernah mau menatap kota itu berlama-lama. Kata mereka kota itu dikutuk.
Kata mereka dulu kota itu penuh oleh penyihir, yang semuanya dibakar hidup-hidup. Entah apa yang menyebabkan demikian. dudi menjadi seseorang yang tidak percaya pada omongan itu. Kota itu terlihat begitu indah dimatanya. Begitu mengundang untuk dikunjungi. Sama mempesonanya seperti bidadari yang bermandikan cahaya bintang. Dudi ingin kesana. Mencari pembuktian atas asumsinya atau isu penduduk.
###
Ada seseorang... dudi tau kalau ada seseorang yang terdiam disana, di kota merah. Entah hanya satu orang yang tersisa atau lebih. Dudi pernah melihat kelebatan baju abu-abu milik seorang gadis seusianya. Pernah gadis itu menatapnya sejenak dari kejauhan, nyala matanya... terkesan bercahaya seperti lampu merah terang. Dari hari kehari dudi semakin ingin tau, semakin penasaran. Dan pada suatu hari... disebuah hari yang berangin dan langit yang hendak memuntahkan air matanya, Dudi membuat suatu keputusan.
###
Dudi sampai dikota merah, ketika hampir seluruh penduduk kota kelabu terpenjara dalam lelapnya tidur. Astaga..., batin Dudi. Kota itu hanya tinggal puing-puing, yang amat menyedihkan, mengingat pemandangan disekitarnya indah. Mungkin dulunya kota itu begitu memesona. Lihat saja bekas-bekas bangunan kuno yang menjulang. Serta danau yang bersinar tertimpa cahaya bulan. Kota itu begitu penuh cahaya, meskipun sesungguhnya cuma tinggal reruntuhan. Jawabannya ada pada kunang-kunang yang beterbangan begitu banyaknya disitu.
Dudi terperangah, saat matanya menangkap gadis berbaju abu-abu itu. Rambutnya pendek bergelombang dan acak-acakan. Ia mendekat ke arah Dudi. “sedang apa kau disini? Bukankah kau dari kota Kelabu?” gadis itu bertanya datar, ia sering melihat Dudi menatap ke arah kotanya ketika senja menjelang petang.
“yah memang,” kata dudi, “aku hanya ingin melihat kota ini sebentar. Kau tinggal disini?” gadis itu mengangguk agak ragu. “bisakah kau menjadi pemandu bagiku?” Dudi bertanya, setengah memohon.
###
Dan disinilah mereka, ditepi danau yang bermandikan cahaya. Gadis itu terdiam lama sebelum berkata pelan, “sebenarnya kota merah tak pernah mati. Dia hanya menyimpan misteri yang lebih hebat dibalik dinding-dinding reruntuhannya,” dudi tidak bertanya, tidak pula memotong pembicaraan, dia tau memang ada sesuatu dengan kota ini. Tapi dia juga tau kalau gadis itu — Sara, akan menjelaskan ini padanya.
“semua orang bilang penduduk kota merah penyihir, tidak... mereka bukan penyihir. Mereka hanya hebat. Mereka meninggalkan kota merah karena telah membuat sesuatu dibaliknya, mereka semua tinggal disana. Ditempat indah yang bernama surga...,” Sara berhenti dan mendapati kebingungan diwajah dudi, “tidak, ini tidak seperti yang kaupikirkan. Mereka sendiri yang menamakan tempat itu surga. Surga yang ‘itu’ hanya bisa kaulihat kalau kau sudah mati dan kau beruntung. Memang demikian indah. Dan orang lain yang tidak tau apa-apa akan menilai salah dari penampilan luar. Penduduk kota merah terlalu gila ilmu sehingga sudah bisa menciptakan segala hal yang pada zamannya belum bisa diterima akal orang kebanyakan.”
“apakah kau akan membongkar semuanya padaku? Tidakkah itu dilarang? Dan kenapa kau berkeliaran diluar sini?” Dudi bertanya bingung. Sara menatapnya datar, “yah, hanya orang yang berani kemari saja yang boleh mengetahui ini. Dengan catatan kau akan merahasiakannya, tapi kau boleh mengatakan sesuatu yang bisa memperbaiki nama kami. Jangan salah, kami tau apa yang kaulakukan atau kaupikirkan. Jadi... jangan coba-coba melakukan sesuatu yang dilarang. Aku penjaga kunci surga, aku memang harus sering keluar dari sana,”
“bisakah aku melihat tempat yang kalian namakan surga itu?” tanya Dudi. “baik, tapi kau harus berjanji akan tinggal disana selamanya. Bagaimana?” tanya Sara. “bagaimana dengan ibuku yang risau aku tak kembali?” Dudi bimbang.
“jangan bodoh! Kau pasti bisa kembali,” Sarah berkata misterius.
“kalau begitu... baik,” Dudi berkata mantap, dia tidak akan pernah menyiakan kesempatan melihat tempat yang menurut Sara begitu indahnya sampai tak tergambarkan.
Dan ketika tiba waktu Sara membuka pintu. Dudi mulai bimbang, tapi dia sudah membuat kesepakatan. Pintu membuka dan bulir-bulir cahaya memancar keluar, membuatnya tak bisa melihat.
Sara menyeringai dalam sayup penglihatan Dudi, “Jangan khawatir. Yakinlah... kau akan bisa kembali.... atau mungkin...” seringai Sara lebih lebar, “atau mungkin tidak.”
###TAMAT###

2 comments:

  1. hi...salam kenal.
    calon JK Rowling nih..hehehe ceritanya tentang nenek sihir kah?

    ReplyDelete
  2. ceritanya bukan tentang nenek sihir sih... hahaha cuma mm apa ya. magis maybe

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar tanpa link hidup ya... Komentar dengan link hidup akan dihapus :)

Previous Page Next Page Home