Wednesday, November 2, 2011

BERJALAN PERLAHAN

from someone's mim (forgotten source - I'm so sorry)


Saya tidak tahu bagaimana cara menjauhkan diri dari perasaan lelah. Perasaan saya yang sangat lelah, bukan fisik. Saya menatap surya dan saya mengucap selamat tinggal ketika dia mengantuk. Saya awasi dia dari lapangan kecil tempat jemuran di lantai atas kos beberapa langkah dari kamar milik saya membaca disana sepanjang hari.
Semestinya itu cukup.

Karena dari balkon dia selalu nampak begitu cantik.
Saya nikmati kota ini yang mulai disambangi hujan saban hari. Deras terus, bukan bentuk hujan godaan yang saya rutuki ketidakniatannya datang menciumi bumi.
Juga cerita. Saya ketik dalam ritme yang sama setara.
Mungkin celah kosong ini sudah mulai marah menerima luka dari jemari saya yang terus saja mengolesinya dengan kata-kata. Saya kesal karena seluruh kediaman ini semakin membuat saya tidak bisa berhenti membuangi sampah-sampah kata. Semakin saya diam, semakin banyak huruf yang butuh saya muntahkan.
Biarpun sepertinya melihatnya tumpah bukan berarti terus saya merasa merdeka.
Ini belum apa-apa. Masih ada esok dan saya serasa cuma begini.
Kemana larinya semangat? Saya mencarinya pelan-pelan dan dia terbang sementara saya tidak pernah punya sayap, apalagi helikopter.
Saya lumayan bisa berenang tapi bagaimana jika semangat itu menyeberangi selat sambil terbang?
Belum sampai mencapai daratan bisa-bisa saya kehabisan napas dan mati lemas.
Saya begitu gundah dan ini sangat meracuni.
Saya lara DAN ketakutan dalam satu waktu.


Mungkin saja karena saya sudah terlalu lama jauh dari rumah.
Rumah yang bagaimana?
Karena saya gagal menemukannya di pelosok dunia.
Rumah yang seperti apa?
Saya merasa nyaman begini saja, pura-puranya hati adalah rumah bagi saya yang bisa saya atur-atur seberapa ingin saya merasa nyaman.


Rindu pulang menarik-narik saya, tanpa menghadiahkan mimpi indah.
Tapi ini rindu pulang yang dahulu, yang saat ini tidak lagi saya punya.
Bertahun rumah menjauh dari saya, bertahun dia pura-pura tidak mengenal saya.
Bahwa saya cuma lelewatan manusia yang kebetulan numpang berteduh sebentar karena hujan deras di jalan raya.


Yang ada cuma kabur. Itu hiasan kelopak mata saya sekarang. Dan semuanya menari serupa amoeba dalam lekukan kain calon batik. Entah benar pola amoeba, atau pola gurita.

Saya tahu persis bagaimana benarnya satu lirik dalam sebuah lagu Avenged Sevenfold yang saya senangi, satu momen yang terlukiskan dan digambarkan dengan jitu oleh padanan kata : VISION BURN.Saya susah melihat apapun bahkan juga waktu.
Cuma itu.

Saya rindu Bu, Mak... saya rindu bermanja-manja.
Dan saya saat ini tengah mencari rumah, rumah lain yang sama nyamannya.
Semuanya berubah monokrom.
Padahal saya lebih suka kuning.
Iya, yang cantik itu.

Previous Page Next Page Home