Sunday, May 29, 2011

FI DAN LANGIT SORE

image source : file teman


Tidak bisakah orang hanya sekedar melambung oleh cinta tanpa harus terjatuh?Tidak bisakah cinta cuma dirasakan satuan? Tanpa satu paket dengan kejatuhan dan akibat sakit setelahnya?

Tidak bisakah aku berhenti jadi dermaga tempat singgah semua kapal dari bermacam tempat?
Bolehkah dermaga merasa lelah jadi tempat singgah...
Aku butuh penduduk yang datang kemari untuk menetap, bukan yang datang untuk berdagang atau berpesiar.
Boleh?
Pantaskah dermaga mengeluh?

Aku cemburu pada garasi rumah.
Semua kendaraan itu datang dan pergi tapi kendaraan yang sama selalu kembali. SELALU. Hingga akhir masa pakai kendaraan itu, dia kembali. Dia dinaungi oleh satu garasi rumah yang sama.
Aku lebih cemburu lagi pada garasi tempat bus sebuah perusahaan transportasi bermukim. Bis-bis itu akan kembali pulang, bahkan jika mereka sudah jadi besi tua rongsokan... dia akan ada terus digarasi itu bukan? Sampai jumlahnya cukup untuk diloakkan.
Dan kapal-kapal pesiar datang, kapal-kapal dagang datang.... mereka mungkin akan kembali tapi bukankah tidak setiap hari? Mereka cuma sekadar lewat, jadi aku tidak mungkin merindukan satu kapal saja... dia akan kembali ke tempatku baru beberapa tahun ke depan.

Seperti lelaki-lelaki itu yang mampir ke dalam hidupku hanya untuk mengucapkan salam hallo kemudian sampai jumpa, atau bahkan selamat tinggal. Mereka memang cuma mampir, betapa menakjubkan dan memukaunya tapi mereka layaknya parade yang lewat.... salam itu hanya salam, sapaan itu hanya sapaan... tak ada guna aku mencintai mereka kemudian terjatuh, mereka sekadar lewat, tak sempat menangkap isyarat, tak mau mampir ke hatiku lantas beristirahat.

Aku selalu tahu bertahun-tahun kalau dunia ini memang aneh, penerimaan apa ada sebuah cinta atas karakter satu sama lain juga bentuk fisik begitu digencarkan... yang kita lewatkan ternyata penerimaan realita itu hanya sebatas teman, bukan mencintai dalam bentuk kekasih. Jadi tidak ada tempat untuk wanita seperti aku, mereka melihatku sebagai teman baik, atau saudara, atau adik tapi bukan kekasih... dia tertawa ketika itu, mendengarku mengatakan itu dengan sarkastik dan terdiam ketika alisku terangkat. Dia tersadar lewat itu apa yang kusampaikan.

Aku serius, bung!

Eh, maaf... dia rikuh kemudian, sadar sudah jadi menyebalkan beberapa detik tadi. Entah aku tidak nyaman tiba-tiba saja, sebal pada diri sendiri.... kok enak banget aku ngomong begini terbuka pada laki-laki ini? Dia toh hanya rekan kerja yang kukenal takkurang dari lima jam, sementara lima jam itu belum juga sehari.

Mungkin dia memang jenis orang yang provokatif, diam-diam saja berikutnya aku sadar sudah ikut aliran yang dia arahkan. Ini terasa tidak begitu baik, atau aku terbiasa tidak begini. Sering tanpa sadar terbuka itu aku, tapi tidak dalam waktu perkenalan yang begini singkat....
Ini terlalu singkat, tapi segala luka itu mau kukemanakan? Bukankah ada harga yang pantas ternilai dari itu.

"Aku suka momentum matahari hendak tercelup ke baskom raksasa berisi cairan asin," aku menyingkirkan gelasku yang nyaris kosong dari hadapanku...dan nya.
Apakah dia termasuk lelaki yang menganggapku dermaga? Ataukah terdiam dan menjadi kawan?
Aku menatapinya berusaha melihat kedalam apa yang tersembunyi dibalik kulit coklat bersih itu.. penuh tanya. Tidak mungkin dia menyadari pengupasan mataku yang berusaha mencari murni, mempertanyakan pikiran-pikiran yang mengambang dan mungkin aku bisa saja menebaknya sekali lihat.
Dia tahu, aku tahu dia tahu dari air mukanya yang meregang rileks.
Oh apakah aku terlalu kentara?
Lelaki itu terdiam.
Senyum misteriusnya merekah perlahan-lahan.
Aku merutuk tajam saat itu, kau tahu saja bagaimana cara menebalkan kepenasaranku...... Bung!
Langit oranye, sore yang kali ini sedikit berbeda. Tanpa rencana.
~
untuk seorang wanita, sahabat saya... semoga kamu suka..

Friday, May 27, 2011

#9

Akhirnya laporan itu sudah bisa masuk ke penjilidan. Laporan yang pengerjaannya membuat saya entah kenapa jadi rindu tidur. Tahu kalau kedengarannya berlebihan. Cuma saat itu entahlah. Saya terpacu dengan target yang saya buat sendiri. Saya ngga bisa tidur tenang karenanya. Ketika waktu tidur saya belum tidur, ketika belum waktunya bangun saya sudah bangun. Begitu terus. Saya ngantuk dan kangen bermimpi. Tapi tidak bisa tidur. Merasa tersiksa. Tidur saya sedikit dan terlalu padat.

Skripsi sebagai kewajiban terakhir masih sedang dalam penggodokan data, bapak dosen saya maunya data saya mesti lengkap dulu. Sebaliknya, data-data itu perlu proses menunggu untuk sampai kepada saya... mesti mondar-mandir kesana-kemari... dan proses menunggu adakalanya membuat saya balas dendam mencukupkan tidur. Malah pegal-pegal karena jam tidur bertambah lama.... leher juga nyeri. Ada-ada saja. Memang tidur sebaiknya cukup... kurang memusingkan kepala, lebih juga badan ngga enak (ah padahal cuma tidur saja). Lagi-lagi mesti sering-sering mengingatkan diri sendiri, buku referensi itu buat dibaca Nin, bukan buat dijadiin bantal... tetap saja banyak meremnya dibanding bertahan membaca buku-buku itu... 
Yah apapun, semoga segala perjuangan ini berimbas baik.

Oh ya, karena Fakultas Ekonomi telah berubah nama menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, logonya juga berganti menjadi seperti ini... untuk mahasiswa sefakultas dan sekampus yang sedang dalam masa-masa semester akhir, hendak menjilid laporan atau skripsinya... logo barunya ini ya :


Saya pikir yang lulusnya molor cuma yang pernah cuti saja, eh ternyata masih banyak juga yang belum lulus bahkan angkatan diatas angkatan saya. Saya pikir saya harus menetapkan target lagi. Bismillah sajalah.

Kalau ditanya kenapa kadang ada posting yang kotak komentarnya ditutup seperti posting ini?
Saya cuma sedang butuh ruang sendiri. Berbincang dengan diri sendiri. Memotivasi diri saya sendiri. Dan saya punya riak riak menggelegak yang butuh dialirkan...Itu saja. Itulah gunanya spasi.

Besok-besok kita ngobrol-ngobrol lagi... sabar ya jendela :)

Friday, May 20, 2011

SELAMAT PAGI PAK HAJI...

image source : elcamiinooreal's mim

Dalam kolom moderasi saya melihat komentar Om Nyach yang tertulis seperti ini :

Saya sampai termangu ketika, memanggil orang dengan kata bapak, beliau tidak mau menoleh kemudian temanku memperingatkan dia itu haji maka panggilah dengan sebutan hajinya, pasti 
menoleh. Padahal naik hajikan ibadah.
By Nyach MMS on YANG KE LIMA on 5/18/11

Eh iya.... membaca komentar Om Nyach saya jadi ikutan terdiam. Dalam budaya dan tradisi masyarakat yang berada di sekitar kita memang ada saja hal-hal yang 'ada-adaaaa aja' seperti dalam panggilan Haji ini yang kemudian ditujukan kepada seseorang yang telah usai ke tanah suci menunaikan ibadah haji. Pernah ngga membaca kisah-kisah Rasulullah dan sahabatnya yang kemudian salah satu dari mereka dipanggil dengan 'gelar' haji....? Ada ngga dari riwayat-riwayat mereka imbuhan huruf H dan titik di depan namanya? Padahal mereka juga tentunya sudah menjalankan ibadah haji. Kok kesannya haji jadi gelar ya....

Nah apalagi dengan cerita yang dituliskan Om Nyach diatas... benar bahwasanya haji adalah sebuah ibadah yang tergolong wajib bagi seorang muslim yang telah berkemampuan.
Tapi haji bukan gelar.
Coba misalnya kita seusai menunaikan ibadah sholat, sholat jadi gelar... Sholat Amir, Puasa Arin, Jilbab Sari....

Masa ibadah jadi gelar atau panggilan seseorang, apalagi bisa-bisanya saja ngga mau dipanggil namanya mentang-mentang sudah naik haji dan kemudian 'bergelar' haji....
Atau mungkin memang kesalahan 'kebiasaan' kita dari awal yang menambahkan H. di depan nama seseorang yang telah naik haji? 
Manfaatnya?
Padahal kalau ditilik ulang, hal itu juga tidak mengukur bidang keahlian yang dikuasai seseorang.
Sudah pernah berhaji atau tidak, pengetahuan agamanya tetap tidak ada yang tahu dan belum tentu lebih baik daripada yang belum menunaikan ibadah haji.
Ya toh?

Wallahualam Bishawab.

Thursday, May 19, 2011

EPISODE KUTIPAN

Halilintar memang sepuluh kali lipat terdengar... terlihat... lebih memukau, lebih keren daripada Istana Boneka.
Untuk satu skenario saja.
Namun memangnya siapa yang mau menghabiskan puluhan tahun bersama sang Halilintar?...
Naik turun drastis, terkocok-kocok... tidak jelas.
tidak nyaman.

~


emmm, kalau saya sih ngga deh... :p
(saya, malam ini)

Saturday, May 14, 2011

YANG KE LIMA

from elcamiinooreal's mim

Ketika saya sedang ada di rumah, Ayah saya membawa pulang beberapa botolan air, tasbih dan nasi kotak, dari salah satu teman beliau yang pulang naik haji katanya. Beberapa waktu lalu sebelum berangkat ke Mekkah juga ada syukurannya, ini naik haji yang ke tujuh... terang beliau lagi.
Mendengar itu kok saya jadi miris.

Ada orang naik haji kok malah dongkol toh, Nin?
Saya mikir, uang untuk naik haji itu berapa banyak ya? Setahu saya semakin lama ongkosnya semakin mahal kan? Ada beberapa 'paketan' yang diikuti untuk naik haji, makin banyak plus-plusnya ya tentu makin mahal dong bayarnya. Oke jangan hitung yang satu kali, kita lihat yang enam lainnya.... biaya haji yang sebegitu banyak dikali enam, syukuran sebelum berangkat dikali enam, syukuran selepas berangkat dikali enam lagi. Oleh-oleh untuk banyak orang disekitar juga dikali enam.
Wow.
Pasti biaya saya kuliah saya sejak masuk hingga mau lulus, di kampus saya yang sekarang masih kalah.

Uang sejumlah itu kira-kira kalau dibuat hal lain pasti juga mendatangkan manfaat ngga sedikit. Uang sejumlah itu  akan mengenyangkan fakir miskin sekian orang, akan menyekolahkan anak-anak tidak mampu sekian orang lagi.
Haji memang wajib bagi mereka yang mampu. Tapi untuk berangkat berkali-kali dengan jumlah yang sebanyak itu.
Pentingkah?
Rindu kepada rumah Allah dan berada disana? Bukankah Allah dekat, bahkan lebih dekat dari nadi kita sendiri... kata guru ngaji saya dulu. Allah sedekat itu dengan kita, dan ibadah haji juga tidak diwajibkan dilakukan berulangkali, apalagi kalau ada sesuatu yang lebih penting yang dapat kita lakukan untuk mengalokasikan uang tersebut. Bukankah ibadah yang bisa dilakukan ketika rejeki sedang berlimpah tidak hanya haji saja? Masalahnya cuma kita sudah berusaha belum dekat sama Allah selama ini? Ketika di sekolah, ketika kuliah, ketika dimanapun... sudah belum?
Nah, Allah dekat jika kita menginginkanNya dekat. Ketika kita mendekat padaNya, Allah akan lebih mendekat lagi pada kita. Dan bagi saya mendekat pada Allah tidak harus dilakukan dengan berhaji puluhan kali.

Terlebih lagi yang lebih bikin saya miris, haji sudah menjadi bagian dari gaya hidup sekian banyak orang. Bukan sebagai sarana mendekatkan diri seperti halnya dulu, lebih ke lifestyle... sehingga entah kenapa orang-orang terlihat seperti berlomba-lomba mengumpulkan predikat ber-bla kali naik haji. Semakin banyak kali semakin wah. Seolah menjadi tambahan H dan Hj dinamanya adalah sebuah prestise seperti halnya kita menyandang pangkat tinggi.

Itu baru haji, belum lagi umroh... umroh juga sudah demikian menjadi gaya hidup orang-orang yang mampu secara finansial tapi pemahamannya masih ngga kanan, ngga kiri. Cuma ngikutin arus. Coba deh kita tengok ke artis-artis yang sering hidupnya dibuat obrolan ditelevisi ini dan itu. Mereka umroh dan sepulangnya cerita (pasti) mendapat banyak pengalaman religius disitu, mengerti cintanya Allah... bahwa Allah terasa begitu dekat..
Loh loh... kemana aja toh mbak selama ini sampai baru nyadar Allah sedekat itu baru pas seumur gitu dan mesti ke Mekkah dulu... batin saya saat menunggu antrian makanan di warung dan pemiliknya memutar acara infotainment.

Beberapa minggu setelahnya si artis melupakan ucapan-ucapannya nan religius dan kembali lagi seperti gaya hidupnya yang sebelumnya, gaya hidupnya yang sebelum umroh.
Kok ngga ada bekasnya ya kepergiannya dia ke tanah suci? Saya 'mbatin' lagi.
Padahal ketika pulang dengan pengalaman religi-religi yang diceritakan di khalayak itu seolah-olah semua ibadahnya di terima dengan baik. Seolah-olah Allah sudah sampai betul kehatinya.
Benar, tah?

"Ya orang-orang yang berangkat ke tanah suci memang begitu Nin... begitu kembali biasanya disambut dengan meriah seolah-olah hajinya mabrur, padahal sebenarnya ya ngga begitu juga Nin... yang menentukan seseorang itu hajinya mabrur dan ngga adalah sikapnya, akhlaknya sebelum-sebelum melakukan keberangkatan itu.. Baik ngga akhlaknya? Peka ngga orangnya pada sesama? Nah dari itu saja kemungkinan kita bisa 'sedikit' tahu... ibadahnya orang ini bener-bener ngga...," kata dosen saya, seusai satu pertemuan bimbingan, beliau memang menyisipkan obrolan menjelang kami pulang.. penjelasan yang membuat saya berpikir.

Berhajilah ketika kita sudah mampu... karena itu wajib, namun jangan lupakan ibadah-ibadah lain... yang memberi manfaat pada lingkungan dan orang disekitar.. bukan hanya diri kita secara pribadi saja. Dan jangan lupakan, perbaiki diri.... sebelum haji saja untuk meraih cinta Allah kita mesti terus memperbaiki diri, apalagi sesudah itu..?

Tuesday, May 10, 2011

TANDA TANYA, DUA SISI PENUH TANYA


Sekitar sebulan lalu saya mendapat undangan menghadiri Gala Premiere film Tanda Tanya, gratis katanya. Tapi saya lihat lokasinya ya di Jakarta. Barang tentu saya ngga bisa hadir, beberapa blogger lain juga mendapat undangan yang sama. Ada satu reply masuk tentang Blogger domisili Solo yang tidak bisa menghadiri acara tersebut. Ah mungkin karena butuh liputan, makanya mengundang Blogger... pikir saya. Saya sempat mengugling reviewnya dan menemukan review orang yang diundang juga, menurutnya Blogger yang diundang memenuhi kualifikasi pengunjung yang masuk ke Blognya. Saya pikir sih ngga juga,masih banyak blog yang trafficnya lebih tinggi ketimbang saya deh. Tapi kenapa beberapa dari yang diundang itu berasal dari kota yang ngga dekat-dekat wilayah Jakarta? Kecuali kalau plus akomodasi waktu itu (halah, berharap deh Nda ;p).

Tanda Tanya di mata saya adalah film yang berani, karena banyak mendobrak nilai-nilai yang banyak diperdebatkan di masyarakat, meskipun tidak secara langsung, film cin(T)a saya rasa lebih berani mengutarakan hal-hal SARA itu dengan detail dan gamblang. Kadang-kadang saya merasa film ini sedikit mirip dengan My Name Is Khan yang seperti kita tahu dia muslim yang menikah dengan seorang pemeluk agama Hindu. Tanda Tanya adalah film yang juga mempunyai banyak celah yang mendorong pengambilan kesimpulan sendiri bagi penonton. Tanda Tanya adalah film yang seperti bulan, dilihat dari jauh indah, ketika dilihat mendetail banyak hal-hal yang seperti judulnya membuat kita bertanya, apa ya maksudnya ada bagian-bagian ini dalam film? Saya adalah seorang muslim yang hidup dalam keluarga besar yang tidak semuanya muslim. Berikut ini yang saya lihat dari film tanda tanya, lebih tepatnya film Tanda Tanya dari mata saya :

  1. Negara kita adalah negara Bhineka Tunggal Ika, tidak dilandasi atas satu agama saja... segala macam interaksi dengan pemeluk agama lain adalah hal yang tidak bisa dihindari. Saya mengambil sisi bagaimana kita harus menjaga harmonisasi hidup berdampingan ini, tapi tentu tanpa mengorbankan keyakinan masing-masing. Dan persepsi orang soal mengorbankan keyakinan dan tidak ini memang berbeda-beda... itulah kenapa omongan kita tidak selalu dapat diterima orang lain, apalagi diiyakan.
  2. Meskipun banyak ditentang dari segala sisi terutama soal kepindah-pindahan agama, memang fakta pahit tetapi yang dapat saya katakan hanya hal itu sangat dekat dengan kehidupan masyarakat kita yang cenderung plin-plan, seringkali tidak teguh memegang keyakinannya sendiri. Teman SMA saya ada dua orang yang pindah agama. Latar belakang keluarga mereka memang tidak kuat dalam hal agama, dan apa yang dapat kita lakukan? Mengingatkan, sudah... dengan banyak cara malah. Namun akhirnya kembali pada otoritas mereka terhadap diri mereka sendiri. Apalah kontribusi kita dalam hidup mereka selain kawan? Iya, pada akhirnya kita juga tidak mampu memaksa mereka.
  3. Film ini menyiratkan tentang toleransi antar beberapa pemeluk agama, memang benar... tapi saya bingung pada adegan ledekan-ledekan yang dilakukan pada lelaki-lelaki yang mau ke masjid dengan Hendra. Pikiran saya, saya tidak pernah menemui ledekan, "CINO!!" atau "CINA!!" ditujukan pada seorang warga Indonesia keturunan. Selama ini belum pernah... pertanyaannya kan terus kenapa kalau dia Cina? Ledekan Cina yang ada malah ditujukan pada warga pribumi yang matanya sipit sekali misalnya, itupun bercanda. Saya pikir ngga ada warga pribumi yang menghina warga keturunan dengan kata itu dalam kehidupan sehari-hari. Kami juga cukup paham kok letak saling menghormati.
  4. Saya ngga ngerti kenapa dalam film ini ada pengambilan shoot babi yang sangat jelas dengan bentuk utuh. Saya pikir tidak perlu di shoot jelas juga untuk memberitahu penonton kalau restoran tersebut menjual babi kok, lagipula dengan masyarakat Indonesia yang kebanyakan muslim bagian tayangan tersebut saya pikir jadi terlihat sangat 'rebel'. Jujur saya mual melihat bagian adegan itu.
  5. Tentang wanita muslim yang bekerja di restoran yang menjual babi. Oke, babinya dipisah cara masak, dan menurut semua orang yang mereview film ini : orang yang bekerja di restoran yang menjual makanan haram sama saja ikut di dalamnya. Sebenarnya menurut saya ini adalah bagian dimana penonton diberi space untuk berkesimpulan. Dalam film ini tidak dijelaskan bagaimana pembagian gaji oleh pemilik restoran untuk wanita muslim ini. Jika berpikir positif kita bisa mengasumsikan wanita yang 'mengerti' itu akan meminta pemisahan gaji. Kalau ngga ya seperti yang diatas, sama dengan makan uang penjualan makanan haram. Ya haram uangnya kalau dari segi Islam.
  6. Masih tentang wanita muslim yang bekerja di restoran tersebut. Waktu sholat memang tidak menghadap altar kok seperti yang dihebohkan, namun kenapa harus berada disitu ya? Bukannya masjid juga ngga jauh dari situ letaknya? Ada baiknya menjaga diri agar tidak tanpa sengaja menyentuh hal-hal yang kemungkinan tidak boleh digunakan untuk tempat sholat.
  7. Bagian yang menceritakan seorang warga muslim mempunyai perasaan lebih dengan wanita yang pindah agama saya pikir hal ini bukan untuk mengatakan tidak apa-apa pindah agama dan lain sebagainya. Tapi pertanyaan saya : berapa orang yang pernah anda temui menjalin hubungan beda agama? Jawabannya : Ada. Bukannya saya mendukung pernikahan antar agama atau bagaimana karena itu tidak sejalan dalam pikiran yang saya yakini. Namun, saya hanya sedang membawa kejadian seperti ini ke wilayah realita.
  8. Bagian seorang warga menggunakan baju tokoh Sinterklas atau memerankan drama untuk Paskah.... saya rasa dalam kehidupan nyata seringkali orang yang memerankan penokohan tertentu, menggunakan kostum-kostum merujuk perayaan tertentu, tidak semuanya sama dengan agama yang tertulis di KTP nya. Apalagi kalau sudah berhubungan dengan nafkah untuk hidup. Inilah kenapa menjadi orang dengan status ekonomi menengah kebawah rentan juga pada cobaan seperti halnya menjadi kaya. Itu kembali pada pribadi masing-masing. Pernah saya menonton tv sebuah acara musik yang ditayangkan pagi harinya. Ada seorang penyanyi wanita yang tengah menyanyi dengan banyak kata-kata : Ya Allah... Ya Allah... tapi menggunakan kalung bintang david dengan jelas (shootnya jelas) tahu sendiri kan apa arti dari bintang david itu? Dan pakaiannya... mohon maaf membuat saya malu. Seolah di depan mata saya begitu mengejek Tuhan saya. Kok semua orang tenang-tenang saja ya? Ngga ada kritisan yang mengecam? Saya pikir kalau mau mengkritisi harus konsisten, jangan hanya yang ini sementara yang lain dibiarkan. Mesti seimbang juga.
  9. Bagian film ini dinilai menghina Islam pada bagian ibu-ibu nyinyir yang komentarnya sering ngga enak dan digambarkan berkerudung itu, coba kita lihat ibu-ibu disekitar kita. IYA. Rata-rata mereka berkerudung, entah mengerti maksud penggunaan kerudung itu atau ngga. Ataukah kerudung cuma dianggap tren pengganti konde jaman sekarang untuk ibu-ibu. Akhlak adalah masalah personal, kerudung tidak mencakup penggambaran itu. Jadi jangan disamakan citra sebuah kerudung dengan akhlak buruk seseorang. Kerudung adalah kewajiban, sama seperti sholat. Dan orang yang menjalankan kewajiban tidak otomatis baik, hal ini bergantung pada sampaikah Allah masuk ke dalam hatinya dan menjadi kebutuhannya ataukah cuma sekedar menjalankan hal yang wajib?
  10. Saya bertanya-tanya pada bagian kritikan yang ada di koran mengenai banser yang dianggap jenjang karier adalah sesuatu yang salah. Pertanyaan saya : apakah banser murni pengabdian, apakah tidak ada paling tidak uang konsumsi untuk mereka? Pertanyaan ini berakhir jadi pertanyaan, teman blogger bisa menjawabnya untuk kepenasaran saya?
  11. Bagian babi berulang kali dikatakan lebih enak ketimbang ayam, udang dan yang lain saya pikir memang diambil secara realita. Teman saya yang beragama lain pernah mengatakan hal yang sama ketika kami SMA. Tapi yang saya yakini adalah meskipun babi enak dibanding lauk lain bagi orang-orang yang pernah merasakannya, pasti ada alasan Allah melarangnya dikonsumsi seorang muslim.   Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,sedang kamu tidak mengetahui. (QS Al baqarah : 216)
  12. Bagian Soleh meninggal memang sangat mengharukan, tapi saya bingung akan pikiran Soleh sendiri saat itu. Kenapa dia harus memeluk bomnya??? Padahal ada jeda waktu yang bisa lumayan digunakan untuk melepaskan bom dan lari menjauhinya loh... Kenapa ya? Apa memang dia sudah sekalut itu untuk membunuh dirinya sendiri dan dengan sepihak berpendapat akan mati syahid? Hehe, kalau dengan melemparkan bom ke tempat aman dan melarikan diri tapi masih meninggal karena bom ya entah ya... tapi ini dia ngga berusaha sama sekali. Wallahualam bishawab. Cuma Allah yang tepat menilai kematian seseorang syahid atau tidak. Tapi kalau saya pikir lagi.... apa ini sindiran untuk orang-orang yang muncul dibanyak berita sebagai pelaku bom bunuh diri? Mungkin, nah ini segi positifnya kalau dilihat dari sisi itu... jangan main ngambil kesimpulan kamu akan syahid dengan bom bunuh diri.
  13. Saya ngga ngerti apa sebab Hendra kemudian menjadi mualaf di akhir film ini. Apa alasannya ya? Seolah-olah itu terjadi begitu saja. Ada yang bisa menjelaskan pada saya?
Begitulah cuplikan yang saya ingat dan pandangan saya terhadap film tersebut. Film ini seperti yang sudah saya katakan begitu banyak menyisakan spasi untuk agar penonton mengambil kesimpulan sendiri, seperti judulnya... begitu penuh tanda tanya. Jadi mohon bijak untuk menonton film ini, jangan mudah terpengaruh pada bagian-bagian yang bisa mengaburkan nilai pandangan kita terhadap agama yang kita peluk. Setiap karya seni ada nilai plus dan minusnya, ambil bagian yang baik saja dari film ini... seperti misalnya meliburkan toko lima hari ketika lebaran atau hal lain-lain yang positif dan pemeluk agama lain juga mohon memberi waktu yang cukup untuk pegawai muslim yang bekerja dengannya untuk sholat. Atau mengambil pelajaran dari ucapan si tokoh anak kecil di film itu : jangan berlama-lama marahan dengan seseorang.

Ada banyak bagian yang saya akui bisa provokatif, maka ambil saja yang baik... abaikan yang kira-kira punya nilai kurang baik. Ngga perlu berlebihan juga menanggapi film ini, kalau masih tetap keukeuh berlebihan mungkin konsistensi ini juga harus dijalankan untuk film-film lain. Film ini mungkin punya kemampuan membuat 'bubrah' namun secara pribadi saya lebih ngga nyaman dengan film-film horor yang isinya bukannya horror malah pornoaksi, atau film komedi-komedi yang lebih banyak unsur nakalnya ketimbang unsur komedi, saya malah ngga bisa nangkep bagian lucunya yang mana. Mari konsisten. Kalau film seperti ini diributkan, ributkan juga film-film horor berpornoaksi, dalam pandangan mata saya... yang begitu juga dalam kategori meresahkan.

Memang ada dalam tuntunan Islam, seorang wanita muslim (selama dia mengaku muslim) dibolehkan memakai pakaian 'minimalis' begitu sambil mengeksplor keseksiannya di layar bioskop dan dinikmati oleh banyak penonton? Hmm saya rasa sih ngga ya :)

Monday, May 9, 2011

SEPERTI MENGGAMBAR PANJUL

Lewat obrolan kecil dengan seorang teman yang dulunya juga illustrator majalah bareng saya sewaktu saya SMA, saya jadi ingat masa-masa saya begitu sering menggambar. Saya pikir menggambar juga bisa tanpa bakat yang dibawa dari lahir, cuma perlu banyak latihan dan kecintaan pada apapun yang berhubungan dengan menggambar.

Saya ingat kapan kemampuan menggambar saya menurun pelan-pelan sampai signifikan. Sejak SMP kelas tiga. Dan sekarang saya bahkan tidak pernah lagi menggambar. Gambaran terakhir saya ketika awal kuliah. Itupun sudah kaku disegala bagian.

Saya melupakan dunia itu. Padahal dulu saya suka pelajaran menggambar lebih dari mata pelajaran apapun. Menggambar adalah tombol refresh dalam seminggu antara senin sampai sabtu.

Obrolan kecil itu juga membawa teman lain yang sudah lama tidak lagi menulis, saya ingat dulu dia begitu produktif, jauh lebih produktif dibanding saya. Sebelum novel saya keluar ketika kelas dua SMA, dia memenangkan lomba Biore yang hadiahnya iPod Apple dan sesuatu yang entah apa saya lupa. Waktu itu iPod produk mewah, barusan keluar yang hitam putih saja dan dia sudah punya bahkan sebelum iPod booming di Indonesia. Dia bisa menulis banyak judul novel dalam kurun waktu satu semester. 
Ngga seperti saya yang pembosan dan lebih mencintai tulisan-tulisan pendek karena membuat isi kepala saya lebih lancar mengalir.
Bagaimana bisa dia melupakan menulis?
Sama seperti bagaimana bisa saya melupakan menggambar yang menjadi cinta sejati saya sejak kanak-kanak hingga remaja. Entahlah.
Menulis dan menggambar rupanya adalah contoh dua hal yang harus dilatih terus menerus.

Tapi dari itu saya paling ingat satu hal. Ketika majalah sekolah SMA saya memberi saya tugas menggambar komik pendek Panjul. Panjul adalah tokoh majalah sekolah saya selama lebih dari betahun-tahun, mungkin puluhan tahun karena ketika saya membaca majalah sekolah tersebut pada edisi tahun tante saya masih SMA sementara sekarang tante saya sudah kepala 3 usianya, Panjul sudah ada dan mewarnai eksistensi majalah sekolah.

Panjul adalah karakter istimewa. KARENA DIA SELALU LUCU.
Saya rasa saya bukan orang yang tepat untuk menggambar Panjul, corak gambar saya ngga lucu dan saya juga ngga punya kemampuan melucu melalui tulisan atau gambar. Mental saya jatuh bahkan sebelum mengerjakan itu. Dan mendengar kabar bawa senior saya mengumpulkan ide menggambar Panjul bisa sekitar tiga bulanan. "Kalau menggambarnya sih gampang, cerita lucunya yang biking pusing..," dengar-dengar lagi katanya begitu. Saya selalu suka cerita Panjul yang dikerjakan senior ini, begitu juga keunikan gambarnya. Hopeless, saya kok... ngga punya semuanya ya...

Karena deadline sudah semakin mendekat dan nyali saya semakin ciut sementara tidak mungkin ada pengalihan tugas maka saya mulai mencoba, mulai mengalokasikan waktu-waktu melamun saya yang ngga perlu untuk mikirin si Panjul ini, gambar-gambar muka Panjul ketawa, cengengesan, muka datar seperti muka saya dan yang lain-lain. Entah bagaimana cara saya mengerjakan itu tapi akhirnya jadi juga 1-2 halaman A4 kalau tidak salah waktu itu. Dan saya menyerahkan itu sebelum tanggal deadline. Meskipun ngga selucu dan seunik ceritanya senior saya. Tapi saya menyelesaikan itu juga kan, dan saya berusaha.

Perasaan yang sama datang ketika saya ada di awal semester akhir ini kemarin. Magang, menyusun laporan magang dan skripsi. Laporan magang ini nyaris mirip skripsi kalau saja ditambahkan satu bab lagi di belakangnya. Saya gemetaran duluan. Yang paling menakutkan saya adalah kenyataan bahwa saya tidak pernah punya pengalaman penelitian melalui karya tulis ilmiah atau apapun yang sejenisnya. Yang saya tahu fiksi dan mentok-mentok tulisan berita yang memuat sebuah liputan.

Saya ngga tau apa-apa soal ini. Kemudian laporan magang saya sudah selesai, tinggal menunggu perbaikan-perbaikan dari dosen pembimbing. Bimbingan skripsi sudah dimulai. Saya sudah ngga punya weekend. Dan hidup saya berkisar antara kos, kampus sendiri, kampus orang lain, rumah dosen. Saya masih mual tentang kemungkinan bahwa saya tidak tahu apa-apa tentang menulis skripsi, belum lagi ujian skripsi yang biasa disebut ujian kompre di kampus saya... semakin mual.

Ucapan si teman yang berhasil sedikit membangkitkan optimisme saya :
"Kalau bisa menulis cerita ratusan halaman dan blog yang sering di update, masa sih ngga bisa nulis skripsi?"

Benar juga, dan satu lagi kuncinya sama : untuk menulis keduanya kamu harus rajin membaca. Itu persamaan skripsi dan cerita... bagi saya.

Apapunlah. Abaikan dan berusaha saja. Hehehe (tawa berusaha optimis).
Saya harus kompre dan yudisium semester ini.

Thursday, May 5, 2011

TEMAN HIDUP

image from elcamiinooreal's mim


"I’ll love you more tomorrow than today
These overflowing emotions won’t stop
Right now I love you so much
I can’t even put it into words....

Sayang, maafkan saya... saya tidak bisa menjadi seperti yang kamu impikan. Lelaki yang menyerupai aktor film bergenre romantis. Saya tidak romantis, saya tidak pandai berkata-kata, saya tidak pandai memainkan lagu indah dari benda bernama piano di depanmu, apalagi merangkai bait-bait puisi untukmu. Bait-bait yang cukup mengantarkanmu tidur dengan nyenyak tanpa gelisah menunggu saya pulang.. perasaan gelisah itu kemudian membuat kamu terjaga sepanjang malam hingga saya pulang keesokan hari. Sementara saya ingin kamu tidur cukup setiap malam, tidak perlu sampai bergadang menunggu saya pulang. Kamu juga tahu saya tidak bisa selalu dengan cepat membalas pesan singkatmu, atau panggilan yang sampai ke layar ponsel saya dari kamu. Sungguh sayang, bukan mau saya begitu...
Dan maaf karena itu pula, saya juga tidak bisa selalu ada setiap waktu, setiap kali kamu tengah begitu membutuhkan saya.
Sayang, maafkan saya.

Kemudian kamu marah, kamu menangis... dan hati saya kemudian ikut bersedih. Apapun sedih yang merambati kamu, tahukah kamu disaat yang bersamaan saya juga merasakan kesedihan yang setara dengan itu?

Saya tidak suka menulis status-status yang memuja kamu di akun jejaring sosial yang saya miliki, tidak bisa juga menulisi wall mu dengan kata-kata yang mampu melambungkan hatimu.
Saya tidak bisa, sayang...
Kalaupun saya bisa, mungkin saya hanya akan melakukannya sesekali. Sesekali yang sangat sangat jarang.. sama langkanya dengan gerhana matahari. Saya tidak suka membagi rasa manis yang semestinya hanya tertuju untuk kamu jadi terbagi untuk orang lain juga. Orang-orang yang matanya merintisi beranda, tanpa sengaja mengintip kita.


The days you’ve given me accumulate
The days that have passed, the paths we walked together
Whether our meeting was coincidence
Or fate, just the fact that we met
Is a miracle


Entah benar-benar kebetulan atau garis nasib kita bersinggungan, bagi saya pertemuan kita adalah keajaiban. Kita tidak pernah saling mengenal jauh hari sebelumnya dan suatu hari, singgungan takdir itu mempertemukan saya dengan kamu, sekaligus percikan kembang api itu. Nasib menitipkan kamu kepada saya sejak saat itu. Sekalipun saya tidak tahu kapan tepatnya saya mulai merasa begitu jatuh cinta kepada kamu dan kapan kamu merasakan hal yang sama.. bagi saya menekan rasa itu dengan waktu yang tidak sebentar dan perjalanan panjang menuju hatimu agar paling tidak saya bisa mengintip isinya adalah perjuangan yang tidak mudah.


We walk close together
Making our eternal love tangible
I want to always be smiling by your side
“Thank you” and, ah, “I love you”
Just aren’t enough, just at least let me say
I’m happy

Dan sejak itu sayang, saat-saat itu begitu berharganya... saya menikmati setiap detik hidup saya yang saya lewatkan bersama kamu. Lagi-lagi saya tidak pandai berkata manis. Terima kasih.. terima kasih karena membuat waktu-waktu yang tadinya begitu standar dalam hidup saya menjadi istimewa luar biasa. Saya bahagia. Dan bahagia-bahagia itu berentetan, melihat wajahmu ketika menunggu saya. Dan kalimat yang berloncatan keluar seperti biasanya, "Bagaimana hari ini, tampan?"

Membuat saya rikuh... saya tidak tampan sayang, bahkan cermin juga enggan berbohong kepada diri saya. Sering sekali saya protes kepada kamu dengan panggilan itu, tidak sesuai diri saya.
"Bagi saya kamu tampan luar biasa," katamu.

Saya bahagia.

Just having your right hand
Wrapped up
In my left hand
Made me feel your love

We found the little happinesses in each day
In the slow path we walked
Our meeting is just one small thing
In a big world, but just the fact that we met
Is a miracle

Even on days when nothing goes well
Just being together cheers me up
And I can forget the bravado and loneliness
When I’m with you, lala, I can be myself
Just stay with me forever

Dan saya tidak juga pandai menyampaikan kepada kamu, cinta saya. Yang bisa saya lakukan hanya seperti ini, mencintai kamu dengan cara saya, mencintai kamu tanpa banyak kata-kata yang saya tahu sebenarnya kamu harapkan. Saya hanya bisa begini saja, memberikan paha saya sebagai bantal keesokan pagi ketika semalaman saya tidak bisa menemani kamu... dan kamu seperti yang sering kamu lakukan, begadang menunggu saya. Bahkan menikmati rasa kaku pegal-pegal karena tidak berubah posisi, saya takut kamu terbangun.. tidurmu kurang tadi karena saya. Tapi bahagia itu, karena saya ternyata berarti bagi kamu.
Saya hanya bisa begini saja, mengelus punggung kamu ketika cengengmu kambuh saat menonton film atau video sedih, "Ssst... sayang, saya disini," tersenyum memaklumi ketika air matamu tambah deras, padahal hanya film.. kamu bisa begitu terhanyut.
Atau membuatkanmu es sirup ketika kamu kepanasan, mengancingkan kancing lengan di pergelangan tanganmu ketika kamu susah melakukannya, "sini, manja..." tapi saya melakukannya dengan bahagia.

Kamu satu-satunya yang tahu hal-hal yang tidak pernah saya bagi dengan orang lain, bahwa saya sering merasa sepi dan sendirian sebelum kamu hadir, dibalik wajah ceria ini. Dan masa-masa paling gelap itu, kamu yang tahu. Karena itu sayang, wanitaku... maafkan lelaki ini yang tidak mengerti bagaimana cara terbaik melambungkan hatimu... yang tidak bisa merayu dan sering terlalu sibuk, tidak punya banyak waktu untukmu. Jangan marah sayang, jangan bersedih... jangan berhenti untuk mau menemani hati saya.
Saya membutuhkan kamu lebih dari yang bisa saya katakan.
Saya mengasihi kamu lebih dari yang kamu kira.
Memang tidak menggunakan cara-cara yang biasa kamu tonton di film romantis, atau novel-novel berkisah manis... saya mencintai kamu dengan cara-cara saya. Cara-cara seorang lelaki yang tidak pandai berkata-kata apalagi merayu.

Jangan lagi bersedih karena saya sayang, saya akan memperbaiki hal-hal yang menyusahkan hatimu. Begitu ngilu hati saya ketika kamu mengeluh tentang sedikitnya waktu yang bisa kita lewatkan bersama. Karena sedikit itu, jangan semakin dijadikan sedikit dengan spasi yang merentangi kita ya..


Besok pagi saya janji, seharian menemani kamu meskipun bahkan hanya jadi bantal akhirnya. Tidak apa-apa.
Jadi malam ini jangan begadang lagi ya, janji juga? :)

~

dari sebuah lirik lagu indah di youtube. sweet, melebihi chocolate cake :))
Previous Page Next Page Home