image source : file teman
Tidak bisakah orang hanya sekedar melambung oleh cinta tanpa harus terjatuh?Tidak bisakah cinta cuma dirasakan satuan? Tanpa satu paket dengan kejatuhan dan akibat sakit setelahnya?
Tidak bisakah aku berhenti jadi dermaga tempat singgah semua kapal dari bermacam tempat?
Bolehkah dermaga merasa lelah jadi tempat singgah...
Aku butuh penduduk yang datang kemari untuk menetap, bukan yang datang untuk berdagang atau berpesiar.
Boleh?
Pantaskah dermaga mengeluh?
Aku cemburu pada garasi rumah.
Semua kendaraan itu datang dan pergi tapi kendaraan yang sama selalu kembali. SELALU. Hingga akhir masa pakai kendaraan itu, dia kembali. Dia dinaungi oleh satu garasi rumah yang sama.
Aku lebih cemburu lagi pada garasi tempat bus sebuah perusahaan transportasi bermukim. Bis-bis itu akan kembali pulang, bahkan jika mereka sudah jadi besi tua rongsokan... dia akan ada terus digarasi itu bukan? Sampai jumlahnya cukup untuk diloakkan.
Dan kapal-kapal pesiar datang, kapal-kapal dagang datang.... mereka mungkin akan kembali tapi bukankah tidak setiap hari? Mereka cuma sekadar lewat, jadi aku tidak mungkin merindukan satu kapal saja... dia akan kembali ke tempatku baru beberapa tahun ke depan.
Seperti lelaki-lelaki itu yang mampir ke dalam hidupku hanya untuk mengucapkan salam hallo kemudian sampai jumpa, atau bahkan selamat tinggal. Mereka memang cuma mampir, betapa menakjubkan dan memukaunya tapi mereka layaknya parade yang lewat.... salam itu hanya salam, sapaan itu hanya sapaan... tak ada guna aku mencintai mereka kemudian terjatuh, mereka sekadar lewat, tak sempat menangkap isyarat, tak mau mampir ke hatiku lantas beristirahat.
Aku selalu tahu bertahun-tahun kalau dunia ini memang aneh, penerimaan apa ada sebuah cinta atas karakter satu sama lain juga bentuk fisik begitu digencarkan... yang kita lewatkan ternyata penerimaan realita itu hanya sebatas teman, bukan mencintai dalam bentuk kekasih. Jadi tidak ada tempat untuk wanita seperti aku, mereka melihatku sebagai teman baik, atau saudara, atau adik tapi bukan kekasih... dia tertawa ketika itu, mendengarku mengatakan itu dengan sarkastik dan terdiam ketika alisku terangkat. Dia tersadar lewat itu apa yang kusampaikan.
Aku serius, bung!
Eh, maaf... dia rikuh kemudian, sadar sudah jadi menyebalkan beberapa detik tadi. Entah aku tidak nyaman tiba-tiba saja, sebal pada diri sendiri.... kok enak banget aku ngomong begini terbuka pada laki-laki ini? Dia toh hanya rekan kerja yang kukenal takkurang dari lima jam, sementara lima jam itu belum juga sehari.
Mungkin dia memang jenis orang yang provokatif, diam-diam saja berikutnya aku sadar sudah ikut aliran yang dia arahkan. Ini terasa tidak begitu baik, atau aku terbiasa tidak begini. Sering tanpa sadar terbuka itu aku, tapi tidak dalam waktu perkenalan yang begini singkat....
Ini terlalu singkat, tapi segala luka itu mau kukemanakan? Bukankah ada harga yang pantas ternilai dari itu.
"Aku suka momentum matahari hendak tercelup ke baskom raksasa berisi cairan asin," aku menyingkirkan gelasku yang nyaris kosong dari hadapanku...dan nya.
Apakah dia termasuk lelaki yang menganggapku dermaga? Ataukah terdiam dan menjadi kawan?
Aku menatapinya berusaha melihat kedalam apa yang tersembunyi dibalik kulit coklat bersih itu.. penuh tanya. Tidak mungkin dia menyadari pengupasan mataku yang berusaha mencari murni, mempertanyakan pikiran-pikiran yang mengambang dan mungkin aku bisa saja menebaknya sekali lihat.
Dia tahu, aku tahu dia tahu dari air mukanya yang meregang rileks.
Oh apakah aku terlalu kentara?
Lelaki itu terdiam.
Senyum misteriusnya merekah perlahan-lahan.
Aku merutuk tajam saat itu, kau tahu saja bagaimana cara menebalkan kepenasaranku...... Bung!
Langit oranye, sore yang kali ini sedikit berbeda. Tanpa rencana.
Ini terlalu singkat, tapi segala luka itu mau kukemanakan? Bukankah ada harga yang pantas ternilai dari itu.
"Aku suka momentum matahari hendak tercelup ke baskom raksasa berisi cairan asin," aku menyingkirkan gelasku yang nyaris kosong dari hadapanku...dan nya.
Apakah dia termasuk lelaki yang menganggapku dermaga? Ataukah terdiam dan menjadi kawan?
Aku menatapinya berusaha melihat kedalam apa yang tersembunyi dibalik kulit coklat bersih itu.. penuh tanya. Tidak mungkin dia menyadari pengupasan mataku yang berusaha mencari murni, mempertanyakan pikiran-pikiran yang mengambang dan mungkin aku bisa saja menebaknya sekali lihat.
Dia tahu, aku tahu dia tahu dari air mukanya yang meregang rileks.
Oh apakah aku terlalu kentara?
Lelaki itu terdiam.
Senyum misteriusnya merekah perlahan-lahan.
Aku merutuk tajam saat itu, kau tahu saja bagaimana cara menebalkan kepenasaranku...... Bung!
Langit oranye, sore yang kali ini sedikit berbeda. Tanpa rencana.
~
untuk seorang wanita, sahabat saya... semoga kamu suka..