Sunday, June 26, 2011

KATA-KATA TERCURI

Kemarin Itik Bali melapor di blognya bahwa tulisannya dimuat di blog orang lain tanpa menyertakan sumber asal tulisannya. Bagi saya tulisan Itik sangat khas, setiap Blogger mempunyai masing-masing keunikannya sendiri dalam menuangkan pikirannya ke dalam bentuk tulisan.

Inuel menemukan cerpennya di copas persis oleh orang lain dan diaku miliknya pula di salah satu socmed, mau ngga mau pikiran saya ke arah sana juga... jangan-jangan si pengaku hasil karya orang lain ini mendapatkan pemasukan dari perbuatannya yang ngga terpuji.

Lewat cara yang dipakai Itik Bali untuk melacak tulisannya, kemudian saya menggunakan cara yang sama. Dan mendapatkan sejumlah tulisan saya dengan seenaknya dicantumkan orang lain ke dalam blognya, tanpa izin, TANPA mencantumkan link bahwa tulisan yang dimuat tersebut berasal dari blognya. Saya akan menyertakan mereka-mereka ini di posting ini :

milik seorang remaja yang katanya mengidolakan Kahlil Gibran dan Raditya Dika.. dua orang yang masing-masing punya ciri khas dalam tulisannya. Saya menemukan dua tulisan saya di halaman depannya, entah pada halaman-halaman yang lain lagi. Saya mencek postingnya juga yang berjudul Posesif, kesimpulannya saya rasa bukan cuma saya saja yang menjadi korban pencurian tulisan yang dia lakukan. Sudah ngga tampak lagi beda tulisan orang lain dan tulisan yang dia buat. TERUS BUAT APA PUNYA BLOG KALAU ISINYA CUMA COPAS BLOG ORANG LAIN?

orang yang punya blog ini mengcopas entah berapa banyak tulisan saya ke dalam blognya, saya bukain posting-postingnya dan menemukan banyak sekali tulisan saya yang dipasang di blog dia tanpa menyertakan sumber. Blog itu penuh berisi puisi-puisi yang membuat saya juga ragu itu dia sendiri yang benar-benar menuliskannya.
http://anandatasyaputri.blogspot.com/2010/11/terpisah.html (postingnya yang berikut ini benar-benar membuat saya jengkel, menampilkan tulisan orang lain dalam blognya dilengkapin pake fotonya lagi! Ih! Ngga malu ya mbak?? Foto yang diletakkan ini entah untuk tujuan apa, semestinya juga atas penguatan bahwa dialah yang nulis tulisan ini).

Entah siapa pemilik blog ini, lagi-lagi tulisan saya memenuhi nyaris seluruh arsip di blognya. Banyak lagi tulisan yang lain-lain. Ngapain anda bikin blog yang isinya bukan tulisan anda sendiri? Ngga ngerti deh saya...


bukan cuma mengakui tulisan saya sebagai tulisan-tulisan 'indah' saya, dia juga mengakui tulisan-tulisan selfnote saya ketika sedang gundah ke dalam blognya dengan melalui sedikit perubahan pada postingan itu. Sungguh bikin hati saya gatal. Kemarin saya mampir ke posting blog milik Mbak Enno dan saya menyetujui statement mbak Enno dalam postingan itu. Mereka ini ngga tahu apa yang saya rasakan, mereka juga ngga tahu dalam keadaan yang bagaimana saya membuat tulisan-tulisan itu. Tapi dengan seenaknya mengakuinya sebagai tulisan mereka sendiri. 

Saya ngga ngerti blog ini milik siapa, saya pikir milik seorang Bunda. Tulisan saya Dan Semoga Nanti itu pernah dibacakan Bang Ivan Kavalera disebuah radio. Kalau mau menyertakan tulisan saya dalam blog anda harap disertakan sumber ya Bunda, saya pikir tidak bijak sebagai seorang Bunda mengcopy paste karya orang lain tanpa mencantumkan sumbernya. Saya tidak bisa menegur lewat komentar karena sama sekali TIDAK ADA kotak komentar maupun widget semacam shoutmix yang tertempel dalam blog itu.

blog ini yang paling membuat saya kesal diantara semuanya. Ini tulisan saya yang judulnya diganti, ada kalimat ini dibagian bawahnya :
Dikutip dari sebuah Novel ecek-ecek :) Entah berapa belas tahun, atau puluhan tahun lagi bisa di temukan di Rak Best Seller ..
sudah copas punya orang eh kurang ajar lagi. Novelnya siapa yang memasang tulisan saya itu? Tulisan saya ini  asli buatan saya, belum pernah dibukukan. Kalau memang ecek-ecek kenapa ya kok sampai kamu copas dan letakkan di blog kamu??
ini tulisan lama saya, dia tambahkan tulisan dia pada paragraf terakhir yang beda sendiri settingnya itu, coba lihat betapa penggabungan dengan tulisannya adalah sebuah kesalahan yang biasanya dimiliki orang 'ngasal' dan 'seenaknya' kentara sekali perbedaan tulisan yang saya buat dengan paragraf yang dia tambahkan. Suasana yang dihadirkan, makna yang tersirat... dan yang mencolok, saya menggunakan kata SAYA sebagai penjelasan sudut pandang orang pertama dan dia menggunakan kata ganti AKU.
NAH coba lihat apa bedanya dengan tulisan saya di
 http://nindalicious.blogspot.com/2010/04/tunggu-saja-ya.html
dengan komentar-komentar yang memujinya dan dia tanggapi dengan penerimaan pujian yang menguatkan bahwa dia sedang mengakui tulisan-tulisan saya karyanya. Saya menelusur blognya dan lagi-lagi tulisan saya tertempel di sebagian besar arsipnya dengan mengganti judul, menambahkan paragraf-paragraf bawah dan lain sebagainya. Tulisan itu saya buat ketika saya sakit dalam keadaan ngga bisa jalan setelah operasi kaki. Dalam keadaan psikis yang tidak terlalu baik karena cobaan-cobaan saya datang berentetan. Saya melihat orang-orang datang dan pergi berbelasungkawa atas meninggalnya satu diantara wanita yang paling saya kasihi, Ibunda saya. Saya sukar berjalan, sukar beraktivitas dengan normal padahal harus mengurusi banyak hal. Belum lagi bahwa saya ngga bisa kuliah. Keadaan fisik dan mental saya sedang anjlok, menulis adalah satu-satunya pelepasan bagi saya waktu itu. Pemlagiat itu tidak tahu bagaimana kondisi batin saya waktu itu dan dengan teganya mengakui 'perasaan' saya sebagai tulisannya.

AAAAAAAAHH INI JUGA TULISAN SAYA!!!

lihat statement dia dalam posting diatas :
s
Saya bisa setidaknya menulis meneruskan cerita yang saya tulis yang sekarang sepertinya sudah mulai berlumut di harddisk, saya memang ingin menerbitkan, tapi bukan itu tujuan saya menulis dan menyelesaikannya, hanya karena beberapa orang yang curang dengan alibi meminjam lappie saya untuk sesuatu yang amat-sangat penting diam diam membaca tulisan itu memaksa saya untuk menyelesaikannya :), saya memang ingin melihat tulisan saya di rak rak toko buku, tapi lagi lagi saya berfikir, saya tidak mau menodai hal hal yang saya suka menjadi keharusan karena menggantungkannya sebagai profesi.
Saya tidak pernah akan menjadikan menulis sebagai profesi. Kalaupun buku saya diterbitkan saya tidak akan menuliskan nama saya sebagai penulis ( ini sudah saya terapkan di Mini book saya, tidak harus ada yang tahu siapa penulisnya :) ) Kalau bisa biar tempat nama penulis biasa ada saya kosongi dan bisa dituliskan nama siapapun disana, mungkin yang membaca buku saya bisa menuliskan namanya disana. Terserah, saya bahkan tidak keberatan ketika tulisan saya di copy dan di akui oleh orang lain, menurut saya itu tidak penting, bukannya yang penting adalah perasaan kita ketika menulis. Ya kan ?

Betapa menyebalkannya karena dia mengetengahkan pembelaan tidak langsung bahwa dia yang menulis tulisan-tulisan itu sendiri. Harus saya akui, saya merasa muak... Dia juga banyak memotong tulisan-tulisan saya di paragraf-paragraf tertentu untuk dijadikan quote postingan pendek dalam blognya. ini alamat fesbuknya http://id-id.facebook.com/helda.shahab siswa SMK farmasi. Orang yang berkemungkinan nantinya menekuni dunia farmasi. Bagaimana mungkin orang yang berperilaku tidak bertanggung jawab dalam dunia maya seperti ini mampu mengemban tanggung jawab melayani masyarakat nantinya??

Bloggers, ngga perlu malu dengan tulisanmu yang mungkin terkesan ngga penting atau biasa-biasa saja. Kamu selalu akan punya ciri khas dan ciri khas itulah yang akan diingat orang yang membaca tulisanmu. Keep still... itulah gunanya kamu punya blog, menuliskan ceritamu atau cerita banyak hal dari hati dan tanganmu, dari mata dan sudut pandangmu. Kita belajar menulis, karena itu kita punya blog. Untuk apa menerima pujian orang lain dari karya yang bukan milik kita? Apa gunanya bangga akan blog yang mencuri tulisan orang lain? Coba pikirkan.

Saturday, June 18, 2011

FI DAN YANG BERLALU

from elcamiinooreal's mim

Jadi hari ini adalah hari seseorang dimasa lampau menyapa dan mengajak pertemuan di suatu tempat yang pilihan menunya hanya coklat dan segala variasi sejenis. Ajakan yang cukup mengundang karena aku menyukai coklat, terutama yang gratis sih. Ternyata kebiasaan menjadi mahasiswa berkantong minimal masih berjejak hingga saat ini. Haha, sudahlah.

Aku ingat segalanya tentang orang itu seolah baru terjadi kemarin.
Bukan, bukan mantan kekasih.
Dia hanya salah satu diantara orang yang kukagumi, ralat.. 'pernah kukagumi'..
Dia yang dulu begitu mencolok dikeramaian, oh sangat berkharisma.... tampan, terkenal, pandai menempatkan diri dan entah kenapa selalu memakai baju-baju yang menonjolkan potensinya sebagai kekasih, dan terutama warna mata kecoklatan itu. Lelaki yang kucemburui dalam kediaman, lelaki yang diam-diam aku menuliskan namanya disudut notesku. Lelaki yang... (mm kalimat berikutnya perlu di bold dan digarisbawahi menurutku) tidak mencintaiku balik.

Siang hari terik dan aku ingin lumeran es krim coklat di lidahku, kami berhadapan. Hidangan itu sudah dipesan tiga menit lalu dan belum sampai ke hadapanku apalagi ke lidahku yang kerontang menagih dingin.
"Kau takpernah lagi mengirimkan email ya, sudah lama sekali," ucapnya..
Memang lama, empat tahun lalu kalau kamu masih ingat.
Aku mengedikkan bahu, "Ah soal itu, mengapa harus aku? Kita bisa saja kok berbincang via email kalau kamu mau sedikit memberikan waktu maha berhargamu untuk paling tidak menulis email duluan...,"
Kamu pikir aku orang macam apa yang akan terus mengirimkan email padamu selayaknya surat kabar yang mesti di update setiap hari, dan kamu membalasinya kadang-kadang...mungkin jika moodmu baik.
Dia tertawa, "Ah ya..."
"Emailku mahal sekarang," aku mengeluarkan senyum paling sok eleganku.
"Oke, semahal apa?"
"Semahal yang kau bisa perkirakan, kelewat eksklusif...hehe,"
Toh seberapapun yang kamu tukarkan untuk membuatku mengirimimu email duluan tidak akan mampu menggerakkan aku untuk melakukan kebodohan itu lagi. Seperti itulah hal yang telah lalu. Bukannya kamu sudah tidak lagi rupawan, kamu hanya tidak lagi memukauku.
Dan maaf, harapan yang sudah kandas bukan sesuatu yang mampu dengan gampang ditumbuhkan dalam waktu sehari. Kamu tidak tahu.
Yah, satu pertemuan kecil kita pun mampu membuatku berkemungkinan keliru menilai maksudmu, kamu terlalu tersamar... too good to be true. Ge-eRnya aku, kumarahi diriku sendiri yang barusan terlalu percaya diri dengan asumsi.
"Kamu tahu, aku rindu....," dia menatapku, tatapan pembuat gerah yang masih sama, "aku rindu membaca emailmu.. yang entah bagaimana karena kamu keseringan mengirimkannya otomatis jadi membuatku menanti-nanti. Seperti rutinitas yang terlanjur membiasa.."
"Seperti mandi pagi dan ketika kamu sakit kulit lantas ngga bisa mandi pagi kamu merasa ada yang kurang?"

"YA..."
"Kamu hanya merasa kehilangan pengagum kalau menurutku..."

Dia takjub, "Bercanda...? siapa mengagumi siapa nih maksudnya?"
Oh aku keceplosan.
"Aku ngga sepercaya diri itu, Fi..."
"Aku tau kamu bukan orang yang sepercaya diri itu, bercanda.." garing kumainkan tisu diatas meja, mataku menangkap pemandangan es yang mulai mencair milik seseorang disudut ruangan. Sebegitukah bentuk cairnya sebuah kekaguman? Jadi tidak berbentuk.
"Wah aku tertipu. Rasanya nyaris merasa senang dengan komentarmu tadi,"
bola matanya meredup. Kamu salah lihat, Fi... tegur hatiku keras.
"Ha! memangnya kenapa?"
"Mmm aku harus bilang? Kamu bilang tadi cuma candaan?"
"Semisal bukan?" pancingan... matanya berpendar dan cahaya itu mencair seperti es krim yang barusan leleh di lidahku (oh terima kasih Tuhan akhirnya sampai juga benda dingin itu di atas mejaku). Kurasa aku hanya terlalu tenggelam dalam pertemuan masa lalu ini, sepertinya. Pertahanan diri yang buruk. Semestinya aku tidak begini penasaran kalau percikan itu sudah tidak ada.
Ya kan?
"Well... mungkin kita bisa jalan berdua lagi lebih sering," seenteng kapas. Ringan. Tapi seolah bermuatan listrik tinggi. Tawaku muncul tanpa bisa kukendalikan lagi. Entah bagaimana begitu susah berhenti, dia... makhluk rupawan yang pernah kukagumi menatap wajah penuh tawaku dengan penuh tanya.
"Aku benar-benar CUMA bercanda kok," satu kata penuh tekanan.
"Aku sudah tidak bisa mengira-ngira isi pikiranmu lagi seperti dulu, terus terang aku kagum," senyuman kecil itu, "aku juga cuma mencoba menipumu lewat pernyataan barusan... agak vulgar kurasa untuk ukuranku," dia membuang pandang ke jalan raya.
"Baguslah, karena kalau kamu sedang tidak mencoba menipuku mungkin kamu akan kecewa," tawaku masih membumbung. Ada yang aneh dari tawamu, ada apa?
"Tidak mungkin, kamu terlalu berharap kecewa itu datang padaku rupanya... tidak akan," tawanya sumbang, tidak seperti dulu, bahkan tidak seperti beberapa jam lalu ketika aku pertama kali mendengar suaranya lagi berhembus dari speaker ponselku.
"Yah kamu tahu sendirilah, I'm engaged..." kutunjuk cincin di jari kiri, penuh senyum dan membuang pandang pada ekspresimu.., kaku..."Ya, terntu saja aku tahu... makanya aku bilang tadi bukan hal yang serius kan.."
Kamu bohong. 
Kamu tidak tahu, dan bahasa tubuhmu yang mencoba rileks semakin menjelaskan itu padaku atau juga senyum terpaksamu. Apa waktu yang sedemikian panjang membuat kita jadi bertukar pembawaan. Aku jadi bisa membaca lagak lagumu dan kamu jadi begitu bisa ditebak.

Siang ini sudah tidak lagi nyaman. Aku tidak tahu ada apa dengan dulu dan sekarang dan apa sebenarnya cerita yang tidak kamu tunjukkan. Mungkin aku sudah merobek hatimu saat ini. Seperti yang kamu lakukan padaku waktu itu, menjelang dini hari di tahun baru pertama yang aku lewatkan bersama kamu. Tahun baru pertama yang kulewatkan beramai-ramai dan kebetulan semua terlalu bersemangat sementara aku dan kamu berdiri bersebelahan menatap langit, menanti kembang api mekar.
"Alasan aku suka kembang api adalah karena keindahannya yang besar susah kujangkau,"
"Hah?"
Kamu tertawa penuh makna, "aku selalu merasa akan jatuh cinta pada wanita yang tidak tertarik padaku..dan benar, aku bertemu dia kemarin... aku jatuh cinta... Fi." tanpa beban kamu mengalunkan kalimat itu seperti menyanyi sebuah lagu. Kalau bahagia seperti parfum, bahagiamu aku yakin akan mengharumkan 3 lantai gedung.
Gemebyar kembang api dilangit itu mendadak muncul. Mekar. Bunga api itu mekar memuncak dan terserpih ke segala arah, mewakili hatiku yang pecah dan bahagiamu yang membuncah.
Aku tak perlu penasaran kepada siapa kamu jatuh cinta, hari-hari esok akan membuat namanya sampai ke telingaku, dan begitulah aku tahu. Seperti terbangun dari mimpi kemudian tanpa aba-aba aku sudah menghentikan email-email yang berkemungkinan memenuhi inboxmu dengan namaku. Dan sejak itu aku selesai dengan kamu.
Sekarang kita berkebalikan, merasakan posisi masing-masing mungkin... entah dengan cara yang sama atau berbeda. Waktu ini menggerahkan. Aku tidak tahan.
"Aku tidak bisa lama-lama ngobrol sih, tidak ada hal yang pengin kamu sampaikan lagi?"
"Kamu sibuk, Fi?"
"Iya sih.... aku ada janji lain. Kamu mendadak soalnya waktu meminta waktuku tadi... ngga apa-apa ya?"
"Oh oke... take care...terima kasih atas hari ini,"
"Yah, sama-sama.... aku juga lumayan kepingin tahu apa kabarmu setelah waktu lama berlalu," seulas senyum dan kedikkan bahu, "aku pergi.. hati-hati pulang nanti ya,"
Kubalikkan punggung bersama dengan saat kulipat ulang ulang lagi saat tahun baru itu, atau saat tadi. Kamu sudah begitu terlambat untuk membuatku masih menyadari bahwa aku butuh kamu, atau segala patahan asa itu sudah hanyut dibawa pergi laut. Maka kamu yang masih ada di hulu sungai, terlalu terlambat untuk kamu pergi dan mengejar. Waktu berjalan seperti seharusnya, rodanya berputar. Sekarang kita impas ya.
Jika tidak, anggap saja begitu.

Saturday, June 11, 2011

REUNI REUNI INI

from elcamiinooreal's mim - like usual

Saya tetapkan satu hari ini sebagai hari ngga produktif, ngga rajin, malas sepanjang hari... barang sehari saja saya pengin melakukan hal-hal ngga penting setelah hari-hari 'pusing' kemarin. Entah mungkin suasana yang tepat untuk merasa melankoli dan kawan-kawan yang sejenisnya. Saya jadi pengin nulis ini...

Perasaan saya sudah mengganjal dari sejak acara reuni ini belakangan semakin nampak update-annya di jejaring sosial. Reuni seluruh angkatan SMA saya dulu.
Saya ngga pengin datang kalau mau jujur.
Saya ngga kangen SMA saya, saya ngga banyak punya kenangan bagus semasa SMA. Saya ngga banyak cocok dengan teman-teman satu angkatan. Iya, begitulah.. Mungkin memang saya yang ngga pandai bergaul atau bagaimana. Secara keseluruhan ngga banyak orang yang kepingin sekali saya temui semisal saya hadir di acara itu.

Saya ngga suka tingkatan-tingkatan hirarki yang tumbuh di masa SMA, tingkatan berdasarkan jurusan, berdasarkan sering ikut karya ilmiah atau ngga, berdasarkan pernah ikut kontes-kontesan atau ngga, berdasarkan aktif di OSIS atau PASGASSUS dan banyak kenal baik guru-guru atau ngga. Iya, berdasarkan kepopuleran... sesuatu yang akan diakui banyak orang dan bisa menjadi nilai tambah bagi seseorang ketika dia masih sebagai pelajar SMA. Bisa jadi aturan yang dibentuk secara tidak formal oleh penghuninya sendiri yang membuat saya ngga nyaman. Benar saya ngga populer ketika di SMA (ah kayak sekarang terkenal aja...), sekarang pun juga ngga... tapi banyak perbedaan yang saya rasakan semasa SMA dan kuliah, yang pertama adalah penerimaan. Memang tetap tidak semua tapi kebanyakan orang yang saya kenal baik semasa kuliah begitu down to earth. Atau mungkin karena orang-orang di masa kuliah lebih cuek, lebih individu? Entah... yang jelas masa kuliah lebih banyak memberikan udara bersih bagi pernafasan saya.

Ada juga masa-masa lucu, menyenangkan... mungkin apes tapi bisa dikenang sebagai salah satu kenangan indah namun sepertinya saya ngga bisa mengingat banyak. Pernah masa MOS menjadi menyenangkan tapi kemudian turn to disaster ketika kami sudah mulai belajar di kelas dengan si ketua kelas yang amit-amit menyebalkannya, amit-amit mengintimidasi seseorang. Saya kesal. Bagi saya, dia ngga membiayai sekolah saya kok terus kenapa dia memaki-maki saya ketika saya keluar duluan sewaktu ujian? Ujiannya essay, guru keliling terus, jadi maksud dia... dia mau saya mengorbankan muka saya untuk memberi contekan? Pathetic. Hanya karena semua orang takut sama dia, dia merasa berhak mengucilkan siapa saja yang tindakan dan pikirannya ngga dia sepakati.

Atau seseorang yang pernah ngatain saya sok alim hanya karena saya ngga sama dengan teman-teman lainnya.. atau entah saya salah ngomong ketika itu, ah lupa...dia ngatain saya di depan umum kemudian somehow ketika saya menginjak semester empat dan tidak sengaja bertemu dia di socmed dia bersikap manis dan entah seperti lebih ke 'perhatian'. Aneh... Saya masih ingat apa yang pernah dia katakan itu. Entah juga mungkin saya punya bakat jadi pendendam.  Setiap orang sepertinya jadi menikmati bagaimana mereka menguasai orang lain karena hal-hal yang mereka miliki. Saya ngga nyaman dalam setiap detik di kelas satu sampai kemudian naik kelas. Udara melega kemudian, orang-orang menyenangkan lumayan banyak tapi kemudian masalah jurusan-jurusan itu mencuat. Ada apa dengan orang-orang diatas itu. Bukannya mereka yang membentuk penjurusan menjadi dua bagian. Jika kami salah itu salah pribadi kami, bukan jurusan kami. Atau mungkin manusia-manusia sesama siswa yang berpandangan buruk hanya karena jurusan yang kami tempuh bukan jurusan favorit.

Saya justru sangat nyaman dengan teman-teman SD saya, yang sampai sekarang setiap saya pulang ke kota saya masih terkoneksi. SD saya SD yang desa banget, saya tinggal dengan Mbah waktu itu sejak kecil sampai lulus SD di lingkungan yang juga desa banget, ndeso. Saya suka bagaimana orang berinteraksi. Saya suka lingkungannya dan banyak hal lain. Dan mungkin karena saya merasa begitu diterima apapun bagaimanapun karakter saya. Mereka bersama saya menelusuri ladang bertanah merah, saya bersama mereka ketika mereka panen ketimun, saya jemput teman-teman saya itu untuk belajar kelompok dan sering saya harus menunggu lama karena mereka entah dimana sedang membantu panen kacang tanah. Kalau saya  orang desa, memang kenapa? Mungkin itulah yang membuat saya kagok ketika berurusan dengan orang-orang yang biasa dengan hidupnya di kota, masih lumayan bisa ketika saya masuk SMP, tapi memburuk dengan lumayan serius ketika saya SMA. SMA saya yang terbaik di kota saya dan banyak mencetak orang-orang sukses itu, kepada tempat itu saya kecewa. Atau mungkin saya mengalami kekecewaan ini karena saya ngga punya prestasi apa-apa, ngga populer, serba biasa... saya manusia medium.

Kemudian karena masa-masa buruk itu novel pertama saya terbit ketika saya duduk di kelas dua, secara diam-diam....Dan saya menikmati itu entah bagaimana, menikmati keadaan tak terlihat dan jauh dari pergaulan orang-orang yang strata sosialnya di SMA berada pada tingkatan atas. Menikmati dipandang sebelah mata. Pikiran saya waktu itu, saya bisa kok menghasilkan sesuatu tanpa perlu dibimbing seperti orang-orang itu. Perasaan yang gelap, masa-masa yang gelap. Masa-masa yang ketika saya ingat sekarang mampu menghadirkan melankoli.

Beberapa dari teman-teman SMA yang pengin saya temui mengajak kami kumpul-kumpul rujakan saja, alasannya bayar reuni mahal apalagi bagi mahasiswa seperti kami yang masih butuh dana dari orang tua... ah ya mendingan saya rujakan sama mereka saja :)

#11


Ini namanya laporan.... Sudah selesai, wes mari, finish! Akhirnya saya ngga lupa mengambil jilidan ini dari tempat jilid dan menyelesaikan proses tandatangan serta bla blanya yang lain. Anggap saja buku kedua yang saya tulis personal hehe ah sebuah penghindaran kenyataan betapa saya tidak produktif dalam urusan tulis menulis.

Setiap ke kampus belakangan ini saya merasakan sesuatu. Lama... lama saya belajar disitu, sudah tiga setengah tahun. Mendadak merasa tua, setiap hari bertapa di ruang baca mencari wangsit untuk skripsi saya, harus saya apakan... saya sempat ganti judul kemarin karena kesulitan data yang objek penelitian saya cuma mau ngasih sedikit, ngga detail... merambah topik yang lebih mudah diteliti tetapi justru tidak saya sukai. Akibatnya... pusing-pusing dan segala macamnya. Segala yang kita hindari entah kenapa malah ngga mau jauh-jauh, begitu pula saya dan topik itu. Kemarin saya meminta saran dari seorang teman pencinta sang 'topik' mengenai draft saya, dia membalas via email dan yang saya lakukan cuma bengong. Saya baca berkali-kali karena terbaca seperti bahasa alien. Dia memang pintar dan otak saya yang pas-pasan ngga sanggup menerima transferan sarannya. Mumet. Baru entah setelah membaca berapa kali saya baru paham maksudnya..

Oh ternyata, benar ngga maksud kamu seperti yang aku pikir?
Saya uraikan makna yang saya tangkap dan saya kirim balik ke si teman. Kuatir saya salah cerna. Dan sekarang sudah menginjak halaman ke tiga puluh, semoga saya ngga perlu ganti judul lagi, jangan sampai revisi besar-besaran juga. Ah!

Setiap harinya saya melewati aneka kegiatan mahasiswa-mahasiswa semester awal (jangan tanya apa saja, saya ngga tahu menahu), melihat arus lulus dan mahasiswa baru kemudian masuk. Kemarin saya sempat bertemu teman satu organisasi dulu sewaktu semester awal saya masih semangat ikut kegiatan-kegiatan, "Loh kamu aku pikir sudah lulus?" dia nanya, dia ternyata termasuk manusia yang ngga nyadar saya pernah lenyap satu semester dari kampus. Duh padahal kan saya masih semester tujuh ketika manusia angkatan saya semester delapan. Menohok. Saya jadi gimanaaa gitu. Lepas dari itu saya merasa sudah begitu lama jadi mahasiswa. Dan saya enggan membayar SPP strata satu untuk semester depan. Saya harus lulus semester ini.

Saya ingat ketika masa-masa awal saya menjejak kampus. Daftar ulang yang membingungkan. Belum sepuluh menit saya masuk kampus, sudah nyasar kemana-mana... sudah begitu juga ada syarat pendaftaran yang tertinggal di rumah saya diluar kota, panik... dan untunglah bisa di fax keesokan harinya.

Angkatan saya adalah angkatan pertama diberlakukannya SPP proporsional, dimana jumlah SPP yang dibebankan pada mahasiswa tergantung pada jumlah pengeluaran di rumah, gaji orang tua, pekerjaan orang tua, jumlah saudara dan jalur masuk.. Jalur masuk dibedakan menjadi reguler dan khusus. Ada range SPP reguler, dan range SPP jalur khusus tentu saja diatas reguler.
Tetap mahal sih. Otonomi kampus, mungkinkah yang membuat biaya kuliah semakin melangit dari waktu ke waktu?
Pihak kampus menyampaikan, kami bisa meminta keringanan.

Saya ingat gedung di kampus saat itu ramai sekali penuh dengan orang-orang yang meminta keringanan. Saya juga. Jumlah SPP saya sudah masuk range SPP jalur masuk khusus (jalur tes yang diadakan kampus setelah hasil SPMB diumumkan). Banyak sekali orang-orang tua yang datang berjejalan beserta anak-anak mereka, atau yang datang 'ngucluk' sendirian seperti saya. Kebingungan khas mahasiswa baru, hehe... jalan nekat meskipun ngga ngerti apa-apa, atau mana-mana.

Disebelah saya, seorang wanita menegur, "Maba, ngurus keringanan?" dia menyapa.
"Eh iya mbak... mbak juga?"
"Bukan buat adikku,"
Ah enak ya ada yang ngurusin, dari pagi tadi kaki saya capek ngantri.. mana lapar belum makan, "jurusan apa?" dia bertanya lagi. Saya menjawab kemudian, dia membelalak, "Wah sama dong kayak adikku,"
Dia mengecek ulang dokumen-dokumen yang dia bawa kemudian, "Ini udah bawa semua keterangan tidak mampu bla..bla..bla... yah semoga aja diberi keringanan beneran,"
"Iya mbak... mm jalur masuknya lewat ujian apa memang?" iseng-iseng saya nanya.
"Oh ya jalur khusus sih, SPPnya gede banget... semoga dapat keringanan dari pihak kampus,"
Saya bengong.
Untuk masuk fakultas saya, mahasiswa yang diterima melalui jalur khusus uang masuknya mahal... nyaris tiga kali lipat jalur reguler.
Nah kalau jelas-jelas mampu membayar uang yang jumlahnya sebesar itu untuk masuk kuliah, kenapa mengaku ngga mampu untuk membayar SPPnya?
Beneran ngga mampu atau berusaha terlihat ngga mampu? Hm jadi berpikiran macam-macam deh saya... negatif pula...
Lagi-lagi saya ngga mengerti....



tengah malam, grundelan ngaco dan ngga sinkron menjelang tidur seorang mahasiswa skripsi

Monday, June 6, 2011

HENING

image from elcamiinooreal's mim

Maaf bintang saya sedang lelah dan merasa ingin kesepian

Untuk sesaat saya tidak keberatan berteman sunyi.

Ya, saat ini saja...

Bukankah cahayamu terbatas?

Saya butuh itu bahkan justru saat siang...

Tuh... kamu tidak bisa kan?

Jadi masihkan perlu saya mengunjungi kamu setiap kali saya merasa ingin hilang?

Saya tidak suka matahari, dia terlalu terik

sementara saya terlalu rapuh, gampang meleleh.. dia terlalu dekat dan besar

saya ingin yang jauh agar saya terhindar jadi meleleh

terhindar dari luka.

 bintang, saya ingin pulang dan berbaikan lagi dengan malam, dengan kamu....

Mungkin nanti kapan-kapan kalau saya sudah mulai marah pada sepi.

Wednesday, June 1, 2011

#10

Hai jendela.... 
Jadi tinggal kamu dan saya malam ini. Koreksi, ini sudah dini hari. Seharian segala hal kacau, tidak sesuai dengan daftar hal-hal yang saya targetkan harus tercapai. Siang tadi penuh dengan kepunahan. Serta semangat yang lenyap sementara saya harus mulai dari awal memunguti reruntuhan itu untuk menjadikannya rencana bangunan baru, kemudian secara bertahap mewujudkan semuanya.
Tapi saya ini entah kenapa susah sekali menemukan kepingan nyala api yang harus ada sebelum seonggok kayu kering menyala menjadi api unggun. Dan kemudian kebakaran besar menyusul dibelakangnya.
Atau saya yang salah... tidak lupa membuat rencana kedua tapi lupa mengalengkan cadangan kobar semangat.
Layar beku dan buku-buku itu kehilangan aroma mistis yang membuatnya memikat. Saya merana tiba-tiba.
Semester akhir yang... entahlah.
Pasti saya bisa pada akhirnya.
Membangun dengan benar rencana baru, atau yang lebih baru dari yang baru itu.
Dan akhir minggu ini pastilah cerah.
Saya harap.
Previous Page Next Page Home