Sunday, July 31, 2011

HADIAH DALAM PERJALANAN


from elcamiinooreal's mim

HARI BARU.
Jadi kapan kemarin saya ujian, hari kamis pagi pukul 9.
Saya mempertaruhkan segala hal yang saya kerjakan dua bulan satu minggu saat itu. Kata orang-orang saya cepat sekali.... atau mungkin malah terlalu cepat?
Saya tidak merasa dipuji... Bagi saya itu sampai di kepala saya bukan dalam bentuk pujian.. melainkan sebuah pertanyaan yang mempertanyakan keyakinan saya.
Jawabnya : Iya. Iya benar bahwa saya tidak yakin. Semua ini saya awali dengan kenekatan yang melipuri sekujur syaraf. Saya nekat, bukannya berani. Saya nekat karena nekat bukan karena keyakinan bahwa segala sesuatu akan berjalan seperti keajaiban sleeping beauty yang tidur seratus tahun kemudian terbangun dalam keadaan fisik yang tidak berubah dan mulut yang saya asumsikan entah bagaimana jadi sama sekali tidak bau.
I don't have that kind of confident deep on myself.

Saya merasa grogi dan tertekan selama berminggu-minggu karena segala yang ada untuk saya saat ini semakin tidak akan menjadi lebih gampang (sesuatu yang saya harapkan).
Bagaimana saya bisa merampungkan ujian terakhir sebagai mahasiswa strata satu itu?
Mmm.. yang jelas lebih sederhana daripada datang ke orang 'pinter' untuk mempermudah tugas saya, atau datang ke orang pinter beneran yang ngerjain tugas saya untuk dibayar. Saya ngga melakukan itu, ada cara lebih sederhana yang saya yakin semua orang sebenarnya bisa melakukannya. Sesederhana menyingkat waktu-waktu nonton menjadi jeda ketika kita sedang mengistirahatkan jemari, waktu-waktu tidur menjadi spasi ketika tubuh sudah ngga bisa menanggung lelah... jangan habiskan satu haripun tanpa melirik pekerjaanmu itu. Tidak bisa dikerjakan banyak, selembar dulu, atau sehalaman.... masih kesusahan? oke, satu paragraf juga boleh, masih ngga bisa? Seengganya kamu membuka filemu dan baca-baca sepintas.. Asal konsisten tidak melewatkan barang satu hari untuk berhenti memikirkan karya manis itu untuk segera diselesaikan, dan deadline lulusmu tercapai sesuai target.

Saya pikir saya ngga akan mungkin bisa menulis tulisan panjang ilmiah semacam itu. Saya ngga punya sedikitpun passion disitu, tapi kewajiban adalah sesuatu yang mesti berjalan sekalipun kita tidak suka menjalaninya. Print out yang kacau balau, saya bingung saking banyaknya yang mesti saya print.. dan ngga memeriksa ulang hasil print yang kecetak di kertas 150an halaman (dan print out kacau ini juga menuai banyak kritikan pedas sewaktu ujian).

Saya maju ujian dengan memaksakan pandangan ke dalam hati saya. Merasa siap atau ngga siap, kamu harus cepet ujian. Kamu ujian hari ini atau setahun yang akan datang... sama aja, itu ngga akan membuat kamu tidak dihujani kritikan pedas.

Menguatkan hati sedemikian rupa, beberapa hari sebelum ujian ketemu teman satu bimbingan yang sudah lebih dulu ujian, "Tenang aja pembimbing kita enak kok... beliau akan membantu menjawabkan pertanyaan-pertanyaan yang kamu ngga bisa jawab,"
Beban saya berkurang sekitar lima kilo.
Teman saya, beda konsentrasi mengemukakan pengalamannya ujian, "Ngga sesusah itu kok, Nin... tenang aja... santai ujiannya kayak diskusi biasa aja sebenernya. Cuma ya emang sih susah untuk ngga grogi sebelum ujian. Waktu ujian dan aku masuk ruangan udah ngga grogi sama sekali karena atmosfernya itu lo.. santai..."
Beban saya berkurang lima kilo lagi. Hati saya sudah lumayan adem.

Meskipun tetap saja, bagian yang menakutkan dari ujian sebenarnya bukan pada pertanyaan seputar skripsimu (yakin saja kamu bisa selama kamu mengerjakan dengan tanganmu sendiri) tapi pertanyaan dasar yang mungkin sudah sejak semester satu kuliah saya lupakan dan gangguan internal grogi yang menjadi blank.. sesuatu yang dapat membuat kita menjadi bodoh secara instan, tidak mampu menjawab pertanyaan yang sebenarnya gampang dan semestinya kita mampu-mampu saja menjawabnya ketika tengah berada ditempat dan suasana yang berbeda.
Nasib....

Kenyataannya :
Sewaktu ujian gambaran itu musnah sama sekali. Sepuluh kilo balik ndekam di hati saya. Dan bukan hanya menerima pembantaian, saya merasa sedang dicincang jadi dendeng dan di giling menjadi abon. Pertanyaan-pertanyaan yang digulirkan melebihi batas perkiraan saya. Serem. Ngeri. Saya ngga mendapatkan bantuan yang awalnya saya pikir bisa jadi pilihan, malah dua kali pembimbing saya meninggalkan ruang ujian untuk suatu hal yah memang ngga lama sih tapi saya jadi tambah depresi. Nyaris saja saya nangis di ruangan ujian ditengah berlangsungnya proses 'pencincangan' itu. Aduh... jangan sampai nangis, Nin... jangan sampai nangis... malu-maluin banget kalau sampai nangis disini.

Saya keluar ruangan untuk menunggu hasil ujian saya dengan muka yang warnanya campur baur, kesal campur sedih... merasa lemah, merasa otak saya 'kopong'.
Saya dipanggil setelah beberapa belas atau puluh menit untuk pengumuman kelulusan. Dosen-dosen saya masih saling berbicara ketika saya membereskan alat-alat presentasi, draft skripsi serta buku-buku teori yang menumpuk. Sesak. Tanpa bisa saya tahan lagi saya nangis disitu, ditempat itu tanpa sebuah alasan yang cukup masuk akal untuk membuat orang lain atau bahkan saya sendiri paham mengapa saat itu, ditempat itu air mata saya banjir seperti luapan air parit setelah hujan deras belasan jam.

Percampuran antara tangisan tidak masuk akal, sakit mag saya yang kambuh dan rasa lelah luar biasa karena sulit tidur pada malam sebelumnya. Saya tidur seperti melamun, ngga sampai berjam-jam. Dini hari jam 3 pagi saya sudah kebangun, tanpa bisa berusaha tidur lagi.. hingga waktu ujian. Yang saya pengin cuma baringan dikasur saya, selimutan dan meluk guling. Susah payah menahan rasa malu karena menangis seperti itu. Saya malu menangis dihadapan orang yang apalagi secara emosi 'ngga sedekat itu' sama saya.

Dan saya dinyatakan lulus, dengan tambahan harus memperbaiki skripsi saya sesuai dengan yang diminta dosen-dosen penguji. Lulus belum resmi, saya masih harus mengejar tanggal yudisium demi officially bachelor of economics tanpa biaya yang mesti ditambahkan lagi. Batas maksimal satu bulan, saya harus mengulang ujian lagi jika melebihi itu. Ngga. Saya harus lulus tanggal 10 Agustus ini.

Saya masih mikir kalau hari itu saya total nekat. Tapi kelelahan luar biasa itu, pengorbanan banyak waktu dihari-hari yang lalu... saat itu terasa worth it dengan pengharapan dan kemungkinan yang lebih besar lagi untuk lulus sesuai deadline yang saya tetapkan.
3,5 tahun +, plus satu semester raib dari kampus.
Hadiah dalam perjalanan menuju alamat saya yang semoga bisa sampai dengan selamat tanpa rusak dan tercecer di tengah jalan. Tanpa tambahan satu + lagi untuk waktu menjadi mahasiswa strata satu.

Tuesday, July 26, 2011

UNSYNCHRONIZED


from elcamiinooreal's mim

AAaaaaaa akhirnya bisa memenuhi kusen saya dengan sesuatu yang jadi sampah pikiran. Dari tadi rasanya hati saya sesak tapi koneksilah yang tidak mengizinkan saya mencorat-coret disini. Tadi ini saya sedang pura-pura belajar (kelihatannya aja baca dengan serius tapi otak saya ngga bisa berhenti membayangkan hal-hal menakutkan seputar ujian, intinya kadang fokus belajar karena merasa butuh kadang membaca sembarang asal dapat banyak karena sesuatu yang manusiawi: ketakutan) di ruang baca fakultas, laptop saya wifinya connect dengan alasan sederhana, saya butuh google. Gtalk auto sign in begitu mendapatkan koneksi.

Ditengah itu seorang temen nyapa saya. Nerusin chit-chat yang terakhir saya lakukan via GT dengan dia. Si teman ini, cowok. Penempatan kerja di wilayah yang kira-kiranya saja terpencil. Dia bilang sama saya mau nikah dengan seorang wanita yang wanita itu dan keluarganya sudah dia dekati beberapa bulan belakangan ini, dia bilang dia ngga tahan hidup sendirian dan ngga ada yang ngurusin.

Manja ah kamu, kata saya.

Apa yang salah dengan sendirian di pelosok sebagai lelaki, tentu saja itu resiko kerja. Mana ada men kompensasi tanpa pengorbanan... Lha wong lotere aja juga mesti korban beli kartu undiannya toh?

Apa yang salah dengan mengurus diri sendiri? Toh manusia juga punya bakat survive sedari jaman purba. Saya yang begini doang saja tahan-tahan aja hidup dengan mengandalkan diri sendiri demi mandiri dan ngga nyusahin orang lain selama saya bisa mengatasi sesuatu sendiri.

Apakah cuma sedemikian aja alasan buat menikah?
Karena aku ngga ada yang ngurusin, makanya aku nikahin kamu?
Begitu...??
Ngurusin dalam arti apa sih...? Ngga ada yang masakin, nyuciin baju, beresin rumah buat kita?
Kita butuh istri apa sebenernya butuh pembantu rumah tangga?

Sesuai dugaan saya dia melakukan legitimasi penguatan tindakannya dengan agama. Aduh.... tentu saja saya setuju dengan dalil-dalil itu tapi apakah menikah adalah sesuatu yang kamu pandang sebagai pelegalan untuk melimpahkan semua tetek bengek kerjaan kepada istri? Biar enjoy kerja dan santai-santai aja tanpa mikir nyuci baju, nyiapin sepatu apalagi nyapu-nyapu.

Saya males debat-debatan, saya bilang terserah kamu... itu sih hidupmu dan kaitannya dengan istri dan keluarga kalian berdua. Bukan urusan saya sih... Monggo-monggo saja.

Dalam hati saya menyayangkan alasannya. Entahlah bagi saya menikah itu bukan sesuatu yang keburu-buru karena sesuatu kondisi. Karena pada akhirnya menikah dengan cara seperti itu sebenarnya adalah bentuk dari keegoisan salah satu pihak saja.

Apa ngga bisa paling ngga menunggu hingga niat kita sudah lebih murni, "aku pengin selalu kamu sama-sama aku menjalani hidup, aku pengin ngurusin rumah dengan bagi tugas bareng kamu, aku pengin bareng kamu nuntun anak-anak kita menjalani hidup mereka, bukan karena aku atau kamu ngga bisa sendiri tapi sama-sama memang yang paling baik kan?"

Mungkin saya ngga bisa menggambarkannya dengan tepat sesuai maksud yang saya ingin, Keinginan bersama-sama yang bukan dilatari pingin dirawat, pingin dimanjakan yang landasannya karena takut sendiri, tapi ketika kita sudah memikirkan... bagi dia bersama-sama menapak tahap hidup yang selanjutnya mungkin pilihan terbaik karena dari berbagai sudut penilaian dia sudah menapak siap lahir batin itu.

Kapan waktu seorang teman yang terpaut beberapa tahun usianya dari saya, lelaki dan sudah menikah bertanya : kapan nikah?

Kapan-kapan aja mas hehe, entah mungkin saya rasa jalan saya masih jauh....
dia membalas: jangan sombong, umur manusia ngga ada yang tahu.

Sejujurnya perkataan itu cukup mengganggu hati saya, kamu ngga pernah kehilangan satupun orang yang kamu kasihi dan kamu ngomongin masalah umur dan kematian sama saya? batin saya yang lagi labil nggrundel.

Tarik dan hembus nafas lama, berusaha menurunkan emosi saya sambil berusaha ngga menulis dengan nada marah....

Soal itu saya sih sangat tahu mas... tapi persepsi kita beda sih memang soal umur yang ngga terbaca sampai kapan ini. Bagi saya kalau saya besok mati dan ngga sempet nikah ya ngga apa-apa... Lha wong itu kehendak yang punya nyawa saya, saya sebagai ciptaanNya manut. Saya sih ngga mau semisal tahu perkiraan umur saya karena misalnya saya sakit parah kemudian maksa menikah karena pengin merasakan menikah sebelum saya meninggal... saya ngga mau begitu karena kasihan kan orang yang hidup sama saya itu... baru berapa lama bareng saya saya tinggal mati. Dia kan juga butuh teman hidup yang ngga cuma sesaat... egois misal saya begitu.

Hening.

Sangat lama sebelum dia membalas dengan ralat, bahwa dia cuma bercanda, entah benar atau tidak... tapi saya rasa ucapan 'nusuk' itu lumayan serius sih.

Bagi saya terserah bagi kamu atau kamu atau kamu untuk menikah tua, menikah muda, tidak menikah atau menikah dengan alasan-alasan yang kayaknya selfcentered, bukan demi kebaikan berdua tapi lebih pada kebaikan sepihak. Tapi jangan ngusik-ngusik saya, ndesek-ndesekin saya untuk ngikutin jejak kalian-kalian ini dengan berbagai dalih... menyuapi saya segala dalil yang saya sepakati tapi tidak saya telan dengan makna yang sama dengan yang kalian yakini. Terus menuduh saya beginilah begitulah..... seperti yang pernah saya terima di posting saya yang lebih dulu tentang menikah muda... komentar lelaki-lelaki yang : jangan begitu dong kan kamu wanita semestinya kamu begini lo.... atau komentar dari wanita-wanita yang terkesan menilai bahwa kalau saya tetep begitu sampai kapanpun saya ngga akan pernah siap menikah.

Saya menjalani hidup saya dengan cara-cara saya... kalau saya nyesal itu bikin saya belajar tapi setidaknya sayalah yang milih jalan saya sendiri, bukan dipilihin. Bukannya nyalahin anda atau anda atau anda karena maksa ngasih saya sebuah tindakan tanpa hak pilih.

Menikah itu menyempurnakan agama, lebih menundukkan pandangan dan banyak lagi manfaat lainnya.
Saya setuju.
Tapi tidak ada keharusan untuk melakukannya saat usia hidupmu sudah mencapai usia sekian kan? Jodoh saya sudah ada yang ngatur, saya sangat percaya itu. Kalau maunya Allah saya akan menikah pada suatu waktu yang entah hanya Dia yang tahu, maka saya akan lancar menikah pada waktu itu. Bukan dengan terburu-buru takut dibilang ini takut dibilang itu. KuasaNya nyata, jadi tidak patut rasanya kita meragukanNya.

Bagi saya, saya masih punya banyak mimpi. Saya kuliah susah payah dengan biaya yang tidak sedikit bukan untuk menjalani hidup yang 'bagi saya' hanya 'begitu saja'. Standar.... saya ngga punya pandangan yang sama dengan seorang teman saya yang bilang, "Yah kalau ada cowok yang datang ngelamar aku dan pas sama semua kriteriaku yaudah... what are you waiting for gitu kan?" Hehe saya cuma ketawa, cuma bisa diem mbatin... kok pasrah amat... bukannya bareng sekarang atau nanti dilepas berapa kalipun juga bakal balik lagi kalau dia benar dipilihkan Tuhan untuk kita? Dan mimpi saya sebelum menjadi seorang istri adalah mewujudkan banyak cita-cita, lulus kemudian mengisi waktu satu tahun sebelum kuliah lagi dengan sesuatu yang bermanfaat, kuliah lagi, mencicipi jenjang karier yang bagus dan gaji yang sama bagusnya pada pekerjaan yang saya sukai atau yang sesuai dengan bidang kemampuan saya selama beberapa tahun yang mungkin diselingi dengan travelling. Paling tidak, saya pernah mencicipi itu... pengalaman, karier dan penghasilan yang menuntut pemaksimalan sumberdaya yang kita punya sebelum akhirnya mengalah untuk bekerja yang lebih ringan untuk untuk lebih banyak berada di rumah demi keluarga saya nanti. Saya hidup untuk melihat dunia sebelum melepaskannya dikemudian hari dan menggantinya dengan tanggung jawab utama seorang wanita yang umum, ibu, istri.

Saya punya cita-cita yang saya simpan untuk diri saya dan sudah sekian lama pernah saya koarkan dihadapan ibunda saya. Saya ngga mau mengorbankan itu jika saya bahkan tanpa pernah merasakannya. Ibunda saya menyekolahkan saya bukan untuk melihat anaknya menikah buru-buru seolah besoknya dunia runtuh padahal ketika itu dunia masih tersingkap seperdelapan dipandangan mata saya. Saya ngga sesuperior itu untuk merasa cukup dan besar dengan merasa diri saya sudah memandang keujung dunia.

Bagi saya masa hidup anak setelah lepas dari uluran tangan keluarganya menyandang tanggung jawab untuk membalas uluran tangan itu. Bahwa saya bisa menjadi seperti ini. Bahwa beliau tidak menyia-nyiakan segala itu tanpa saya menjadi apa-apa. Bahwa dengan pemberian berupa ilmu yang beliau beri melalui sekolah itu saya bisa menjadi berhasil dengan kaki sendiri tanpa bantuan dana beliau lagi, sama sekali.

Yang lebih utama lagi, keputusan yang saya ambil dalam menjalani hidup saya terjadi setelah mengalami proses yang panjang dan pemikiran yang mantap. Dengan masak-masak, bukan dengan spontanitas... alasannyapun bukan dengan hanya hal-hal yang saya sebutkan diatas, tapi juga karena hal-hal lain yang melandasi itu. Jadi jangan desak saya mengikuti jalan anda karena anda tidak mengalami hal-hal yang sama seperti yang saya alami, beban yang sama seperti yang saya tanggung dan alasan-alasan yang tidak tercantum dalam kehidupan dan pikiran anda namun ada pada pikiran saya. Tidak harus saya menjabarkan alasan-alasan itu semuanya untuk saya beritahukan kepada anda-anda ini kan....?

Setuju dan tidak setuju terserah anda ya, kadang saya pengin banget menekankan dengan huruf BOLD BESAR BESAR... ini jendela dan lembaran milik saya, saya nulis disini karena saya pengin tetap waras, saya nulis disini karena ngga pengin kebeban dan keberatan pikiran. Saya nulis ini untuk cerita. Saya nulis ini untuk menyampaikan pandangan saya, bukan untuk mengklaim yang ini benar dan yang ini salah. Atau apalagi menyalahkan anda karena tidak menjadi seperti saya.

Seperti yang saya bilang, itu hidup anda... ini hidup saya... selama bukan hal yang luar biasa buruk jika dilihat dari pijakan/pedoman yang pasti, maka kita hidup dengan cara yang kita pilih. Yang kesemuanya itu tentu diikuti tanggung jawab yang setara.

.

Friday, July 22, 2011

ATAU MUNGKIN... SERATUS SEKIAN HARI


from elcamiinooreal's mim

Seperti kotak kejutan yang lama tidak bisa dibuka, tanpa sengaja berhambur ketika tersenggol gerakan spontan. Seperti itu rasanya.
Ratusan hari saya merindukan kamu, ribuan hari dari pertama kali saya meyakini : kamu berbeda.
Maka saya jatuh cinta. Sebegitu mudahnya orang seperti kamu ini, dijatuhcintai.
Saya membawa kamu bersama dentingnya. Saya mengingat kamu diantara suara berisik indahnya, daftar lagu-lagu yang sama dengan yang setiap ponsel saya punya cadangan energi yang cukup... saya putar mereka terus menerus setiap saya merasa sakit.
Sebentar saja kamu berlalu dan saya sudah begitu rindu, dulu. Apalagi sekarang, entah benar-benar ratusan hari atau saya saja yang merasa sudah selama itu.
Saya menerima rentetan pesan itu sekitar dini hari tadi : kamu ngga nitip salam buat dia?Dia?Saya tertawa dihadapan layar.
Salam?Kita kan tidak sejauh itu ya, sampai harus saling mengirimkan salam melalui manusia lain.
Saya akan kirim sandi morse saja dari sini buat dia haha, jawab saya dengan sambungan yang cuma tertulis dari dalam tempat asalnya rindu... kamu pasti bisa merasakan rindu yang saya ukir. Kenanganmu terputar setiap waktu di layar mata saya dan itu saja yang mampu selalu menguatkan saya untuk menujukan rindu pada orang yang sama setiap waktu.
Saya mau oleh-oleh ya, sebungkus cukup kok :D, ketik sayaBalasan itu datang : Haha, ya nanti saya bawain sebungkus dia buat kamu.Kalau saja dia bisa dibungkus segampang itu dan dikirimkan ke sisi saya saat ini.Tiba-tiba saya teringat Praha, satu tempat yang saya kenal keberadaannya mungkin sekitar lima tahun lalu. Tiba-tiba saya kepingin melihat kota itu di malam hari bersama kamu.

Wednesday, July 20, 2011

DEAR SMOKERS,

Dear Smokers, please get a plastic bag and cover yourself whenever you want to start smoking to enable you to enjoy the smoke 100% by yourself. I don't want any percentage of your smoke nor do my friends who don't smoke. Don't kill me if you want to kill yourself.
Regards, Non-smokers.P.S.:Copy and paste this message at your profile to support the "keep smoke away" campaign.

Wednesday, July 13, 2011

MELANGKAH

from elcamiinooreal's mim

Pernah merasa bahwa tanpa dapat kita kendalikan waktu berlalu sedemikian cepat?
Kadang-kadang kita hanya berkonsentrasi bahwa detik demi detik melambat ketika sedang menanti sesuatu, melihat tujuan dan berpikir bahwa waktu masih perlu bergulir lama untuk mencapai waktu yang kita nanti. Seolah kita tengah berada dalam sebuah bis dalam perjalanan keluar kota yang membutuhkan waktu dua puluh empat jam. Kita akan berpikir yah masih lama... ketika bis mulai melaju hendak meninggalkan terminal.
Dan wahh sudah sampai ketika selama 24 jam tadi sebagian besar kita gunakan untuk tidur bis telah sampai ke kota tujuan.
Seperti konsep waktu dalam persepsi kebanyakan orang.
Termasuk saya.
Ketika saya hendak mendaftar masuk kuliah pada tahun pertama. Saya merasa masih terlalu kecil untuk tingkatan masa yang lebih tinggi : Mahasiswa. Maha dan Siswa, Siswa yang boleh jadi mendapatkan penambahan hak disana-sini dan kemudahan yang berbeda. Peraturan yang melonggar pada aspek penampilan ketika mengikuti proses belajar. Seragam yang serupa sudah jadi berwarna-warni, sepatu yang dulunya pantofel hitam sebagai setting default, dan sneaker putih atau warna-warni ketika berolahraga sudah berganti rupa menjadi warna-warni bertempel pita-pita, bunga dan heels yang naik. Rambut gondrong yang terancam digunduli guru sudah jadi hal yang wajar di lingkungan kampus. Biarlah, masih lama juga lulusnya...
Dan sekarang ketika saya berada pada penghujung semester. Saya gundah. Entah bagaimana caranya berpisah dengan ransel bulukan dan kebiasaan tidur dini hari. Entah bagaimana caranya berpisah dengan pola hidup yang tidak beraturan, pakaian yang asal pakai... ngga harus rapi dan wajah polos tanpa make up yang kemungkinan akan dianggap dosa dalam penampilan.
Time so much running. I'm grow old, I should be more mature when facing a problem.
Dan saya ngga tahu harus bagaimana setelah semua proses ini benar-benar usai. Bukannya saya ngga punya rencana tapi ternyata yang saya rasakan ketika sudah mendekati sandangan gelar Sarjana masih sama ketika saya ada di tahun pertama dulu : "saya masih terlalu kecil...".
Saya masih anak ingusan yang belum sepenuhnya tahu apa saja isi dunia. Apa saja yang pernah saya jalani bukanlah apa-apa dibandingkan kurang lebih semilyar rasa-rasa tentang hidup. Saya ketakutan.
Sementara selama ini saya selalu merasa saya adalah pohon yang berjuang untuk tegak ketika di peluk badai. Badai di bawah sudah berlalu dan saya terus bertambah tinggi. Angin di tempat yang lebih tinggi itu lebih besar, lebih super.
Jadi akan seperti apakah macam deraan yang akan saya terima nanti?
Alirkan do'a bagi saya seperti sungai-sungai dari pegunungan itu, yang alirannya berasal dari mata air.
Hari ini sudah jadi bagian dari hari-hari terakhir saya berada di bangku kuliah strata satu.
Jadi maaf jika saya terkesan mengabaikan tanggapan-tanggapan yang mampir. Kuliah saya harus selesai sesuai waktu yang saya rencanakan seperti catatan-catatan yang lebih dahulu saya buat di jendela ini. Mungkin untuk beberapa waktu tidak ada kunjungan. Komentar memenuhi kotak moderasi saya dan percayalah, saya akan membalas dengan kunjungan yang saya usahakan setimpal ketika semua ini telah benar-benar selesai. Segala tekanan melonggar untuk waktu yang terbatas untuk kemudian bertambah kuat.
Namun selama jeda waktu meniadakan kunjungan itu... ketika hati saya penuh oleh macam-macam kata, saya tetap akan mengukirnya disini. Sementara saja, hanya bisa mengukir tanpa menatap balik.

Terima kasih saya gulirkan untuk kedua kawan saya Moh. Saiful Azhar dan Tovan Octaverdinan atas kesediaan membalas pesan-pesan pendek berisi pertanyaan saya yang seringkali mungkin terasa aneh dan mengganggu. Serta diskusi-diskusi kecil via email, message atau langsung yang sangat penting artinya bagi kepala saya dan penyediaan software program yang saya perlukan. Saya rasa terima kasih itu sepertinya tidak cukup hanya berada di halaman Kata Pengantar saja, maka saya letakkan juga disudut jendela ini.

Wish me LUCK...

Saturday, July 9, 2011

SAYA DAN AKTIVITAS


Kuliah saya memang sudah habis, sebagai mahasiswa tingkat akhir saya tidak lagi berada di kelas dan menerima kuliah dari dosen. Saya lebih banyak berada di perpustakaan kampus saya atau di perpustakaan kampus orang lain pada hari-hari biasa karena bimbingan skripsi saya dilakukan saat weekend. Membaca buku-buku yang berkaitan dengan topik skripsi atau membrowsing berita ekonomi dari layangan wifi perpustakaan.

Aktivitas saya memang cuma membaca dan mengetik, dan selama itu saya berada dalam ruangan dingin. Saya pikir sebelumnya berangkat dari rumah dengan mandi dan semprotan aroma vanilla body mist saya yang biasa saja sudah cukup. Toh saya ngga beraktivitas outdoor yang menimbulkan keringat sehingga saya butuh deodorant untuk melindungi diri dari bau badan. Namun ternyata tidak cukup, keringat bisa terjadi dimanapun dan disaat apapun bahkan meski berada di ruangan dingin ber-AC. Contohnya ketika saya jatuh sakit karena kelelahan dan beban pikiran, keringat saya malah semakin banyak bahkan ketika berada di ruangan dingin atau cuaca berangin. Apalagi kalau keringat berlebih saya itu sampai bikin basah baju, khususnya di lipatan ketiak saya. Kebayang kan semisal sering berada di ruangan perpustakaan yang penuh rak-rak tinggi seperti aktivitas saya sehari-hari, gimana bisa ngambil buku yang berada dirak-rak atas kalau ngangkat tangan aja segan karena pas ngga sengaja menyentuh daerah lipatan baju di daerah lengan, iihh ternyata si ketiak basah. Malu dong... kalau ketahuan orang-orang yang berkepentingan di rak yang sama. 

Monday, July 4, 2011

SOLILOKUI #12

Ketika ada disini, jari saya lebih sering bungkam. Entah muntahannya tertahan di dalam. Jadi maafkan untuk update yang begitu lama tidak juga muncul atau sapaan ke rumah-rumah sahabat yang terhambat datang melalui boks-boks pesan. Semoga dengan kesemuanya ini saya mendapatkan kemakluman.

Otak saya terlalu penuh suara dan kebisingan, akhir-akhir ini. Mungkin banyak sekali yang semestinya menjelma kata, tapi yang saya dapati hati saya tidak sejalan bergerak mencipta apapun. Pikiran saya sudah terlanjur menancap disuatu tempat. Dan sisanya penuh dengan rencana-rencana bulat yang saya harus bisa melaksanakannya. Kalau ada kompromi justru ini malah tidak akan selesai pada waktu yang seluruh diri saya menyepakatinya diam-diam. Bulan Juni sudah habis tiga hari lalu dan waktu saya semakin pendek. Panik dan kekurangyakinan memeluk saya rapat. 

Semoga segala hal baik-baik saja dan berjalan sesuai rencana. 
Saya rindu kamu jendela, tetapi untuk seperti ini saja saya merasa harus mencuri sedikit dari waktu.

SONETA 17 - PABLO NERUDA

Aku tak mencintaimu seperti engkau adalah mawar,
atau topas atau panah anyelir yang membakar
Aku mencintaimu selayaknya beberapa hal
terlarang dicintai, diam-diam,
di sela-sela bayangan dan sukma

Aku mencintaimu seperti tetumbuhan
yang urung mekar dan membawa jiwa
bunga-bunga itu di dalam dirinya,
dan karena cintamu,
aroma bumi yang pekat tumbuh diam-diam
di dalam tubuhku
Aku mencintaimu, tanpa mengerti bagaimana,
sejak kapan, atau dari mana

Aku mencintaimu dengan sederhana,
tanpa kebimbangan, tanpa kesombongan:
Aku mencintaimu seperti ini,
Karena bagiku tak ada cara lain untuk mencintai

Di sini, dimana "aku" dan "kau" tiada,
Begitu erat, hingga tanganmu di atas dadaku
adalah tanganku
Begitu erat, hingga ketika kau tertidur,
kelopak matakulah yang tertutup



Catatan :
Saya jatuh cinta melihat susunan kata itu menghias sampul belakang sebuah buku di acara obral buku murah. Puisi yang dikutip seorang penulis yang mewakili isi cerita dalam novelnya. Susunan kata yang cukup membuat buku itu kemudian saya larikan pulang setelah berhenti di kasir. Saya rasa kakek romantis Pablo Neruda resmi menjadi salah satu ahli kata-kata favorit saya, dan ketika satu ramuannya begitu mampu mempesona saya... gerakan spontan lain tercipta tanpa terencana... saya menelusuri ramuan-ramuan kata-kata ajaibnya yang lain.
Previous Page Next Page Home