Sunday, April 29, 2012

Enjoying pottermore.com

Waktu sedang main sims social on facebook adik kos sekamar saya, Fifi nyeletuk, "Mbak, mbak kan suka Harry Potter kan?"
"Iya Fi, kenapa?"
"Coba deh mbak buka pottermore.com..?"
"Hoh apa itu?"
"Gamenya HarPot, bagus deh mbak... seru..."
Saya kemudian membuka situs itu dan ketularan senang masuk ke dalamnya. Pottermore adalah game yang harry potter banget, berisikan judul-judulnya yang masing-masing berchapter. Ketika kita melangkah chapter demi chapter ada tugas-tugas yang harus kita lakukan, mencari benda penting, galleon, berbelanja di Diagon Alley, memasak ramuan dan belajar menggerakkan tongkat untuk mantra, bisa juga duel antar penyihir. Gambarnya bagus seolah gambar animasi 3D yang keren sekali. Saya suka.

Pertama mendaftar, setelah konfirmasi seperti situs-situs pada umumnya saya diberi pilihan nickname yang akan saya gunakan, ini mesti dicatat karena seterusnya nickname itulah yang akan kita gunakan untuk login situs. Nickname saya RainQuest30003. Mari main dan saling jadi teman :D. Saya menikmati menjawab pertanyaan-pertanyaan di toko Ollivander untuk menentukan tongkat sihir yang cocok dengan saya. Redwood dengan inti pheonix katanya. Saya juga menjawab pertanyaan-pertanyaan untuk menentukan asrama mana yang lebih cocok dengan saya menurut topi seleksi. Jadi yang cocok dengan saya adalah asrama Ravenclaw dengan penjelasan Ravenclaw menghargai pribadi yang eksentrik dan tidak biasa, atau aneh. Ravenclaw berisi orang-orang pintar yang eksentrik. Teman bergaul: Gryffindor oke tetapi mereka kurang toleran pada manusia-manusia Ravenclaw yang kebanyakan aneh dan tidak mudah dipahami. Slytherin tidak semuanya menyebalkan tetapi tetap harus berhati-hati. Dan Hufflepuff mereka baik hati namun tidak perlu khawatir jika ada dalam satu arena pertandingan dengan mereka.

Yang ada dipikiran saya adalah ini: Nggak di dunia nyata, nggak di dunia maya saya tetep saja ya masuk golongan tidak biasa deh (aneh) -___-
Anyway mari main pottermore yuk... sayangnya meskipun game ini bagus dan animasinya pun juga menyenangkan mata, tapi karena masih baru jadi hanya tersedia seri satu yaitu Harry Potter and The Sorcerrer Stone. Seri dua baru akan diupdate kira-kira Juni-Juli. Masih lama juga ya....

Friday, April 27, 2012

Cerita Stasiun

perjalanan dengan kereta, yang akhir-akhir ini menjadi pilihan pertama saya
(pic taken random by google)
Tarif bis dari Malang ke Surabaya naik 5.000 rupiah, karena berasa banget mengeluarkan uang tambahan 5.000, jadi saya lebih memilih naik kereta kelas ekonomi yang berkali-kali lipat lebih murah. Turut bangga dengan semakin berkembangnya sistem perkereta-apian Indonesia. Penumpang bisa mendapat tempat duduk masing-masing sesuai tiket tanpa perlu rebutan tempat seperti dulu. Tidak juga ada asap rokok berkeliaran. Walaupun udara panas di dalam kereta namun yah masih bisa tertahankan kok...

Meskipun sayangnya ruang tunggu stasiun masih tetap ada saja yang nekat merokok, walau didepannya berserakan tulisan dilarang merokok. Nggak bisa baca atau pura-pura nggak tahu ya...?
Saya sampai di stasiun jam setengah satu meskipun kereta saya berangkatnya masih nanti jam 3 sore. Saya menyodorkan tiket kepada penjaga pintu, maunya masuk ruang tunggu dalam. Toh jarak berangkat kereta api yang berjauhan masih menyisakan tempat duduk di ruang tunggu dalam. Pikir saya, karena saya ini jenis orang yang suka minum dan harus sering ke toilet biar nggak repot kalau dekat-dekat kereta berangkat baru panik ke toilet sementara kereta kan nggak mungkin mau nungguin saya ke toilet dulu baru berangkat. Ke toilet yang di dalam kereta api juga entah tidak sampai hati saja sih rasanya...

"Nanti jam 2 mbak baru boleh masuk..." kata mas penjaga, oke deh saya tetap duduk di ruang tunggu luar dulu. Ketika waktu sudah menunjukkan jam 2, ada penumpang-penumpang lain yang mau masuk tapi dengan nggak konsekuen ternyata masih dilarang. Saya terkantuk-kantuk baca buku di kursi. Saya melihat penjaga pintu yang pakai baju hitam-hitam dengan atasan dikeluarkan. Mukanya nggak enak. Sepintas saya jadi ingat kakak tingkat saya semasa SMA dulu yang pacarnya banyak dan gonta-ganti, terlihat sombong tapi sebenarnya lucu. Penjaga itu muka-mukanya mirip si kakak kelas tapi dengan kesotoyan dan kesengakan jauh diatasnya. Saya mbatin. Mas ini mukanya kayak senang nyari masalah dan sok-sokan gitu deh.

Tante disamping saya yang barusan saja datang beberapa menit tanya, "Mbak kalau mau sholat dimana ya?"

"Umm.... dimasjid dalam bu."
"Boleh masuk nggak ya?"
"Ya bilang aja mau sholat kayaknya boleh kok, Bu..." jawab saya, berdasarkan pengalaman di stasiun malang yang meskipun kereta belum datang saya bisa masuk dan sholat di masjid.
"Soalnya saya belum sholat nih tadi... ya sudah deh saya tanya," tante itu berdiri ke petugasnya.
"Belum boleh masuk bu..." kata si mas-mas sok.
"Loh saya kan mau sholat sebentar,"
"Memang peraturannya begitu kok... ibu muter saja kearah sana deh."
"Ya kan jauh mas saya nggak tahu jalannya kemana, memang kenapa sih masuk musholla di dalam aja?"
"bla...blabbblaaa...." (saya nggak dengar dia ngomong apa), tante yang nanya saya marah, "Saya mau sholat dhuhur, waktunya sudah mepet ini. Gimana sih mau sholat aja dipersulit. Coba sih mas siapa sih namanya?" tante itu merebut name tag mas-mas sok dengan sebal, dengan ekspresi seperti mau melaporkan mas-mas sengak itu keatasannya langsung, tante itu kemudian masuk begitu saja dengan jengkel dan tidak ambil peduli pada mas-mas sengak.
Saya senyum, saya suka bagaimana tante itu bereaksi. Keren deh.


Beberapa saat kemudian entah ada masalah apa gitu digerbang pintu masuk ribut-ribut, sepertinya ada penumpang maksa masuk. Mas-mas yang nggak bisa masuk itu ngomel bolak-balik dan mas-mas muka sok marah, "Masnya ngancem ya?" ngeluarin sesuatu dari kantong celananya (oh saya pikir pistol sih), sejenis alat setrum gitu dan menghidupkannya sembari menghampiri mas-mas ngomel. Suaranya keras, jadi satu ruang tunggu luar langsung bengong menontoni aksi hiperbolik itu. Mas-mas petugas keamanan segera turun tangan dan mendinginkan suasana, merangkul mas-mas ngomel dan mengajaknya ngobrol baik-baik.

Dua orang mbak-mbak yang baru duduk dibelakang saya menggerundel, "Ih emang berlagak deh mas-mas baju hitam itu,"
"Iya tuh idih sok-sok an banget. Lebay..."
Penasaran, saya nengok dan bertanya, "Ada apa sih mbak?"
"Ini nih tadi kita mau masuk nggak boleh padahal sudah bilang kalau kita loh mau sholat, belum sholat dhuhur ..."
"Iya?" saya shock.
"Iya ngeyel dia kalau nggak boleh masuk, malah ditanyain macam-macam gimana sih dia itu dasar deh... kita kan punya tiket dan nggak mungkin main naik kereta yang bukan jam kita seenaknya..."
"Kalau dia nggak percaya kan dia bisa nungguin mbak berdua ya..." saya ikut nimbrung.
"Nah makanya... yasudah deh biar dia menanggung semua dosa-dosanya masa orang mau sholat aja nggak boleh. Emangnya dia nggak pernah sholat? Padahal yang non-muslim saja bisa lebih toleran... bisa-bisanya dia nyebelin begitu."

Saya diam.
Mas-mas baju hitam-hitam bermuka sengak di stasiun Gubeng yang entah siapa namanya. Saya tahu dia petugas yang menjalankan perintah tapi saya miris dengan cara dia yang menjalankan wewenangnya dengan sok-sokan. Mentang-mentang dia punya wewenang. Apalagi soal ibadah, sesuatu yang mestinya dimengerti oleh siapapun yang ngakunya penduduk Indonesia yang menganut Bhineka Tunggal Ika nan toleran.
Lagipula dia kan juga seharusnya sedikit saja mikir, masa orang mau beribadah dipersulit.
Memangnya dia mau hidupnya dibalas persulit oleh Tuhan?
Kalau nggak percaya alasan mereka masuk mau beribadah ya... pasang saja orang ditempat ibadah untuk mengecek mereka beneran beribadah atau nggak terus dikonfirmasi.

Banyak jalan menuju peraturan yang lebih baik tanpa mengkonfrontasi hak manusia untuk beribadah ataupun ke toilet secara bebas jadi mohon penetap peraturannya juga meninjau ulang. Lebih buruk lagi, hal ini bisa menimbulkan efek berantai sih ya... Orang yang marah karena dilarang beribadah mungkin cuma satu, tapi ingat mulutnya kemana-mana... dia bisa saja berkeliaran membicarakan image sesuatu dari sudut pandangnya sendiri. Akhirnya dari salah oknum-oknum sengak bisa jadi merembet ke salah seisi perusahaan deh...
Sayang, kan?

Thursday, April 26, 2012

Sebelum Terlelap

Dalam gradasi dingin - hangat
(pic taken random by Google)
Definisi nyaman malam ini adalah, tidur tanpa perlu menyalakan kipas angin, tanpa kembung-kembung dan bisa memeluk guling. Meringkuk dalam udara sejuk dengan selimut tebal dan bau salep hangat disekujur tubuh, tukang pijat pribadi saya.
Begitu dekat dari hal-hal yang saya sukai.
Begitu jauh dari orang-orang yang saya kasihi.
Dalam gradasi dingin-hangat ini, saya mungkin saja merasa sepi.

Tuesday, April 17, 2012

Kalau (?)

pic taken from encanta's mim
Kalau saja bisa terus seperti itu, saat-saat ketika saya bilang saya rindu dan kamu menjawab: "Ya besok kan bisa ketemu."Ermmm.....
Mau saya sih. 
Karena bukannya kita sudah terlalu lama menikmati jarak?

Sunday, April 15, 2012

Kumat

Ngomong baik-baik kan bisa....
pic taken from blueberrypie's mim
Gas kos saya lagi habis, nah karena saya makainya kadang-kadang tapi nggak keberatan urunan jadi ya saya biarkan mereka yang beli. Saya tinggal nanya aja kalau ada gas baru saya kudu urunan berapa.

Mereka nampaknya kayak gantian beli, atau bagaimana saya sih nggak tahu bagaimana prosedurnya. Pikir saya kalau memang nanti saya diminta beli ya apa susahnya tinggal nanti saya beli saja. Saya yang jarang di kos, waktu habis bolak-balik surabaya dan sangat jarang memasak pakai kompor jadi mengabaikan apa saja yang ada di kos.

Waktu saya mau masak kemarin saya nanya, "Ini gasnya habis ya?"
si adik kos saya menjawab, "Iya habis nunggu yang giliran beli mbak..."
"Oh..." saya yang nggak ngerasa diam saja.
Sampai akhirnya tadi seusai saya mandi dan cuci baju, saya jemur handuk di tempat jemuran. Mereka yang kumpul-kumpul ngobrol keras, ke adik kos saya yang angkatan paling muda. "Ayo kamu beli gas sana B!"
"Nah giliran kami kan udah, ayo kamu dan teman giliranmu. Kamu gilirannya sama siapa?"
"Sama mbak O."

Adik kos saya yang gemuk, putih, imut-imut (first impression saya disini dia terlihat lucu meskipun semakin saya kenal ternyata kelakuannya surely memuakkan) bilang, "Ehyaaaa masaa nunggu Mbak O yang masih pulang dan belum balik buat beli gas!" suaranya keras berlebihan, bikin muak.

Saya ngeh, oh maksudnya itu nyindir. Saya membatin kok bisa ada orang yang berkelakuan memuakkan dan tidak praktis seperti itu. Dia bisa saja ngomong,"Mbak yang beli gas ya kali ini... kita semua udah pernah dapat giliran nih." bukannya bersuara keras berlebihan yang tujuannya mau nyindir. Nggak bisa yang biasa aja gitu ya???? Dia bahkan lebih muda dari saya, tapi kekurangajarannya sudah super saja...Saat itu saya merasa tidak ada gunanya berbaik-baik atau bersikap manis dengan tipe manusia yang seperti itu. Jika diberi sesuatu yang manis mereka akan menelannya tapi jangan pikir kau tidak akan pernah terkena ludahan mereka. Saya spontan ingat perihal traktiran gorengan atas honor saya. Saya jarang berinteraksi sama mereka tapi tetap berusaha berbagi rejeki. Saya bilang dibagi ya.... meskipun ujung-ujungnya nggak juga, satu orang adik kos dibawah yang kamarnya nyempil nggak mendapat bagian. Begitu juga adik kos yang saat ini sekamar dengan saya.

Saya diam dengan perasaan muak meluap-luap, memasukkan cucian yang sudah kering ke dalam kamar. Berganti baju dan kemudian keluar kamar, memanggil si B buat beli gas. B tanya beli dimana ke sekumpulan yang lain dan bagaimana urunannya. Saya nyeletuk kalau sudah beli saja dulu baru nanti urunan.
Seusai beli B tanya ke saya, "Urunannya gimana mbak?"
"Nggak usah." saya menjawab pendek dan keluar kos lagi, membeli obat penahan sakit karena gigi saya tumbuh di bagian paling belakang.

Waktu mau masuk kamar seusai saya kembali ke kos B bersikeras mengulurkan uangnya ikut urunan. Saya bilang nggak usah, saya bilang juga ini urunan saya yang terakhir dan saya sudah nggak ikut lagi pakai gas.
"Kalau minta aku beli gas ngomong aja, aku juga nggak masalah kalau memang diminta. Jangan kayak kebanyakan suara jejeritan begitu." Dengan nggak punya rasa malu, bersalah atau minta maaf, si sumber kekumatan saya diam. Entah bagaimana ekspresinya. Sesudah itu saya masuk kamar. Mungkin mereka bisik-bisik lagi ngomongin saya, terserahlah. Saya malas berurusan dengan orang-orang berkepribadian memuakkan.

Saya kumat.
Paling nggak suka dengan mental kecut dengan mulut manis palsu begitu. Kalau dibelakang saja menikam.
Mereka masih terlalu hijau bahkan untuk tahu bahwa tidak selamanya posisi mereka bisa diatas, tercover kawan-kawan dan dimaklumi meskipun melakukan berbagai hal bodoh. Sempilan dialog mereka kadang bilang kalau tidak mungkin seseorang bisa lepas dari omongan 'rasan-rasan' orang lain. Saya tahu itu. Sayapun tahu kalau bahkan sahabatpun bisa mengomongkan kita dibelakang. Tapi bukan itu poinnya.
Itu tidak masalah kalau mereka tetap bilang pada kita apa yang salah, apa yang mereka tidak sreg pada kita.

Barangkali benar, nilai sebuah ketulusan bisa dilihat dari setelah beberapa waktu kita mengenal seseorang.
Memang menakutkan tapi bagi saya sebaiknya jangan coba-coba membuat masalah pada seseorang dengan alasan yang sebenarnya tidak patut dipermasalahkan, bisa saja nantinya akan berbalik lagi kepada kita. Terutama pada orang-orang yang tidak berteman baik dengan hidup.

Saya teringat pembicaraan dengan salah seorang sahabat yang hidupnya sangat tidak mudah, dia dulu sering diejek 'anak mama' karena tidak pernah mau kemana-mana dengan alasan mesti menjaga ibunya. Keluarga dia tinggal ibu sementara kakaknya kuliah di luar kota. Suatu hari si teman yang suka meledek dia itu ngobrol dengan sahabat saya mengenai acara-acara kumpul-kumpul entah apa yang dia tidak bisa datang karena ayahnya belum lama meninggal. Jadi dia harus menjaga ibunya. Sahabat saya cerita, ya bukannya aku seneng diatas penderitaan dia Nin... cuma ya baguslah dia akhirnya tahu apa yang tak rasakan.

Nah...

Thursday, April 12, 2012

Memperhitungkan Langkah


pic taken random by google
Saya baru dapat telepon dari orang tua teman adik saya yang sedianya mau ngekos bareng adik saya untuk bimbingan. Beliau bilang katanya habis survey tempat dan penginnya memindahkan anaknya ditempat lain yang lebih dekat dengan alasan 'nggak tega'. Ngomongnya panjang dan berbelit-belit khas orang tua kebanyakan yang mau menyampaikan maksudnya. Dia pengin membawa adik saya juga ikut pindah bareng anaknya. Biar mereka bisa bersama-sama katanya.

Saya bilang alasan saya menempatkan adik saya disitu karena biaya kos yang bisa dibilang murah, fasilitas yang lumayan, dekat tengah kota dan kemudahan akses, dekat warung-warung makanan dan terutama karena saya bisa dengan mudah mengunjungi dia nanti. Saya bilang pula saya sudah pernah ikut bimbingan di tempat yang sama dan tahu bagaimana kelemahan-kelemahan ngekos disekitar sana. Mahal, suka susah air, sepi, susah mencari tempat makan dan akses kemana-mana yang sulit. Pendaftaran SPMBpun juga di dekat tempat kos yang sudah saya booking itu, ada sahabat saya juga yang sudah lama di Surabaya jadi juga bisa ditanya-tanyain. Waktu itu saya masih mending karena Ibu Bapak kos saya superbaik. Tidak sama dengan Ibu Bapak kos kawan-kawan lain yang mayoritas bermasalah. Sementara Bapak-Ibu kos saya yang dulu sudah tidak lagi membuka tempat kos.

Si ibu berkata biar dekat, tinggal nyabrang saja, saya mbatin nyabrang disitu susahnya bukan main. Dan lama. Beliau bilang biar anaknya ngekos dekat 1 bulan, nanti kalau sudah diterima baru dia ngekos dekat kampus dan tirakat cari murah. Setengah terharu karena ada seharian tahu ada banyak orang tua yang begitu perhatiannya pada anak sampai mensurvey wilayah kosnya dan sebagainya dan sebagainya. Salah satunya beliau juga bilang kalau si anak susah kalau berangkat kudu siap-siap dulu pasti lama mungkin telat jadi dicarinya yang dekat. Saya malah mbatin, maka dari itu kan kebiasaan yang seperti itu perlu diubah sewaktu hidup mandiri, berjauhan dari tempat menuntut ilmu? Hehehe... yasudahlah, anak-anaknya ini.

Saya sudah berusaha menyampaikan pertimbangan. Dan saya yakin bagaimanapun ibunya tidak tahu sebaik saya, mengingat saya pernah ngekos didaerah sana selama 3 bulan dan ya begitulah. Susah akses kemana-mana, sering menahan lapar di malam hari karena nggak ada makanan lewat yang bisa dibeli. Saya sering sakit perut karena malam. Mau daftar SPMB juga kudu ngintil dulu ke teman lain sekolah yang tahu arah. Selain itu nggak kemana-mana. Makanya itu saya penginnya adik nggak kos dekat sana. Lebih banyak minus dibanding plus. Terutama karena bukan daerah kampus, biaya kosnya super mahal. Jaman saya atau 4,5tahun yang lalu saja perorang 300ribu sekalipun kamarnya keroyokan. Apalagi sekarang kan ya?

Ini pikiran pribadi saya sih, cuma saya pikir orang tua semestinya tidak terlalu memfasilitasi anak dengan fasilitas super ketika mereka dalam persiapan ujian besar seperti halnya SPMB. Biasanya yang fasilitasnya terlalu mewah seperti salah seorang guru SMA saya yang heboh bilang anaknya dimasukkan ke paket paling mahal, dengan asrama dan fasilitas memanjakan lainnya sampai dia cuma kudu mikir belajar ke salah satu jurusan favorit. Malah tidak diterima.
Ealah sudah terlanjur pamer gitu kan padahal...
Yah namanya juga perjuangan :)


Yah namanya juga pengin posting, meskipun gak jelas pengin menyampaikan apa... ya tetep aja posting :3 *selfnote*

Saturday, April 7, 2012

Senyum Diam-diam


cover versi asli *bukan tarjemahan*, cute...
(pic taken random by google)
Beberapa minggu lalu saya beli buku dari tempat obralan murah, senang harganya sekitar IDR 5-15ribu ajah. Jadi saya pulang bawa 4 buku yang semuanya total harga 32.000. Kalap, segitu saja saya sudah menyaring sedemikian banyak yang pengin saya beli. Padahal saya masih pengin buku anak-anaknya Jaqueline Wilson.

Salah satu buku yang saya beli teenlit tarjemahan, mengenai remaja palestina-muslim yang tinggal di Australia dan memutuskan memakai kerudung disana. Dia menghadapi berbagai interaksi dan reaksi yang berbeda-beda, banyak yang memandang aneh atau sinis, tidak sedikit juga yang menghargai. Sudah lama kepingin baca buku ini tapi dulu harganya mahal sekali di toko buku yang nongkrong di mall. Akhirnya dapat juga. Yah tahu sendiri bahkan kita di negara sendiripun masih suka bermasalah dengan perusahaan karena masalah kita yang memakai jilbab. Picik kan? Ya sudah saya cuma berusaha yakin dengan menjaga kerudung seperti kewajiban yang lain akan ada ganti yang lebih baik.

Seorang teman baik yang tahu saya barusan beli buku melihat-lihat dan menemukan teenlit itu diantara buku-buku yang saya beli, reaksinya lebih seperti negatif.
"Kok bukunya soal cewek pakai jilbab gini? Aku nggak suka cewek jilbaban."
Saya yang sedang tidur-tiduran menuhin kasur sedikit kaget, membatin... lah saya kan juga kerudungan. Dia lagi mangkel sama saya gitu? Atau apa?
"Kenapa memangnya?"
"Ya sebel aja, aku dikalahkan sama cewek jilbaban." dia kemudian tersenyum tidak nyaman, mungkin karena baru ngeh kalau saya salah satu diantara cewek-cewek itu atau entah bagaimana dan juga menggumam nggak jelas, yang sampai ke pendengaran saya sepertinya ini berkaitan dengan hubungan percintaan. Yang saya tangkap begitu, dia merasa karena seseorang lebih memilih cewek berjilbab ketimbang dia jadi dia mangkel.
"Ah itu sih berkerudung saja kok... beda lho jilbab sama kerudung," saya nyeletuk.
"Beda ya...?"
"Ya dong, jilbab itu sebenarnya bajunya... kerudung ya yang buat kepala itu..."
"Oh gitu..." dia diam.
Saya juga diam dan tersenyum dalam hati. Dilema. Mau ngomong juga khawatir dia tidak bisa menerima. Yasudah, saya malas berdebat. Teman baik saya yang ini rajin mengaji dan bacaannya bagus, dia juga baik hati... cuma buat saya dia belum mengerti arti kerudung itu sendiri. Entahlah, menurut saya itu lebih baik daripada kerudungan tapi lengan bajunya cuma sebatas siku (promosi?).

Itu pandangan biasa.
Saya juga pernah ada dalam masa-masa seperti itu. Masa-masa penyangkalan dan suka jutek sendiri kalau penilaian orang-orang terhadap cewek berkerudung seperti nggak berimbang dibandingkan cewek tanpa kerudung. Meskipun dalam keseharian cewek tanpa berkerudung malah lebih rajin menjalankan macam-macam ibadah. Demikian juga dengan salah seorang sahabat saya yang dulunya kemana-mana pakai celana tapi sekarang malah bahkan nggak punya celana. Pakaiannya rok semua. Biasanya orang yang sudah dalam tahap benar-benar mengerti memang lebih serius menjalankan pengertiannya ketimbang cuma yang setengah-setengah sekadarnya.

Saya membalikkan badan dan memejamkan mata, kelelahan. Berpikir untuk tidak memperpanjang bahasan itu. Perangai kawan baik saya itu bukan tipikal orang yang mau dibilangi, jadi nanti pada waktunya dia toh juga akan mengerti sendiri. Cuma soal waktu.
Waktu dia bisa mengerti bisa jadi lebih lama ketimbang saya ataupun sahabat saya yang rokmania.
Saya senyum, senyum diam-diam.

Thursday, April 5, 2012

Pemilih

Ini saya dapat awards lagi...
Sejujurnya saya memang pemilih dalam hal pasang atau nggak pasang award yang dikasih. Saya malas kalau ada yang datang-datang ngabarin ngasih awards padahal sehari-harinya nyaris tidak pernah berinteraksi. Saya cuma suka majang awards kawan dengan interaksi yang terus menerus.

Kali ini Heartchime berulang tahun, jadi saya kebagian awards modal comotan dunia maya terus dikasih tulisan sama yang punya blog itu. Dia ngasih saya award-award ini karena saya superbaikhati dan seksi gak ketulungan (anehnya) :3

Terima kasih, berikutnya saya akan menjajah kamarnya Empong lebih luas lagi }:-)


Ngomong-ngomong saya belum pernah bagi-bagi awards atau giveaway meskipun blog saya umurnya sudah 4tahun. Hehehe, tenang nanti saya bagi giveaway kalau saya sudah dapat kerjaan yang cocok :D
Do'akan saja.

Tuesday, April 3, 2012

Kenapa Ya...?

Meskipun sudah terlepas
tapi mesti terlihat seolah-olah terekat

(image taken from Bahar135's mim)

Ada kawan Blogger yang meninggalkan komentar setengah bertanya, sekaligus memberi semangat. Saya merasa itu komentar yang manis sekali, penuh perhatian. 'Menegur' saya tapi tetap dengan menyenangkan.
Saya suka.
Sampai saya merasa harus menjawab asal muasal dari kekurangpercayaan saya terhadap kemampuan.
Kenapa saya pesimis dengan kemampuan diri saya sendiri ya...

Dulu pertama kali jobseeking saya punya kepercayaan diri yang begitu kuat bahwa saya bisa masuk perusahaan manapun yang saya inginkan. Tapi ya begitu. Berulang kali kepercayaan diri saya diempaskan ketanah. Saat beberapa posisi yang saya lamar sudah mencapai tahap akhir, cuma kurang selangkah saja. Saat itu saya mulai berpikir ini mungkin jalan saya. Namun saya sekali lagi dan sekali lagi kemudian datang kali-kali lainnya bahwa saya salah. Saya gugur lagi.

Saya merasa kadang betapa tidak adilnya kalau ini masalah keberuntungan, bukannya usaha atau kemampuan. Saya sempat merasa ngambek karena yang lolos sampai akhir adalah orang-orang yang entahlah... itu membuat saya kecewa. Dan bersedih.

Seseorang pernah berkata pada saya mengapa saya begitu sedih, biasanya saya bisa bersikap begitu bijaksana menghadapai kegagalan. Biasanya saya bisa begitu tenang-tenang saja.
Saya cuma bisa menjawab kebijaksanaan ada kalanya dipaksakan. Sebagai penghiburan agar bisa dengan matang menerima kenyataan. Penerimaan seutuhnya belum tentu benar-benar demikian. Gagal ditengah tes kerja itu bikin patah hati. Bisa jadi ketenangan itu kedok.
Kedok saya.

Perjalanan jatuh yang cukup lama membuat saya pesimistis. Entahlah... waktu juga yang menyiksa pandangan positif saya yang sebenarnya.
Saya ingat kemarin ketika saya bersama teman kuliah tes kerja bareng disuatu BUMN, saya ngomong ke dia, "Yah semoga kita lulus tahap ini bareng yaa,"
Dia senyum dan menjawab saya, "Entahlah... nggak ngarep Nin... Aku selalu tidak lolos."
Deg!
Saya ketawa bodoh, "Eheheheheeehhee yah aku juga sih... tapi ya biar deh yang penting ikutin aja dulu alirannya kemana."

Waktu berhasil menyiksa hati sedemikian banyak orang yang sedang dalam masa pencarian kerja. Termasuk saya. Namun entahlah... sampai saat ini saya masih terus mencoba.
Previous Page Next Page Home