Friday, February 28, 2014

Kisah Pesawat

Delayed.
Saya gelisah bolak-balik memperhatikan jam tangan saya. Penerbangan ditunda, sementara isi ruang tunggu sudah demikian padat hingga susah dibedakan dengan stasiun kereta yang ramenya keterlaluan. Sibuk membagi perhatian dengan buku bacaan dan ponsel. Malam Jum'at ketika itu.

Disebelah saya duduk mbak-mbak yang sepertinya usianya berada beberapa tahun diatas saya. Entah bagaimana dia kemudian memulai pembicaraan dengan ibu-ibu yang duduk di belakang saya, sama-sama mengeluhkan delay-nya pesawat. Ini hendak libur panjang, saya yang diam diantara percakapan mereka merasa dapat memahami situasi ini. Bahkan meskapai nasional terbesarpun bisa delay ketika hendak libur panjang dan orang berbondong-bondong pulang dari perantauannya di Jakarta.

"Saya tadi dapat tiketnya mahal mbak... habis sudah habis semua tiketnya. Saya beli dari calo," ibu itu berujar dengan logat maduranya yang kental.
"Oh ya bu?" Mbak itu bertanya. "Ibu sudah makan? saya mau pergi cari makan... mau nitip sesuatu?"
"Belum... boleh deh kalau gitu nitip roti atau makanan apa gitu yang ringan.. Saya juga belum makan dari tadi, ini baru aja tadi pagi saya datang dari Mekkah."
"Baik..." si mbak bergegas pergi. Saya masih membaca.
Ibu itu bertanya, "Mau ke Surabaya juga Non?"
"Iya..." saya menjawab, mengalihkan perhatian dari bacaan. Ibu-ibu itu mungkin berusia lebih dari setengah abad, memakai abaya hitam gombrong dan berkardus-kardus bawaan dengan banyak tulisan yang mengindikasikan asal kardus-kardus itu bukan dari Indonesia.
"Penerbangannya sama kan? Jam sekian?"
"Iya," saya mengangguk, "Saya nitip dulu ya non... mau ke toilet..."
"Iya bu silakan,"

Beberapa saat kemudian ibu tersebut kembali dan pengumuman kembali dibacakan. Delay kami tak jadi satu jam lagi. Kami sudah bisa boarding.
"Mbak yang tadi kok nggak balik-balik ya non?" dia bertanya.
"Nanti juga pasti di panggil, Bu.." saya menenangkan. Bawaannya banyak dan susah untuk dibawa.
"Sini bu saya bawakan.." saya menyambar beberapa tas. Tas yang beliau bawa kayaknya sangat berat.
"Bawa bareng saja yang ini bu.." saya ngomong, mengambil satu sisi pegangan tas. Seriusan superberat. Apalagi saya capek banget pulang kantor langsung ke bandara.
"Kok nggak dimasukin bagasi saja?" saya nanya.
"Sudah banyak banget yang ditaruh bagasi, non..." sahutnya.
Ibu itu duduk di kursi yang berbeda dengan saya, ribut-ribut sendiri mau tukar tempat duduk dengan anak muda disebelahnya.
Saya menegur, "Mas... tukar sama saya aja... biar ibunya sama saya,"
si Mas itu setuju dan tukaran tempat dengan saya. Ibu itu ternyata baru pertama kali naik pesawat. Terlihat dari bagaimana dia bingung dengan seat belt dan segala macamnya.

"Terima kasih ya non...," saya senyum, "saya mestinya tadi pagi perjalanan ke Surabaya naik bis... sama rombongan dari Mekkah yang lain. Tapi saya nggak sabar nanti kelamaan. Saya mesti buru-buru pulang.."
Ibu itu cerita. Saya diam mendengarkan.
"Ini sudah ditunggu sama seluruh keluarga saya, mana delay sampai jam segini... suami saya meninggal non.. baru terima beritanya waktu sampai di Jakarta. Yang paling cepat ya naik pesawat,"
Saya tercekat, sampai bingung mau komentar apa selain diam mendengarkan dan senyum.
"Untung ada non... jadi saya nggak bingung-bingung amat... hehe kuliah di Jakarta?"
Saya ketawa, takjub karena kebanyakan orang yang baru kenal di luar relasi kantor menebak saya masih anak kuliah yang merantau di Jakarta atas nama pendidikan.
"Saya kerja, bu.."  saya menjawab, ribuan pikiran memenuhi kepala saya.
Itu cuma satu cerita dari seisi penumpang pesawat tujuan Surabaya itu. Sekelumit dari puluhan orang yang duduk ramai di ruang tunggu. Sedikit cerita diantara puluhan atau mungkin ratusan cerita orang yang tertumpah ruah di bandara. Mereka semua tentu punya latar belakang perjalanan yang berbeda. Demikian juga dengan saya. Mungkin untuk kerja, mungkin untuk kembali pulang. Mungkin untuk menemui orang-orang yang sedemikian penting dalam hidup seperti ibu itu dan saya. Saya memandangi lampu-lampu bangunan yang bersinar jauh di bawah kami dengan berbagai macam pikiran dan perasaan yang berganti-ganti antara rindu dan haru.

Finally touchdown Surabaya... hati saya berbisik ketika pramugari membacakan pengumuman bahwa beberapa saat lagi kami akan landing.
Saya 'nyaris' pulang :)

3 comments:

  1. enaknya yg menghabiskan waktu di rumah :)

    ReplyDelete
  2. saya gak ngrti harus gmn? komen saya nyangkut terus :D

    smoga sukses ya non, aku pingin ktmu tp susah :(
    http://tegean.wordpress.com/tentang-saya/

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar tanpa link hidup ya... Komentar dengan link hidup akan dihapus :)

Previous Page Next Page Home