Wednesday, April 16, 2014

Memulai dari Akhir

"Letakkanlah dunia pada kedua tangan, jangan di dalam hati,"
Oke, saya mengerti tapi kurang paham. Pernah nggak berada dalam situasi serupa? Mengerti tapi kurang paham karena rasanya sulit.

"Ya contohnya ketika kita ingin punya ponsel merk terkenal. Pengin banget rasanya sampai terus dipikirkan. Tapi ketika ponsel itu sudah ada dalam genggaman kita bagaimana rasanya?"
"....."
"Rasanya mesti biasa saja,"
"....."
That's true. Karena itu saya lebih mikirin masa pakai yang panjang daripada sekedar harga mahal sekarang ini. Niatinnya masa pakai panjang, bukan lagi brand.

"Atau kalau masih lajang rasanya pengiiiin banget menikah. Ketika sudah menikah berumah tangga dan punya anak bagaimana rasanya? Pasti biasa aja juga,"
Semuanya tertawa.

Sore itu selepas jam kerja kami mendengarkan tausyiah rutin di kantor sebulan sekali. Masih kurang memang, mestinya minimal seminggu sekali. Pengin ikut yang lain tapi terkendala tempat dan tidak adanya teman sementara saya gampang sekali tersasar. Sementara sepengetahuan saya, disekitar tempat tinggal tidak ada kajian rutin yang lain.

Banyak yang menempel di kepala saya lama sekali dan membuat saya berpikir berulang-ulang. Kajian sore itu mengajak untuk memulai dari bagian akhir semua yang hidup, kematian. Bahwa kematian tidak datang meskipun dalam kondisi kecelakaan separah apapun atau hal-hal lain yang secara logika tidak mungkin orang masih dalam keadaan hidup. Itu bukan karena kita lebih dari yang lain atau sakti atau apa, tapi lebih karena ajal belum datang dan Allah masih memberi kesempatan untuk melakukan perbaikan diri.

Sholat wajib itu berapa nilainya? Sering tidak khusyuk karena banyak pikiran atau sekadar kelaparan. Bagaimana dengan panjang pendeknya bacaan sholat. Sungguh serba tidak sempurna. Bagaimana dengan puasa? Masih kelepasan susah menahan yang namanya sabar dan kadang curhat yang kebablas jadi ngomongin orang. Betapa banyak kurangnya. Diberi waktu 24 jam tapi cuma memberikan sedikit waktu yang tersisih untuk membaca Qur'an yang merupakan sumber kebahagiaan. Tapi kalau berdo'a dan minta sama Allah suka nggak kira-kira banyaknya. Mengapa susah meluangkan waktu untuk mengingat Allah sementara kita meminta bahkan menuntut Dia dengan berbagai hal. Kita tidak pernah tahu kapan jatah hidup kita berakhir. Bahkan sayapun juga tidak tahu apa posting saya ini akan menjadi tulisan saya yang terakhir. Semisal setelah ini terjadi sesuatu dan ajal saya cuma sampai pada hari ini. Oleh karena itu maafkanlah jika ada sesuatu dalam setiap posting saya selama ini yang mungkin melukai anda.

Tidak ada yang bisa menduga seseorang yang begitu sehatnya dan begitu muda besok bisa berbaring disholati oleh sekian orang. Dan orang yang sudah demikian lanjut usia dan sakit-sakitan tapi malah bisa hidup dalam jangka panjang. Tidak ada yang tahu. Dan betapapun kita rindu pada Allah dan keluar dari kehidupan dunia, kita takut apa bekal sudah cukup?

Sore itu saya banyak berpikir, betapa banyak kurangnya saya dalam beribadah dan berakhlak. Betapa kurang baik dan kurang sempurnanya. Siapa yang bisa menjamin kehidupan saya sampai hari ini sudah diridhai Allah? Tidak ada. Cuma Allah yang tahu. Jadi kenapa kadang kita ujub dan merasa cukup.
Yah.. masih banyak yang perlu diperbaiki. Semoga kita semua masih diberi kesempatan untuk menjadi yang dicintaiNya :)


dan selalu ingin dekat denganMu..

~

4 comments:

  1. baca ini arif makin merasa kuraaaaaang bgt :s

    ReplyDelete

  2. dan semoga kita selalu mendapt kesempatan untuk memperbaiki nya

    ReplyDelete
  3. Yang terpenting adalah kita syukuri segala nikmat yang telah diberikan oleh-Nya,.

    ReplyDelete
  4. Terkadang ngerasa "takut" untuk berdoa. Dan hanya sanggup mengucap, "Terimakasih Tuhan, semua aku pasrahkan...."

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar tanpa link hidup ya... Komentar dengan link hidup akan dihapus :)

Previous Page Next Page Home