Thursday, July 10, 2014

Mengikutsertakan Allah { Catatan Pasca Pilpres }

Jadi akhirnya 9 Juli telah berlalu. Iya demikian akhirnya. Tapi keramaian belum juga usai. Sesungguhnya saya risih pada banyaknya debat dan ucapan kasar. Saya menulis karena rasa sedih yang teramat sangat dan bahwa mungkin begitu banyak waktu yang saya buang untuk tidak lebih mendekat kepada Allah. Ah sudahlah memang Allah lah maha melembutkan hati, Allah juga yang membiarkannya keras.

Tadi ini usai jam kerja, melihat berita yang berputar di televisi. Semuanya susah disaring kebenarannya, semuanya sukar dipercaya. Saya no comment terhadap masing-masing latar belakang capres dan cawapres yang sedang bersaing. Saya pun nyaris golput. Sebelum mengetahui apa yang terjadi. Bahwa mayoritas ulama sedang mengarahkan kita pada suatu keputusan. 

Ada apa dengan beliau-beliau ini? Sebut saja mayoritas ulama dengan terang-terangan menyebut kemana mereka berpihak. Padahal oh saudaraku, tidak pernah mereka bertindak demikian selama ini. Tidak pernah mereka ikut campur masalah politik. Tidak pernah arah komentar mereka menuju kearah sana. Saya mulai bertanya-tanya kenapa sebenarnya?

Tahukah kamu saudaraku?
Rasulullah berpesan kepada kita agar sepeninggal beliau ikutilah para ulama. Merekalah patokan untuk mengawal kita dalam jalan yang lurus.
Barangkali jika hanya satu dua ulama berlaku frontal mungkin ini bentuk sikap pribadi yang tidak ada hubungannya dengan ummat.

Tapi tahukah? Ini nyaris semuanya. Mereka berpihak dengan lemah lembutnya dengan segala toleransinya.

Tahukah kamu...
Tidak akan dengan sembarang mereka mengambil keputusan apalagi hanya berdasarkan isu-isu yang berseliweran? Mereka menyukai klarifikasi untuk segala sesuatu. Dan kau tahu dalam mengambil keputusan, mereka semua itu kau boleh yakin mereka mengikutsertakan Allah dalam sholat istikharah.

Sementara siapakah yang tahu segala yang paling baik selain Allah? Tidak ada.

Apalah kita ini yang segala sesuatu dalam mengambil keputusan sering dipengaruhi oleh media atau feeling atau coba-coba hanya karena barangkali ada karakter pemimpin baru yang hendak kita coba memimpin negara ini. Kau tahu, kita harus menganggap serius ini sebagaimana kita menimbang dan istikharah ketika hendak memilih jurusan atau bahkan menikah. Bertanya pada yang maha tahu kebenaran diatas segalanya. Dan yang baik itu belum tentu benar maka ikutsertakanlah Allah.

Apalah kita ini yang ilmu agama dan akhlaknya masih dibawah mereka. Meskipun Allah yang maha menilai, tapi bagaimana kau memandang dirimu dalam hubungan dengan Allah? Yakinkah sudah lebih baik dari mereka?

Ada teman berkata ulama adalah manusia yang mereka bisa saja salah. Iya mereka bisa saja salah, tapi jumlah mereka terlalu banyak jika untuk pertimbangan hal yang salah. Lagipula mereka yang mengeratkan Allah dalam segala hal mungkin saja bisa salah... Apalagi kita? Yang hanya berbekal opini subjektif. Atau karena cinta buta yang tidak mau melihat banyak sudut pandang.

Maka sore tadi, usai jam kerja dan di depan siaran berita. Kolega kantor saya seorang bapak-bapak berkomentar, apa jadinya negara ini ketika orang-orang yang mengaku muslim sudah tidak lagi mau mendengarkan semua ulama-ulamanya? Apa jadinya? Padahal itu sudah amanat Rasulullah. Ngeri. Ngeri jika manusia setara ulama sudah tidak mau kita dengarkan nasehatnya bagaimana jika Allah langsung yang mengingatkan?

Mendengar itu, saya merinding. Saya putuskan untuk lebih banyak tilawah agar hati saya lebih tenang. Allah lah yang maha mengetahui seberapa panjang umur saya. Sedemikian kurang bekal untuk akhirat. Jujur saya menjadi gentar.

Apalagi dengan declare kemenangan pasca quick count. Padahal KPU belum mengeluarkan pernyataan apapun. Quick count adalah sample bukan sesuatu yang menjadi penentu dan diakui undang-undang. KPU tetap pemegang hasil solid. 

Sama dengan teman saya Monika yang mengkhawatirkan hasil pengumuman KPU berbeda dengan pengumuman quick count dengan selisih tipis kemudian terjadi chaos. Oh semoga tidak Allah... Saya manusia biasa yang ingin menikmati ramadhan dan lebaran dengan tenang. Ingin mudik dengan ketenangan dan aman serta nyaman. Tanpa kendala apapun.

Saya harap dengan pengumuman KPU 22 Juli nanti siapapun yang menang mesti diakui, siapapun yang kalah saya harap legowo dan mendukung yang menang.
Aamiin.



"Ya Allah, jangan Kau kuasakan atas kami bersebab dosa-dosa kami, orang yang tiada takut padaMu & tak menyayangi Kami.." 
(Salim A. Fillah)



~

7 comments:

  1. Saya juga gentar sekali melihat keadaan akhir-akhir ini mbak... berapa banyak khunudzon bertebaran, fitnah berterbangan, tali silaturahim terburai... hanya untuk membela mati-matian orang yang tidak pernah benar-benar kita kenal :'(

    ReplyDelete
  2. Ini hanya sebatas pesta pora. antara kubu 1 dan 2.
    Siapapun yang menang. Mau tidak mau antara kubu harus saling menyatu. Berdaulat kembali menjadi indonesia satu! :)

    ReplyDelete
  3. untung maen kesinih, jadi dapet pencerahan deh kan.

    ReplyDelete
  4. Paling yang kalah ke MK, pastinya. Sudah jadi tradisi, alias kagak legowo.

    ReplyDelete
  5. Semoga saja Allah melindungi kita semua.. Semoga pemimpin siapapun nanti diberikan hidayah oleh Allah SWT.

    ReplyDelete
  6. Yah begitulah, gw setuju untuk pemilu kali ini, kyaknya campur tangan Allah dibutuhkan. Masalahnya, skrg quick count berpotensi ngerusak persatuan bangsa.

    ReplyDelete
  7. itu juga yang saya takutkan. Semoga kita diberikan pempimpin yang takut pada-Nya. Aamiin.

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar tanpa link hidup ya... Komentar dengan link hidup akan dihapus :)

Previous Page Next Page Home