Thursday, April 16, 2015

Menerima Lamaran, Haruskah?

pic source


Mbak kalau ada lelaki sholeh yang melamar kita, apakah kita harus menerimanya dan tidak boleh menolak?
Hmm... In my very humble opinion (please correct me if I'm wrong)
Saya sebagai orang Jawa, ada kepercayaan orang Jawa kuno bahwa menolak lamaran adalah sebuah pantangan. Karena wanita yang menolak lamaran akan susah menikah. Katanya loh itu katanya.. :D Darimana asal mitos itu? Dari historical wanita-wanita yang pernah menolak pinangan yang diingat oleh orang-orang tersebut sehingga membuat rumus a=b. Wanita yang menolak pinangan = akan sulit menikah dan jodohnya nanti.

Padahal bisa jadi hal itu karena kepercayaan yang terlalu kuat, sementara Allah mengikuti prasangka hamba-hambanya. Jadi berprasangka baiklah dan percayakan kesemuanya itu pada Allah. Allah sudah mengatur rencana yang demikian indah, jangan lupa terus berdo'a dan berprasangka baik :)

Bagaimana dengan lelaki sholeh yang meminang kita?
Pertama bagaimana dengan perasaanmu sendiri? Apakah kamu yakin akan bisa mencintainya? Tentu kita memperhitungkan hal-hal lain selain faktor kesholehan seorang laki-laki bukan? Tentu dengan tetap objektif mengukur kualitas kita sendiri juga ya... Sambil tetap menyesuaikan ;D Kedua, apa yang terlihat baik dimatamu belum tentu baik di mata Allah. Belum tentu baik bagimu nanti. Jadi istikharahlah sebelum memutuskan hingga mantap, memohon petunjuk pada Allah.

Mbak saya suka sama lelaki itu, tapi saya masih kuliah. Belum lulus. Sementara dia bekerja jauh dari kota tempat saya kuliah. Kalau saya menerima pinangan, dia menekankan kami tidak boleh berjauhan. Jika saya bersikeras sementara melanjutkan kuliah sampai selesai maka dia mengatakan membatalkan lamaran.

Saya kok sedih dengan cerita seperti ini ya... Entah kenapa. Memang pandangan tiap orang berbeda-beda.
Seorang wanita adalah tanggung jawab suaminya dan wajib mematuhi suaminya, itu benar. Ketika seorang wanita menikah, prioritasnya adalah suami bukan lagi orang tuanya. Namun... sebelum kita menikah kita wajib melakukan hal-hal yang membuat orang tua kita ridho. Selama hal itu bukan hal-hal yang tidak disukai Allah.

Pertama, apakah kamu yakin orang tua sepenuhnya ridho kamu tidak menyelesaikan kuliahmu dahulu dan menikah? Padahal apa kamu sungguh tahu seberapa banyak usaha mereka untuk membiayai kuliahmu? Seberapa banyak pengorbanan yang mereka lakukan? Apakah kamu menyadarinya? Apakah kamu memahaminya? Hai... banyak saudara-saudara kita yang berjuang membiayai kuliah seorang diri karena orang tua tidak mampu, atau tidak mau membiayai. Jadi.. tidak apa-apakah kamu dengan hal-hal itu?

Kedua, jika Allah menitipkan padamu seorang anak nanti... kamu akan jadi sekolah pertama baginya. Apa yang akan kamu lakukan untuk mendidiknya kelak? Apakah kamu yakin ilmumu sudah cukup untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kritisnya? Memang menuntut ilmu itu perlu bagaimanapun kondisinya dan dalam media apapun meskipun diluar lembaga universitas. Namun balik lagi ke alasan pertama, kalau kamu sudah setengah menyelesaikan prosesnya berapa banyak kerja keras yang sudah dilakukan orang tua selama itu dan kemudian kamu sia-siakan.

Ketiga, apakah sebegitu tidak yakinnya kamu bahwa Allah sungguh sudah mengatur masa dan jodoh kita dengan demikian indahnya? Bahwa ketika waktunya sudah siap, kita sudah siap secara personal tidak menutup kemungkinan pinangan itu akan terulang oleh orang yang sama. Cinta sejati selalu mampu menunggu dan diuji dengan waktu. Karena cinta sejati adalah apa yang Allah peruntukkan untukmu dengan cara yang tepat, dengan waktu yang tepat, dengan segala-galanya yang terasa tepat. Mengapa bersedih dan ketakutan kehilangan jodoh?

Belajar memang tidak melulu memerlukan selembar ijazah, namun kita mungkin suatu saat membutuhkannya nanti.. kita tidak pernah tahu.
Kok duniawi sih mbak?
Aduh, masa terlihat duniawi...? Sementara kita tahu sebegitu banyaknya cendikiawan muslim yang cemerlang dalam ibadah dan ilmu? Ah ya saya barusan baca Api Tauhid dan sangat mengagumi Badiuzzaman Said Nursi yang sangat cerdas dalam ilmu umum dan sangatlah mencintai Allah :)

Mbak, orang tua tidak masalah. Saya juga siap dengan segala konsekuensinya. Bagaimana dong?
Nah kalau itu kembali lagi seperti yang tadi sudah disampaikan, tanyakan kepada Allah, memohon petunjuk. InsyaAllah Allah kuatkan dan yakinkan jika Allah telah ridho pada pilihan yang sudah diyakini itu :)
Semoga Allah limpahkan kebaikan dan cintaNya kepada kita selalu :)
Aamiin.


~



5 comments:

  1. Paass banget mbak, saya lagi nyari tema ini buat dibaca :D

    ReplyDelete
  2. Padahal menikah saat masih kuliah indah lho menurut sya.. walo seumpama blm bs serumah bersama-sama.

    ReplyDelete
    Replies
    1. itu tergantung keputusan masing-masing :)

      Delete
  3. Kalo saya bilang sih gak langsung nerima/nolak. Kudu dipertimbangin baik buruk, kan nikahnya seumur hdp sekali. Jgn sampe nyesel gitu deh. Yg utama jelas agamanya

    ReplyDelete
  4. Soal menerima dan menolak itu menentukan masa depan kita, semuanya tergantung kita sih. Sesholeh apapun laki-laki itu, kalau kita tidak mencintainya, bisa jadi malah nanti gak harmonis, coba tanyakan dulu kepada Allah dan orangtua :)

    Kalau menikah saat kuliah, menurutku sih bisa, asalkan bisa membagi waktu. Takutnya nanti, terutama bagi cewek nih, belum selesai kuliah udah hamil, itu udah dipastikan bakal susah lanjutin. Aku punya tetangga yang kek gitu, padahal tinggal sedikit lagi selesai, eh kawin, akhirnya bunting sebelum selesai. Akhirnya gak diselesaiin kuliahnya ._.

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar tanpa link hidup ya... Komentar dengan link hidup akan dihapus :)

Previous Page Next Page Home