Friday, December 11, 2015

Duh.

Pada bulan-bulan yang teramat sibuk, pada bulan-bulan terakhir ini waktu saya tersita dengan pekerjaan dan pikiran hal-hal yang saya list detailnya agar dapat saya tinggalkan pada siapapun yang meneruskan pekerjaan-pekerjaan itu nantinya. Pulang kerja dalam kondisi lelah dan menyisihkan waktu untuk berolahraga lebih dari 30 menit, kelelahan dan tertidur lelap. Rutinitas yang terus berulang hingga membuat saya merasa, waktu bisa sangat berlari cepat pada kondisi tertentu. Mendadak weekend berlalu berganti senin dan selasa, tahu-tahu sudah weekend lagi.

Saya jadi melupakan tanggal-tanggal penting seperti hari lahir. Bahkan juga hari lahir saya sendiri yang semestinya penuh dengan renungan tentang apa yang sudah saya lewatkan selama setahun dan apa yang akan saya perbaiki berikutnya. Umur sudah berkurang lagi setahun.

Ah ya... kata orang-orang kita tidak perlu iri pada rezeki orang lain karena kita tidak tahu apa-apa saja kehilangan macam apa yang pernah dia rasakan. Dalam bertahun-tahun hidup saya, saya pernah berada dalam titik terendah kesedihan. Iri sama teman yang ini, iri sama teman yang itu. Teman yang keluarganya normal dan tidak pernah mengalami kesulitan keuangan. Yang mau beli apa aja bisa langsung beli tanpa mikir.

Saya pernah berada dalam fase... nggak mau ngapa-ngapain yang nggak menghasilkan uang karena kondisi saya yang sedemikian itu. Tapi saya nggak bisa patah terutama di depan adik saya karena saya tahu, sayalah tiang penopangnya.

Saya sering iri seperti itu dan nggak pernah membayangkan kalau suatu saat ada teman yang bakalan iri beneran dengan saya.

Kemarin salah satu teman mengontak saya dan mengucapkan selamat. Saya terharu karena dia bahkan tahu tanggal lahir saya, padahal saya sendiri saja lupa. Teman saya yang pintar dan rajin.
Ada sesuatu yang kurang nyaman dalam obrolan itu, ketika entah bagaimana dia ngomong: "kamu enak ya targetnya sudah tercapai, semoga aku juga segera menyusul,"
.......
Tahu nggak, saya bengong.
Saya tahu yang dia maksud, mengenai pernikahan itu. Saya menghela nafas dan membalas bahwa saya berharap yang terbaik untuk dia. Saya benar-benar serius dengan harapan saya bahwa si teman akan mendapatkan jodoh terbaik.

Dulu angan-angan saya menikah pada umur sekitar 26. Jika sudah terjadi sebelum saya genap berusia 25 tahun, maka itu rezeki.
Iya pernikahan adalah juga rezeki. Mencintai pasangan yang Allah peruntukkan bagi kita pun juga rezeki. Karena ya... ada kok orang yang hidup bersama pasangannya sekian tahun namun merasa tidak mencintai pasangannya seperti seharusnya suami istri meskipun sudah berusaha. Ada juga yang cuma merasakannya diawal kemudian sudah, perasaan itu selesai begitu saja atau mungkin malah lebih buruk lagi dengan ingin menemukan perasaan itu lagi pada orang yang berbeda.

Duh sayang kan.
Yah mungkin bagi sebagian orang, "ngomong sih enak lu, Nin... kan umur segini sudah nggak jomblo, jadi mana tahu rasanya?"
Tapi pemikiran ini bukan tumbuh begitu saja dan mentang-mentang. Bukan karena mentang-mentang saya dapat jodohnya cepet atau kebanyakan nonton drama korea dan turki. Namun karena curhatan-curhatan yang saya dengar langsung dari teman-teman yang lebih kenal asam garam pengalaman pernikahan.

Kata seorang teman dekat yang menikah diusia muda dan harus bercerai karena KDRT dan suami yang tidak bertanggung jawab : Ya menikahlah kalau memang sudah benar-benar siap. Siap dengan segala kebahagiaan dan resikonya. Jangan memaksa kesiapan diri kita sendiri, juga kesiapan keluarga kita.

Jadi memang bukan soal karena target atau juga keinginan-keinginan sepintas yang mungkin nantinya bakal kita sesali cuma karena muak disindir jomblo atau sudah bosen ditanyain calon sama orang tua. Menikah adalah sebuah langkah besar yang mestinya tidak dibebani target pribadi ataupun target sosial.

Kita ini terlalu berharga untuk menukar diri kita dengan status sosial yang 'mereda' sementara.
Kenapa sementara?
Ya karena setelah beberapa bulan juga rongrongannya berubah jadi kenapa kok belum hamil juga?
Ya gitu mulu deh terus... :) Kapan selesainya?
Susah... kita kayak ada di merry go round, muter doang.




.

14 comments:

  1. namanya juga hidup mbak... Allah yg menentukan, kita yg menjalani, orang lain yg komentar :D

    ReplyDelete
  2. Barakallah Nin...
    Semoga selalu dalam lindungan Allah
    Amin

    ReplyDelete
  3. Iya bener banget kak Ninda, jangan memaksakan diri hanya untuk sebuah status di masyarakat..

    Sebaiknya memang menikah karena sudah siap. Dan juga gak usah iri dengan rizki orang lain, karena semua orang pasti punya rizki yang berbeda dari Allah..:-)

    ReplyDelete
  4. jalanin ajah...(udah mulai kebal sama pertanyaan kapan nikah)

    ReplyDelete
    Replies
    1. semoga segera menemukan orang yang tepat ya rul :)

      Delete
  5. Ya gitu deh yg namanya penyakit hati si iri itu Kayanya bisa hingga dimana siapa, ke siapa saja.
    Saya, menikah, punya anak ganteng Dan Pinter. Trus ga iri?
    Kadang iri, sama org yg sama seperti yg dikau sebutkan berkecukupan semuanya, mapan Dan menikah Dan punya kehidupan sempurna. Dan saat itu saya merasa kehidupannya begitu sempurna sampai tiada masalah menghinggapinya.
    Dan trus, rumahtangga nya tiba2 berantakan dong. Dan iri saya hilang seketika. Saya harusnya bersyukur, kalo kaya raya bukan jaminan hidup bahagia. Rejeki bukan melulu ttg uang.
    Rejeki juga anak yg sholeh, suami yg sayang saya sampe kapanpun *katanya Dan mdh2an terus :p.
    Dan ternyata kadang iri datang ke kita untuk mengadakan kita bahwasanya bersyukur dengan rejeki yg sdh kita punya meski rumput tetangga lebih hijau Dr rumput kita.
    Hehehehe.
    Ya kira2 gitu cin.
    Nanti ada deh saatnya, saat iri mengajarkan kita untuk bersyukur.
    Hihihi. Hanya sharing ya, bukan menggurui loh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hih ngambek deh sama mbak ratu hhehehehe
      becanda deng...
      alhamdulillah nggak pernah gondok bahkan kalau ada orang yang menggurui banget mbak

      gondok itu sama orang yang ngomongnya nyakitin bukan sama yang ngeguruin. niatnya baik toh sama kita... tandanya peduli mehehehe

      Delete
  6. kayaknya nikah itu ribet juga yah,,,kalau masih jomblo (sori bukan jomblo wkwk) pasti ditanya mana calonnya ? terus kalau udah ada calonnya, ditanya kapan kawinnya,, terus klau udah kawin,, kapan punya anaknya?? begitu dan begitu,, tapi belum pernah ada yang nanya kapan matinya ??? duh..

    ReplyDelete
  7. kayanya aku tau siapa dia...

    btw selamat ulang tahun mbak #Telat

    Jodoh emang rejeki, kalo blm ketemu, pasti jodonya terbaik dr yg berbaik. makanya disimpen

    ReplyDelete
  8. akupun juga pernah merasakan fase "iri" itu..
    apalagi kalau sampe di banding2kan..
    tapi, ah sudahlah, kalau hidupku mulus terus, mungkin saya bisa lupa sama Tuhan :)

    ReplyDelete
  9. setuju banget mbak, hidup itu akan melelahkan ketika kita selalu menuruti kata orang.

    dulu saya punya target menikah di usia 25 tahun, dan sekarang ketika usia saya telah 26 tahun dan belum menikah, saya tidak terlalu masalah. Tak perduli gunjingan tetangga, toh, kita yang tahu kapan tepatnya kita telah benar -benar siap menikah. salam kenal balik :)

    ReplyDelete
  10. pertanyaan orang memang gak bakalan ada habisnya mbak...mulai kapan lulus, lanjut kapan nikah, terus kapan punya anak, ah seperti gak ada capek2nya

    ReplyDelete
  11. Kamu ini ulang tahun ya? Selamat yaa..

    ReplyDelete
  12. saya suka kalimat agak akhirnya... Menikah adalah sebuah langkah besar yang mestinya tidak dibebani target pribadi ataupun target sosial....hehehe...salam kenal dan izin follow blognya ya... ^_^

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar tanpa link hidup ya... Komentar dengan link hidup akan dihapus :)

Previous Page Next Page Home