Thursday, December 17, 2015

Jobseeker Dilemma

"Mbak... orang tua sudah wanti-wanti nanti ketika aku lulus mau dimasukin perusahaan A, soalnya orang tua ada koneksi disitu. Gimana ya?"
Hmm... saya takjub dengan pertanyaan ini karena surprise, jaman sekarang ini dimana orang bilang cari kerja itu susah banget... jarang-jarang ada yang mempertanyakan harus bagaimana. Saya yakin banyak orang akan langsung mengiyakan tawaran orang tua yang seperti ini. Sudah terjamin keterimanya, nggak susah kesana kemari nyari kerja. Sebulan berikutnya udah dapat gaji, udah bisa beli wishlist ini itu.

"Ya menurut kamu sendiri gimana?" saya ketawa, bukan gimana sih... saya pengin tahu juga pertimbangan pribadi dia.
Dia menggaruk kepala bingung, "Nggak tau deh... agak males sih... tapi... hmm menurut mbak sendiri?"
Dibaliktanyain gitu saya jadi keinget masa lalu waktu masih jobseeker. Saya cukup lama juga jadi jobseeker, hampir setahun. Dan selama itu anggota keluarga besar saya ada yang menawarkan job menjadi frontliner sebuah bank ternama. Tawaran itu cukup gencar, tapi saya menolak.

Alasan saya saat itu, saya kurang suka jobdesk frontliner. Sudah. Alasan yang kurang bisa diterima dan bikin orang tersebut nanya-nanya. Sebenarnya saya nggak suka kerjaan 'katrolan' gitu, didapat dari keluarga bukannya usaha sendiri. Sudah gitu frontliner lagi, yang bakalan bikin kuliah saya selama ini nggak kepakai. Harus terus pasang senyum dan sabar berlebih. Posisinya bisa jadi juga yang paling rendah di kantor kalau anak magang dan mbak/mas yang kerjaannya beres-beres kantor nggak diitung. Belum kalau ketahuan masuk kerjanya dapat via koneksi, kena bully, dipergunjingkan oleh karyawan lain.. apa enaknya? Belum rasa hutang budinya juga bisa bikin nggak nyaman.
Ya memang adaaa sih yang sudah dibantu pakai koneksi eh rese pula di kantor dan bad attitude :)) hehe ya gitu makin jadi omongan deh.

Saya idealis? Mungkin. Yang jelas kalau saya sudah berhenti bersabar dalam menunggu pekerjaan yang cocok, nggak masalah juga kok saya jadi frontliner sementara asal masuk dengan keringat sendiri.
Bok... masa sih tes jadi frontliner aja mesti pake koneksi...

Saya dinasehatin biar nggak 'sombong', saya cengengesan aja. Saya akui saya memang melamar di semua posisi management trainee bank meskipun berharap dalam hati agar saya diterima di perusahaan non-bank saja. Khawatir ribanya. Tapi karena nasib sebagai jobseeker yang nggak banyak pilihan, saya mikirnya apapun pekerjaan yang datang duluan bakal saya iyakan karena butuh uang. Saya masuk seleksi akhir management trainee salah satu bank BUMN tapi gagal di interview user karena masih kelewat hijau soal trik wawancara. Belakangan, ketika sudah diterima dan tanda tangan perjanjian sebuah perusahaan non-bank sebagai MT, telepon datang karena saya juga lolos seleksi akhir management trainee sebuah bank BUMN lain. Yang tentu saja terlambat. Keterlambatan yang saya syukuri karena nggak harus masuk perbankan. Tapi paling tidak bagi saya merupakan kepuasan tersendiri karena berhasil melewati tes tes itu, dan hey.... tanpa bantuan koneksi dan bukan posisi frontliner :))))

Kesalahan saya adalah cerita soal itu pada keluarga, jadinya setiap saya pulang ada aja komentar miring yang nanyain saya kenapa saat itu gak milih bank BUMN itu aja. Bikin merah kuping. Tapi disahutin dengan sabar pun juga mereka nggak ngerti-ngerti juga. Anggota keluarga saya memang banyak yang tidak tahu menahu dunia luar sih... nggak pernah merantau lama dan jauh. Terfokus jadi penduduk kota kecil yang merasa bahwa jadi pegawai bank itu prestis banget. Jadi ya susah... Ya saya mah mau aja nabung bayar denda konsekuensi ikatan dinas kalau keterimanya di BI, bukan bank konvensional :)

"Ya kalau saya sih... nggak mau, coba kerja keras dulu buktikan kalau kita bisa. Koneksi boleh aja kalau kita sudah punya pengalaman dan CV yang bagus terutama di riwayat pekerjaan kita. Soalnya kalau CVnya udah bagus koneksi nggak cuma nyangkut di orang tua, kita sendiri juga bisa punya koneksi dari mitra kerja atau kolega lain. Karena sudah ada buktinya kita bagus, bukan cuma menang dikoneksi," kata saya.

"Gitu ya mbak...? Tapi jadi gaenak sih sama keluarga,"
"Ya terserah aja sih gimana pertimbangan kamu nanti. Yang jelas udah ditawarin gitu enaknya cepet kerja, nggak nganggur, punya status baru... nggak enaknya juga banyak, mulai yang punya hutang budi sama yang masukin kamu kerja dan resiko adanya omongan miring. Gitu sih..."
Dia mengangguk-angguk. Saya membiarkannya menyimpulkan sendiri. Karena terlepas dari pendapat saya yang dia minta, setiap orang tetap punya hak untuk memutuskan langkah yang akan diambil. Jadi ya... jika dia tetap mengiyakan tawaran itu, paling tidak saat mengiyakan dia sudah punya gambaran terhadap kemungkinan resiko yang akan terjadi. Serta lebih siap juga tentunya.

Pernah atau sedang mengalami dilema serupa?

pic taken from random googling


.

15 comments:

  1. pernah,, dan emang kepuasan itu ketika melewati test, dan atas ijin ALLAH kita lolos.. rasanya itu plooong banget loh,, dan alhamdulillah atas ijin ALLAH ketika ketrima di satu tempat, dan coba2 tes2 ditempat lain semua berbarengan telepon bahwa kita diterima ITUUUUHH sesuatuuuh mbak ,, akhire bingung mau dipilih yang mana T_T dilemanya malah itu ,, hehehe

    ReplyDelete
  2. Aku jd pernah gak kerja lamaaaaa. Pertama kerja dl ditawari sama sodara. Tp ya enak cari sendiri sih

    ReplyDelete
  3. pernah ditawarin sih NIn jaman akhir-akhir kuliah gitu, tapi aku takut hutang budi dll..jadi kuabaikan

    ReplyDelete
  4. Aku lagi merasakan nih sekarang mba Nin. Jadi jobseeker. Tapi untungnya gak jobseeker2 amat karena ada blog. Banyak teman yang juga tanya hal yang sama. Ditawari ini itu di sana di sini sama saudara atau rekan orang tuanya, tapi kayaknya idelais mereka masih tinggi. Jadi banyak yg di tolak.
    Menurutku sih, cari kerjaan itu kayak beli barang. Kalau uangnya dr orang tua rasanya ya gitu- gitu aja, tapi kalau belinya pakai uang . sendiri kan ada bangganya :D hehehe

    ReplyDelete
  5. Wah ini lagi saya alami juga mbak ..
    sudah cari kesana kemari belum dapat dapat. pengennya sih bisnis atau ngembangin blog, jadi buzzer ( masih ngarep follower masih berapa ), jadi youtubers, jadi fotografer traveler.. Hahaha. Tapi apa daya kalau gak ada yang dukung sama sekali ya ampang rasanya. Orang lain mah pengennya kita buruan sukses, padahal orang orang sukses diluar sana juga mereka sampai jungkir balik meraihnya.. Yang penting kita berdo'a berusaha dan selalu berada di jalan Allah. Insya Allah.. Allah akan membantu kita :-)

    ReplyDelete
  6. Akupun waktu itu ditawarin sodara untuk kerja disuatu company, yg Mana jabatannya ga jelas, yang katanya : ya jadi tukang ketik2 juga lumayan kan?

    Huahahaha kalo kuliah susah2 trus kerja dimasukin orang pun cuma jadi tukang ketik2, makasih deh.

    ReplyDelete
  7. iya paling eunak dn paling tdk terikat...ya dapat kerja dari usaha sendiri bukan dari koneksi..lebih free

    ReplyDelete
  8. Memang lbh ok rasanya bila dpt dr usaha sendiri ya.. tapi mendapatkan dr koneksi jga butuh usaha.

    ReplyDelete
  9. enakan kerja masuk sendiri ibratnya tuh gda beban, kan g enak kalo kerja dimasukin itu bisa j ngecewain yg masukin krna yg namanya kerja itu ada yg cocok da yg kgak

    ReplyDelete
  10. Menjelang wisuda, ditawarin kerja sama orang tua di satu tempat dengan scope yang sesuai sama jurusan akademis, tapi gue tolak dengan alasan gak bisa ikut gitu aja karena khawatir bikin malu orang tua. Alhamdulillah berkat usaha sendiri, sekarang join di corporate yang kerjaannya ternyata lebih nyambung dibandingkan dengan yang dulu ditawarkan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. emang yang sesuai passion lebih nyaman :)

      Delete
  11. Thank for sharing.. Kerasa sih dilemanya. Pernah alami juga. Kesannya gimana gitu masuk kerja karna koneksi. Serasa kita ga punya kemampuan gitu, nin.

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar tanpa link hidup ya... Komentar dengan link hidup akan dihapus :)

Previous Page Next Page Home