Thursday, June 2, 2016

JILBAB, OLEH MUSLIMAH MASA KINI


Terus terang, saya jarang memperhatikan ragam peristiwa dan perdebatan yang terjadi di sosial media. Jarang banget. Kerjaan saya setiap login ke sosial media, selain berbagi postingan, scroll-scroll sebentar dan menanggapi isi post dan update blog teman adalah logout. Sudah, itu saja.

Suatu hari, ada seorang teman dalam grup chat khusus berisi muslimah - yang obrolannya selain masalah kajian, baju dan berbagai pernik wanita - berbagi sebuah tulisan ke dalam grup. Saya membaca tulisan itu yang berisi keprihatinan penulis kepada pakaian muslimah para saudari kita yang berkerudung panjang. Tulisan itu membahas mengenai bagaimana muslimah saat ini lupa dengan tujuan awal bahwa jilbab adalah soal menyederhanakan penampilan dan merupakan bentuk dari ketaatan.

Membaca tulisan itu, saya terdiam. Ibarat ketampar rasanya. Beneran, saya tertohok. Makjleb. Dalem.

Saya tidak menyangka tulisan itu kemudian menjadi viral, berawal dari sebuah blog ke status sosial media orang lain kemudian berulang kali mengundang share dan memicu munculnya tulisan balasan yang maaf saja, terkesan berapi-api kalau tidak boleh dibilang sinis. Entah emosi atau kesindir entah apapun. Tulisan balasan ini kok ya lucunya atau sedihnya di share ramai-ramai dan menjadi postingan viral juga. Akhirnya apa? Timbul dua kubu, dan masing-masing yang beda pendapat jadi berantem atau saling sinis di depan umum. Subhanallah. Bahkan seorang teman sampai curhat, rindu masa-masa dimana pemakai jilbab lebar masih sedikit tapi saling menguatkan bukan malah saling adu argumen seperti itu.

Tulisan tandingan ini berbicara mengenai penghargaan terhadap proses dengan diselipi pertanyaan : masa kan berjilbab harus dekil dan nggak enak dipandang? Kan orang-orang jadi malas pakai jilbab kalau imagenya seolah-olah harus dekil dan gombor longgar? Kemudian balik lagi mengenai proses seseorang berbeda-beda. Dengan mewabahnya pemakai hijab syari maka muslimah dengan hijab panjang tidak lagi menjadi sesuatu yang aneh ditengah kerumunan seperti dulu. Bisa diterima oleh masyarakat karena banyaknya jumlah para pemakai kerudung panjang ini, mereka juga mulai belajar dan meramaikan kajian. Karena mereka, para pengguna lama hijab syari yang sejak dari awal istiqomah dengan kerudung panjangnya jadi lebih nyaman dan diterima.

Tulisan kedua ini tidak salah, tapi lagi-lagi tidak salah memang memicu seseorang untuk merasa benar.

Memang benar kita juga harus saling menghargai terhadap proses, tapi kita juga harus menghargai buah pikiran orang lain lho. Apalagi isinya tentang agama, mengajak kepada kebaikan, mengajak kita sama-sama meluruskan niat.

Salahkah dia saudara kita yang mengajak untuk meluruskan niat dan menjadi lebih menyederhanakan penampilan? Jika salah, dimana salahnya? Jika memang dia tidak menghargai proses, balik dan baca lagi deh panduan berhijab syar'i di Al Qur'an. Ada nggak sih yang ngomongin "kalau yang penting jilbab longgar, kerudung panjang kaki kebuka dulu untuk awal proses sih nggak masalah tapi setahun berikutnya harus tertutup ya..."?
Ada nggak sih yang ngomongin kalau "bling bling rempel mah gak masalah dong kan awal-awal pakai?"
Nggak ada, panduan jilbab syari nggak bergeser dengan berjalannya waktu. Ya tetap menutup seluruh tubuh dengan longgar, kerudung menutup minimal dada. Bukan menjadi gantinya perhiasan yang diperintahkan untuk ditutup, sehingga bolehlah kita berpakaian dengan penuh manik-manik permata yang aduhai mencolok.

Bahkan putri Rasulullah pun gamisnya sangat sederhana, apa kabar kita yang wanita akhir zaman ini? Apa merasa lebih baik berhijabnya dari beliau mentang-mentang kajiannya rajin? Apa merasa lebih berilmu? Serius lho saya sedih sama tulisan-tulisan berbau pembelaan diri seperti ini. Kan katanya sudah hijrah, jangan hanya baju kita saja... akhlak juga dibenahin. Iya nggak bisa langsung breg semuanya memang kok. Tapi jangan juga kalau merasa kesenggol sedikit langsung marah-marah. Padahal yang nyenggol sekali lagi nih, rujukannya shahih lho... bukan asal opini semata.

Apapun proses kita ya dikembalikan lagi ke rujukan awal, AL Qur'an dan sunnah. Jadi tahan-tahan deh diri kita untuk marah, bahkan nyinyir untuk hal yang sudah ada pakemnya. Kurang-kurangin mulut dan jari kita dari nyinyirin aturan agama sendiri, terlepas dari sengaja atau enggak.

Iya sih kita masih berproses pun teman-teman kita juga, tapi tak lantas juga kita menolak nasehat hingga membalas dengan sinis. Dengarkan saja, syukur kalau dapat menjadi bahan instrospeksi. Belum mampu menjalani ya santai saja, itu otoritas diri kita kok jadi ya jalani sebagaimana adanya kita. Semoga lebih baik kedepannya nanti. Yang penting kita tahu kalau masih harus memperbaiki diri dan ibadah.

Membaca tulisan pertama tentang keprihatinan mengenai model-model hijab beragam yang membuat para muslimah jadi bergeser dari nilai hijab pada awalnya itu, alih-alih marah saya justru merasa salah. Tertohok pada diri saya yang masih banyak kurangnya ini. Tamparan keras. Tapi kalau marah sama yang ngasih nasehat hingga menulis tulisan tandingan atau memviralkan postingan tandingan untuk pembenaran diri saya yang segini ini, justru malah enggak.

Lagian memangnya saya sanggup? Wong dia benar kok. Bener banget malah.

Yang bikin saya tertohok karena ya isi lemari saya, subhanallah. Memang usia jilbab syar'i saya sudah lebih dari waktu yang diperlukan seorang anak untuk lulus SD. Namun ya tetap saja kalau suka dengan brand hits apa, jadi penasaran pengin beli dan kalau belum dapat masih keterusan tuh penasarannya. Bahkan ada produknya yang berumbai dan bermotif-motif cantik. Pertimbangan belinya? Karena pengin dan penasaran, coba deh kurang jahil (bukan jahil yang berarti iseng ya) apa alasan itu? Dan karena dibalik pengin yang disertai penasaran itu selalu ada motif terselubung, yaitu: pengin kelihatan cantik, khas wanita kebanyakan. Iya, saya nggak ada beda dengan semua wanita lain, masih pengin kelihatan cantik. Masih tergoda beli gamis yang modelnya tiap keluar koleksi baru selalu diiringi fashion show, ada swarovski segala macam nya padahal ya... pas akhirnya dapet seneng, jadi tidur nyenyak nggak kepikiran. Tapi terus.... akhirnya biasa aja.
Terbersit dipikiran: Oh ternyata kayak gini toh bajunya. Kayak gini toh rasanya punya baju ini. Kemudian Flat!

Tapi nggak kapok juga saya, meskipun sudah berulang terjadi.

Masalah harga, ada yang berpendapat kalau sebelum hijrah mungkin senengannya dia pakai shawl Hermes, baju desainer yang puluhan juta, nah bagi dia baju yang senilai 1-5 juta ya murah. Sudah sederhana. Satu sisi ada benarnya. Disisi lain, baju seharga gitu memang cantiknya masyaAllah tapi kalau dipakai kemana-mana oke sih, kayaknya nggak juga. Ada yang cuma pantes dipakai ke pesta, ada yang cuma pantes dipakai jalan-jalan ke tempat bagus.

Dari baju-baju saya yang berenda, flowy, bermotif print limited eksklusif yang nggak ada kembarannya, berumbai tumpuk dan kawan-kawannya... toh jatuhnya yang sering saya pakai untuk sehari-hari juga yang itu-itu aja. Yang nyaman adem dan selapis, yang susah kotor dan susah kusut. Kalau pakai baju warna lembut pastel yang limited dipakai jalan di tempat becek, selain sayang juga nggak enak dipandang karena jadinya kotor. Paling dipakainya cuma pas pergi berdua suami atau acara formal.

Saya tahu masing-masing kita masih sebagai pejuang proses, tak luput pun saya. Untuk kedepannya kita mungkin masih akan tergoda pada perlengkapan hijab yang cantik-cantik, yang rempel-rempel dan bertaburan swarovski. Bagaimanapun kita wanita yang lemah iman terhadap godaan ingin terlihat cantik di luaran juga. Padahal mestinya yang berhak atas cantik kita ya suami atau setidaknya mahram kita.

Tapi paling tidak, dengan belajar mendengarkan nasehat kebaikan yang mengingatkan kita untuk meluruskan niat, maka kita akan bisa membatasi diri dari meluapnya keinginan terhadap baju-baju cantik itu. Mungkin tidak berhenti, tapi paling tidak kita mulai memilah dan mengurangi. Jangan merasa sendiri, kita belajar bersama-sama kok.

Namun untuk langkah pertama dalam pelajaran ini, terlebih dahulu cobalah dengar isi nasehat yang memiliki acuan kuat meskipun pahit. Terima, terlepas dari sudah bisa atau belum sanggup untuk kita menjalankan nasehat tersebut. Terimalah dengan baik, anggaplah mungkin bentuk dari perhatian kepada sesama muslimah. Tanpa pembenaran pada diri yang masih ala kadarnya ini.


20 comments:

  1. saya juga sedih :( Kita ini saudara, tapi kenapa mudah banget tersulut tiap ada suadara kita sendiri yg mengingatkan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, sedih chaa kalau baca :( ucapannya subhanallah bisa tajem2 gitu

      Delete
  2. Aku malahan ga punya gamis. Aku masih suka atasan bawahan. Ga bermerk pula.
    Skrg banyak share tulisan ini itu, aku sih ga begitu peduli trus share kemana2. Palingan wa an sama dikau. Hahahhaha.
    Ya perbedaan pendapat itu dinamika, tapi ga perlu diserang dan dinyinyirin juga. Biasa aja gitu

    ReplyDelete
    Replies
    1. salut lah mbak, atasan bawahan sebenernya agak rempong padu padannya sih haha makanya aku lebih suka gamis juga karena itu

      Delete
  3. cumaaak mau bilang, i kok kitah sehati sih nyin
    samaaaa
    aku juga klo login sosmed, cuma buka blog, promo blog, balesin komen, tutp lagi hahhahha
    makanya ga tau menahu ada isu-isu hangat apa yang viral viral

    aku juga males sih orangnya ngeshare ngeshare klo bukan tulisan sendiri, makanya agak kaget juga pas diadd temen-temen yang hobi ngeshare tulisan seleb fb atau seleb seleb dumay yang menuai pro kontra ahhahahahhaha

    Aku ga mau terpancing untuk ikut kubu A ato B juga aka reaktif hahhaha
    sukanya ngesosmed cuma yang adem ayem aja, promo tulisan ndiri wkwkwkkw

    klo jilbab, aku masi suka yang model vintage kembang kembang gitu nyin...lagi tertarik ngefollow akun ig yang jual polan lucu-lucu gituh

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau kita kan memang sering sehati ya nit :p yah mungkin nggak semua orang suka dinasehati. aku juga suka males kalau dinasehatin yang gimana gitu.
      tapi kalau soal agama mah ya sudah. kita juga masih harus belajar banyak memang kok.

      Delete
  4. o iya satu lagi nyin, aku juga paling ngehindarin tulisan yang tanding tandingan hihi (untuk topik apapun, ga cuma yang jilbab ini)

    aku setuju ama kamu nin, misal ada penulis pertama dan dia bikin tulisan toh hanya untuk membuat suatu argumen sebagai salah satu bentuk syiar

    lantas kenapa pula musti ada pembelaan diri dari kalangan yang 'ngerasa', padahal mungkin tulisan itu bersifat umum saja-general...

    kadang diem dan mencerna pendapat orang lain jauh lebih aman ya, ketimbang ikutan debat ato bikin pembelaan diri yang sebenernya juga buat apa...

    ReplyDelete
    Replies
    1. mending perbaikin diri jadiin nasehat sebagai kaca, biar kata hati kita asem nerimanya. daripada buang waktu gondok kan...

      susah sis, sayang kalau waktu banyak kebuang buat debat gajelas dan saling serang. umur kita sampai kapan kita nggak tau. banyakin belajar sama siap2 aja.

      Delete
  5. soalnya aku kasian sama followernya yang malah jadi debat antar kubu ya kan?

    ReplyDelete
  6. Langkah untuk hidup sesuai jalan Tuhan memang diawali dari niat yang hati yang bersih. Kalau dalam perjalanannya kadang masih terhuyung-huyung ya kita kuatkan niat lagi. Aku setuju dg Ninda, berpikiran terbuka itu membantu diri sendiri untuk menjadi lebih baik.

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah, saya gak terlalu tergoda trend fashion masa kini. Intinya tetap berpijak pada surat al-Ahzab 59 dan An-Nur 31. Sya sehari-hari keluar rumah mengenakan jilbab (gamis). Ya modelnya biasa2 saja, malah ada yang dijahitkan sendiri dengan model biasa. Memang dg gaya seperti itu kadang agak gak enak dengerin komentar orang2 yang katanya gak modis. Tapi, biarlah, yang penting rapi, bersih, dan syar’i. Keep istiqomah berjilbab!:)

    ReplyDelete
  8. Hijab bukan fashion...
    Hijab bukan trend...
    Hijab itu.... silahkan dijabarkan sendiri...!!!

    ReplyDelete
  9. Tetap jalani apa yg kita yakini dan bikin seneng *eh

    ReplyDelete
  10. kalo saya sih suka lihat yang jilbabnya panjang.. hehe.. soal selera aja sih kalo saya.. :3

    ReplyDelete
  11. Gak akan ada habisnya mbak kalo saling nanggepin,, ini sama aja ma ibu menyusui n ngasi sufor,, menyusui itu udah ada di alquran.. tp bukan berarti kita harus menyalahkan yg ngasi sufor,, apalagi sampe ngata2i si ibu mau enaknya doank, anaknya anak sapi dll.. bener sih ASI itu bagus, dalilnya sahih, tp kan pendapat plus plusnya itu bikin sakit hati..

    Artikel soal hijab syari pun begitu, ngasi info bagus, tapi gak perlu sampe ngelontarin kata2 yg gak enak.. kalo dibilang mereka cuma mengutarakan pendapat, ya jatuhnya sama ma yg bikin artikel balasan,, sama2 ngasi pendapat.. ya begitulah perkembangan teknologi saat ini, semua bebas berpendapat dr yg bagus, jelek, sampe nyinyir.. *eeaaa, bisa jd bahan lomba nih, wkwk*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mer udah baca artikelnya belum? Artikelnya bagus, nggak ada nyinyir2nya menurutku. Intinya hijab adalah tanda ketaatan, bukan saingan mode. Kita ini mestinya belajar zuhud, mestinya. Tapi kalau belom bisa ya jangan emosi sebaiknya sih. Beda lho sama masalah busui dan sufor, itu nggak apple to apple. Balik lagi, kita bisa atau belum melakukan itu... Jauh jauh lah dr yg namanya demen nyinyir sama aturan agama sendiri. Msh banyak yg kita blm paham. Mending belajar lagi lbh dlm :)
      Nulis ini krn sedih sama perdebatannya. kita ini manusia, banyak salahnya. Banyakin muhasabah, kurang kurangin denial :)

      Delete
    2. Baca yg mojok sm mbak jihan n beberapa post di fb.. trus aku baca ulang lg.. trus aku cari tau tafsir alquran ttg jilbab.. buya hamka n quraish sihab punya pandangan yg berbeda soal jilbab, semua masuk akal sih dr penjelasan, kembali ke masing2 orang aja mau ngikut yg mana..

      Gak bs kah kita berteman tanpa mbatin "ini orang jilbab lebar islam garis keras nih sok suci pasti, nih cewek jilbabnya tabbaruj pake hijab karena fashion bukan karena hidayah"?? Aku jg sedih, makin ke sini, orang makin sering menelanjangi dosa orang lain.. tp ya gimana lg, ruang berpendapat makin banyak, hak tiap orang.. aku sih gak mau ambil pusing. *udah ah, nyuci piring dulu, haha*

      Delete
    3. beliau-beliau itu orang pintar yang tahu agama. reputasinya masyur. tapi memang harus ada pembanding. untuk jilbab, sudah jelas rasanya di Al Qur'an. Dan para syeh juga ulama mengaminkan kewajiban soal jilbab bagi wanita. tidak terjadi perdebatan. mestinya sudah jelas buat kita hukumnya mer :)

      yoi memang hak tiap orang sih buat berpendapat :D da aku mah apa, daripada gondok sama pendapat orang terus jadi debat2 emosi, mending ngemil biar tambah 'sehat' *jangan tanya timbangan udah dibakar

      Delete
  12. masalah hijab memang tidak ada habisnya ya, mungkin karena manusia itu selalu ingin tampil sempurna dimata manusia lainnya. padahal bener kata mba ninda "lebih baik tampil sempurna hanya untuk suami dan mahramnya" bukan yang lain. semoga saja ada hikmahnya dari semua ini ya mba. :) salam kenal

    ReplyDelete
  13. beberapa hari lalu memang sempat heboh nih Mba Ninda :)
    sebagai wanita yang ilimu agamanya masih seujung kuku saya hanya bisa tersenyum kecut :(

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar tanpa link hidup ya... Komentar dengan link hidup akan dihapus :)

Previous Page Next Page Home