Saturday, September 3, 2016

MAKAN BERSAMA MEMORI


Apa yang bisa dilakukan makanan padamu?
Bagi sebagian orang mungkin hanyalah sekadar penghilang lapar, kalau lapar ya makan, kita manusia kan makan untuk bertahan hidup. Sebagian lagi menilainya sebagai pelengkap aktivitas. Nonton film di bioskop kurang lengkap tanpa se-bucket popcorn, nonton drama korea di rumah bukan apa-apa jika tanpa adanya mi ramen kaya kuah. Dan martabak spesial untuk mengambil hati orang tua seseorang yang kita kagumi. Ada juga yang menganggapnya sebagai kesenangan mencoba, memuaskan lidah kita untuk merasa setiap jenis makanan. Wisata kuliner didapuk menjadi nama aktivitas tersebut, diambil dari sebuah program televisi tahunan lalu yang mereview secara lengkap tentang makanan dan sebuah tempat.

Bagi saya sendiri makanan sungguh memiliki banyak arti. Saya menikmati wisata kuliner sebagaimana mereka yang menggemari proses berburu makanan paling enak menurut berbagai referensi meskipun tempatnya cenderung susah akses dan ingin menikmatinya berarti rela antre berjam-jam. Makanan juga simbol dan pelengkap aktivitas, bagi saya. Setidaknya saya benar-benar merasa bahwa mie berkuah banyak yang dimakan panas-panas akan terasa lebih menggugah selera jika dimakan sembari menonton drama korea, dan popcorn selalu menggoda untuk dibeli ketika berkunjung ke bioskop meski menurut saya seringnya popcorn justru sudah habis duluan sebelum film dimulai. Saya juga makan karena lapar dan untuk bertahan hidup, sama seperti manusia-manusia lain.

Makanan, bagi saya memiliki semua arti itu dan juga satu lagi: kekuatan kenangan. Bicara soal kenangan yang meluncur tidak terkendali bisa jadi dihantarkan oleh satu menu makanan, mendadak kita teringat, mendadak kita merasa lagi seperti kenangan yang dihantarkan. Kita tidak perlu mesin waktu pun video masa lalu juga arsip foto. Makanan adalah kumpulan perasaan dan kenangan, menyapa melalui bentuknya kemudian ke lidah, merasa dan sampai ke perut seringkali... hangatnya.

Dalam film Ratatouille mengenai seekor tikus yang mencintai makanan dan mengolahnya menjadi masakan enak, ada adegan mengenai penilai makanan yang memakan hidangan yang dimasak oleh tikus melalui perantara seorang koki dapur baru dan dia kemudian merasa kembali ke masa lalu. Saat usianya masih belum remaja, dipanggil ibunya dari dapur dengan aroma masakan mengepul dari arah panggilan. Dia duduk dan memakan masakan ibunya tersebut. Ketika dia menyelesaikan satu suapan dia berkata masakan itu sangat enak dan ingin bertemu dengan koki yang memasak makanan itu.

Pada buku Rindu, karangan Tere Liye ada suatu pembicaraan antara seorang ulama dengan koki kapal. Ulama itu memuji betapa masakan sang koki sangat enak, seperti masakan ibunya. Pujian tertinggi bagi para koki adalah bagaimana seseorang bisa merasa masakan itu seenak masakan ibunya. Kita semua punya kenangan dan seringkali yang menjadi salah satu hal paling ngangenin dari semuanya adalah masakan ibu. Itulah mengapa orang-orang rela berjubelan di jalan untuk pulang sekalipun tersiksa macet berjam-jam. Tidak ada yang menandingi rasa masakan ibu dalam kenangan dan dalam kepala kita.

Ibu saya bukan koki masak handal, beliau tidak pandai memasak banyak makanan diluar resep resep makanan khas indonesia dengan bumbu olahan sendiri, jika memasak dalam jumlah banyak selalu ada satu-dua bungkus Royco yang ditambahkan. Ibu saya juga bukan orang yang gemar mencoba resep masakan baru. Putaran masakannya nggak gitu banyak, tapi hingga sampai saat ini belum pernah saya merasakan rasa yang sama dengan yang beliau buat. Entah kenapa, bahkan meskipun makananan sesederhanan sop daging. Secara skill memasak, saya dan adik lebih baik dari beliau karena kami memang sering mencoba resep makanan baru dan memasak macam-macam. Tapi kami juga tidak pernah bisa menghadirkan rasa yang sama seperti yang beliau pernah buat.

Mungkin tangan dan bulir keringat untuk mengolah makanan yang beda, ditambah bumbu cinta seorang ibu.

11 comments:

  1. Udah pernah nonton drakor let's eat belum mbak? Itu juga tentang makanan n food blogger gitu.

    ReplyDelete
  2. pas banget baru selesai makan ayam goreng pagi-pagi, pas buka blog ini ada postingan ayam goreng

    ReplyDelete
  3. Saya tahu mbak filmnya tikus yang jago masak memang seru sih filmnya ada lucunya juga sih kalau saya nonton soalnya aneh kok tikus jago masak, gk gk gk.

    ReplyDelete
  4. Walau sudah bisa masak berbagai masakan sendiri, tetep kangen masakan emak di Malang... Tapi sekarang kalau ke Malang udah nggak bisa makanan emak... malah emak suruh aku masak buat beliau... Hehehe. Maklum dah sepuh banget.

    ReplyDelete
  5. Masakan ibu memang selalu terasa spesial ya... berbeda dengan makanan lain nya.. jadi lapar deh hahahaha :)

    Salam kak Ninda...

    ReplyDelete
  6. Kalau celoteh aku pas lagi di rumah "Bahkan telor dadar aja kalau Ibu yang bikin enaknya beda banget. Soalnya pake cinta di setiap kocokannya"

    :')

    Duh ajdi kangen masakan rumah
    Huaaaaa

    #BaladaUDahSebulanJadiAnakKos

    ReplyDelete
  7. itulah salah satu alasan aku selalu bela2in mudik karena kangen masakan mama, makanan yang sejak kecil aku makan pastinya jd makanan favorit yg tak tergantikan :)

    ReplyDelete
  8. hehe...
    mungkin karena puluhan tahun makan masakan ibu, jadi ngga ada tandingannya sampai sekarang ^^

    ReplyDelete
  9. Sama Mba Ninda, masakan mamaku juga paling enak sedunia :)

    ReplyDelete
  10. Iya, benar. kemanapu kita pergi dan telah melalang-buana mencicipi kuliner manapun, masakan ibu ngangeni. Padahal dari segi cara memasak atau jenis masakannya sebenarnya biasa. Tapi rasa, lebih dari sekedar dirasa oleh lidah tapi kenangan.

    ReplyDelete
  11. Aku ga jago masak, tapi aku masak air panas dengan cinta lohhh :*

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar tanpa link hidup ya... Komentar dengan link hidup akan dihapus :)

Previous Page Next Page Home