Sunday, October 16, 2016

BUDAYA TRAVELING KAUM MUDA

 

Nggak sekali dua kali saya melihat bahwa traveling pada tahun-tahun terkhir ini menjadi hobi yang memiliki semakin banyak peminat. Nggak cuma seratus dua ratus saja, membludak banget peminatnya. Ketika dulu traveling hanya milik orang-orang yang sudah mapan dengan penghasilan sendiri beserta keluarga, ehm setidaknya menurut saya ya terutama di negeri kita tercinta ini. Sekarang siapa saja bisa traveling, bahkan penghobi traveling kebanyakan anak-anak muda usia remaja. Dan banyak tayangan traveling atau backpacking anak muda di televisi menjadi pemicu gencarnya kegiatan traveling. Tidak harus ke luar negeri ataupun keluar kota, para anak-anak muda mulai aware dengan apa yang menjadi keistimewaan daerah tempat tinggalnya masing-masing.

Sounds good ya, dan memang begitu kok kenyataannya.

Pembangunan industri pariwisata di indonesia jadi semakin baik dan berkembang karena besarnya peminat pariwisata melalui budaya  traveling kaum muda yang marak beberapa tahun terakhir ini.
Naik pamornya Raja Ampat, pantai-pantai di indonesia bagian timur adalah salah satu dampak positif hitsnya traveling. Memang negara tropis kita bisa dibilang punya segalanya baik dari kekayaan alamnya maupun ragam budayanya yang mati suri di negeri sendiri sekian lama namun lebih banyak diminati wisatawan asing selama bertahun-tahun lalu kini jadi mendapatkan perhatian yang seimbang dari masyarakat Indonesia sendiri.

Menurut bpkm.go.id, saat ini pemerintah mengembangkan investasi di sektor pariwisata  negeri kita dengan program awal untuk mengembangkan destinasi prioritas pada awal tahun sebanyak 10 titik tempat pariwisata. Mana saja 10 titi pariwisata itu? Yaitu di Tanjung Lesung Banten, Danau  Toba Sumatera Utara, Tanjung Kelayang Babel, Bromo Tengger Semeru Jawa Timur, Morotai Maltara, Borobudur Jawa Tengah, Kepulauan Seribu Jakarta, Mandalika Nusa Tenggara Barat, Wakatobi Sulawesi Utara dan Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur. Dengan gelontoran dana yang kabarnya sebanyak 300 triliun rupiah. Semoga sih selain dimanfaatkan untuk pembangunan tempat pariwisata tersebut juga disisihkan untuk memperbaiki akses jalan menuju tempat wisata tersebut. Karena sering tempat wisata yang bagus-bagus membuat pengunjungnya berpikir ulang untuk kesana karena akses menuju kesana yang kurang bagus dan transportasi yang dibutuhkan kurang banyak tersedia.

Ngehitsnya traveling, diluar dukungan acara televisi yang membahas traveling, menurut saya tidak lepas dari pengaruh mengakar kuatnya sosial media sebagai penyampai pesan untuk masyarkat usia produktif terutama para remaja.

Melihat teman-temannya berfoto dan pamer foto-foto berlatar pemandangan bagus di sosmed mereka jadi cenderung tidak mau kalah untuk memasang foto yang sama keren dan bagusnya. Populernya lensa kamera cembung ala fish eye juga karena acara foto dengan latar bagus seperti pantai dan pegunungan.

Efek samping dari kegiatan traveling dan foto-foto ini menurut saya adalah selfie ekstrim, yang beberapa diantaranya sampai benar-benar mengakibatkan kematian. Saya nggak tahu harus heran atau sedih setiap menonton televisi dan disuguhi berita semacam ini. Lebih seringnya sih saya geleng-geleng sendiri karena kebingungan.

Mungkin tuntutan anak muda sekarang memang menghasilkan foto terbagus latarnya dan muka mulus yang kalau bisa sangat kinclong tanpa pori-pori biar semakin terlihat anak hits oh ya dan followers instagram bejibun. Jelaslah nggak kayak pas saya masih abegeh dimana tuntutan satu-satunya hanya bimbel dan lulus UAN dengan nilai rata-rata 8 sampek 9.

Cuma saya bingung aja kalau ada orang yang nekat selfie ekstrim atau rela berfoto ekstrim demi mendapatkan foto bagus kemudian nambah followers dan fotonya banyak yang nge-like. Seolah-olah itulah urusan yang maha penting di dunia ini, bahkan lebih penting dari nyawa sendiri. Lebih penting dari seluruh kesempatan dan peluang yang mungkin kita dapatkan jika kita meneruskan hidup. Kemungkinan untuk menjadi orang yang lebih sukses, berhasil sebagai individu dan mampu meraih cita-cita yang sejak dulu diam-diam kita ukir dalam angan. Dan terutama lebih penting dari kesempatan hidup yang Allah berikan agar kita belajar dari kesalahan dan memperbaiki diri kita sebaik-baiknya.

Apakah followers bejibun dan likes yang memenuhi notifikasi lebih penting dari itu semua?

7 comments:

  1. Duh jadi inget salah satu tulisan di buku Reclaim Your Heart, Facebook, Bahaya Tersembunyi. Kalo kita ga bijak, pamer bisa jadi penting dan mengabaikan urusan lain. Duh semoga kita ga sampe begitu >_<

    ReplyDelete
  2. lhaaa aku jadi pengen jalan2 lagi setelah baca tulisan ini
    jiahahahaha

    ReplyDelete
  3. Dulu sekali saya addict travelling, makin ke sini makin malas ajah dengan alasan yang macem-macem.. kangen sih kadang2. Haha.

    ReplyDelete
  4. Da, gue setuju sama pendapat lo tentang perbaikan akses menuju tempat wisata, kalau akses dan fasilitas tempat wisatanya udah bagus, tinggal ningkatin kesadaran travelernya buat ngejaga lingkungan wisata biar tetep bersih biar generasi mendatang bisa ngerasain keseruan tempat wisata yang kita nikmati saat ini, that's my thoughts.

    ReplyDelete
  5. Cita citaku ke malang kebon apel blom kesampaian
    Bromo cuma dipingin pinhinin paksu huhu
    Seprtinya musti banyakin nabung

    ReplyDelete
  6. alasannya mungkin karena semakin banyak juga acara yang menyuguhkan cerita tentang perjalanan ya

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar tanpa link hidup ya... Komentar dengan link hidup akan dihapus :)

Previous Page Next Page Home