Tuesday, November 22, 2016

BUKAN HANYA TENTANG 'HIDUP BAHAGIA SELAMANYA'

"Ini gamis hadiah dari itu lho Bu X yang tinggal di daerah C," kata seorang tante saya, Tante A membawakan bungkusan kepada tante saya yang lain Tante M yang akan menunaikan ibadah haji. Selama masih ada waktu, tante saya itu sedang mengumpulkan gamis-gamis berbahan cepat kering untuk dipakai di tanah suci nantinya.

"Buat aku juga ada sih, dia jahit gamis-gamisnya sendiri." kata Tante A lagi. Bu X adalah salah seorang teman baik Tante A yang senang menjahit dan menghadiahkan hasil jahitannya kepada orang-orang terdekat dengan gratis. Bisa dibilang menjahit adalah hobi dan kesibukannya mengisi waktu, bukan untuk mencari nafkah karena beliau dan suaminya adalah orang yang berada dan hanya hidup berdua sementara sebentar lagi menikmati masa pensiun pun hanya berdua karena belum dikaruniai keturunan.

Saya jadi ingat seorang teman blogger saya, Wenny pernah menulis sebuah artikel tentang setia membersamai yaitu tentang sepasang suami istri yang tidak menyerah satu sama lain untuk terus bersama. Saya teringat beberapa kisah yang dia ceritakan disitu mengenai suami istri yang berdua saling mendukung dan setia meskipun belum dikaruniai keturunan bahkan dalam usia pernikahan yang relatif lama.

Kemarin saya melihat tumpahan perasaan seorang teman sekolah mengenai program kehamilannya setelah pernikahan tahun kesekian yang belum berhasil. Saya mungkin belum pernah mengalami itu dan tidak tahu seperti apa programnya tapi sungguh sebagai seorang wanita saya turut sedih saat membaca tulisannya. Di lain pihak, saya juga lega karena mengetahui bahwa suaminya terlihat sangat mendukung semua yang dia lakukan, pun juga siap menghibur kesedihan yang dia rasakan.

Dalam hidup, kita sering disuguhkan oleh realita hidup yang tidak seindah happy ending yang kita bayangkan di masa kecil dalam bentuk dongeng para puteri yang diceritakan terus menerus melalui buku dan film animasi.

Saya ingat beberapa adegan dalam film Eat, Pray, Love yang saya baca juga bukunya mengenai seorang wanita yang sering diminta tolong para perempuan yang sedang kebingungan karena permasalahan dalam rumah tangga dan menjadi orang yang disalahkan sebagai sebab karena mungkin faktor pola pikir lingkungannya.

Saya juga ingat adegan dari film test pack dimana suami istri dipaksa bercerai oleh orang tua salah satu pihak karena dipandang tidak subur.

Memang terlihat kelewat lugu ketika kita membandingkan apa yang dijanjikan negeri dongeng kepada kita dengan realita saat kita dewasa. Pastinya happiness ever after karena terjadinya pernikahan seperti akhir dongeng cinderella bukanlah sebenar-benarnya akhir, justru kehidupan yang sesungguhnya mungkin baru dimulai setelahnya.

Saya merasa kumpulan ingatan ini membuat saya memikirkan pelajaran hidup dalam sebuah pernikahan. Pelajaran hidup untuk level-level berikutnya yang tidak tahu seperti apa macam dan bentuknya. Pelajaran hidup yang membuat saya, kami... mudah-mudahan bisa semakin kuat dalam menjalani apapun yang menanti di depan. Karena ujian tidak akan berhenti selama kita masih menghirup udara dan menjejakkan kaki di atas bumi.

Bahwa pernikahan yang baik, yang mencapai level paling tinggi dalam sebuah hubungan dan kesetiaan bukan lagi berbentuk mengantarkan makanan pada dini hari seperti versi para dewasa muda, bukan juga traveling setiap beberapa bulan sekali ke nusa dua bali atau tempat yang berbeda lainnya sepanjang tahun. Sebagian orang merasa romantis sangat cukup, sementara tingkat paling tinggi dari keromantisan bagi saya adalah kesetiaan yang hingga akhir. Bahwa pernikahan adalah penyerahan kesetiaan yang paling besar, bersama dengan komitmen dan jaminan bahwa kita akan dan harus mampu bersama menghadapi berbagai jenis permasalahan yang terjadi berikutnya.

Bahwa ini bukan hanya soal istri yang memprioritaskan suami sebagai keutamaan dan suami yang menafkahi semua kebutuhan istri dan anak-anaknya tapi untuk melalui, menjalani segala waktu yang akan datang bersama-sama. Terlihat mudah jika diucapkan sebagai teori tapi mungkin tidak demikian halnya karena bagaimanapun jodoh bukan berarti kita memiliki pemikiran yang persis serupa.

Dan semoga kita semua dalam waktu yang tak mau berhenti berlalu, memiliki pernikahan yang dilimpahi cinta dan barokah olehNya pemilik setiap sel yang membentuk kita dan perasaan yang berada dalam hati kita. Yang mencapai level romantis paling tinggi, setia bersama hingga akhir.

12 comments:

  1. aamiin ya Rabb...

    Level romantis dan perjalanan hidup tiap orang beda pastinya ya Mba, tinggal bagaimana kita mensyukurinya aja. Tfs for reminding ^^

    ReplyDelete
  2. Inspiring banget postingannya, Mbak. Semoga keromantisan juga menghinggapi pernikahan saya dan suami menuju surgaNya. Aamiin

    ReplyDelete
  3. mamaaakkk... semoga bahagia selalu... muah muah...

    ReplyDelete
  4. aamiin utk doanya mbak :) manis banget...

    ReplyDelete
  5. tulisannya inspiratif mba, like it banget

    ReplyDelete
  6. Kepingbkeping hidup yang selalu harus kita syukuri ya nyin apapun tahapan yang dah dilalui bareng pasangan..
    Quotenya yang paragraf2 terakhir, seperti biasa mellow mellow yelloow tapi dalem banget maknanya, semoga kita semua selalu samawa dg pasangan hidup masing2

    ReplyDelete
  7. tetaplah berbagi cerita biar aku bisa belajar darinya

    ReplyDelete
  8. Aigooo

    Aku bahkan belum punya calon :/

    Yang langgeng ya kakk sama paksu
    btw paksu keker banget yak, aku yang kurus kering kerontang ini jadi minder ._.

    ReplyDelete
  9. "karena bagaimanapun jodoh bukan berarti kita memiliki pemikiran yang persis serupa"

    Love this quote. Aamiin aamiin aamiin...

    ReplyDelete
  10. Ahhh aku aja masih memaknai pernikahan bahwa ga selalu 'happily ever after' ada ups ada downs. Ya sepaket, dirasain bareng2 ya gitu lah. Hahahaha

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar tanpa link hidup ya... Komentar dengan link hidup akan dihapus :)

Previous Page Next Page Home