Seorang sahabat mengkritisi betapa novel saya draftnya nggak selesai-selesai. Saya menyetujuinya.
Draft-nya harus terus bertambah dengan cara menyisihkan sekian waktu entah setengah jam atau sejam setiap harinya dari overtime working saya.
Karena aktifitas yang satu ini selalu berhasil comforting saya, sampah-sampah pikiran keluar melalui huruf dan salah satu alternatif menaikkan mood.
Semua orang butuh pelepasan emosi, dan solusi saya adalah ini.
Nah, kemudian otak saya serasa seperti tubuh yang bernafas untuk mengeluarkan karbondioksida dan menghirup oksigen. Terus bertahan, terus berjalan. Melepaskan emosi dan menghirup semangat baru.
Mendaur ulang emosi diri sendiri.
~
ditunggu novelnya :D
ReplyDeleteKalau saya ketika emosi malah tidak dapet moodnya buat nulis... Dicari-cari, ditunggu-tunggu juga sama, gak ketemu2. Tapi kalau sedang datang moodnya, hmmm, di angkotpun jadi :D
ReplyDeleteNinda...
ReplyDeletekalo novelnya sudah selesai, mau tidak... share novel nya buat tuna netra...
novelnya nanti dijadikan braille juga
ditunggu bukunya...
ReplyDeleteokay, lanjutkan gan
ReplyDeletesepakat :D
ReplyDeleteMenulis adalah cara untuk mendaur ulang emosi...
ReplyDeleteayook tulis..tulis..dan tuliss..
heehehe,,
arif mah pelampiasannya sama game :D
ReplyDeleteiya, maksudku memang nanti setelah novelnya sudah jadi dan sudah terbit...
ReplyDeletekalau aku, otaknya bernafas dengan baca. haha..
ReplyDelete