Thursday, December 19, 2013

Bersabar pada Perasaan

Saya pernah terlibat obrolan dengan salah satu teman kuliah yang ceritanya dia lagi curhat mengenai seorang perempuan yang tertarik padanya. Yah, dia juga tertarik sih... bahkan sudah ngomong sama si perempuan itu kalau... dia menyukai si perempuan seperti layaknya ketertarikan lelaki pada perempuan.
Berikutnya ya... sudah bisa ditebak, dia dihujani perhatian oleh si perempuan.
teman saya ini kemudian merasa nggak nyaman dan malah menghindar. Merembetnya ya... bisa ditebak juga, si perempuan sibuk curhat di media sosial kalau tersakiti -- ah ya gitu deh, saya paham kalimat saya agak cheesy... tapi apa sih yang lebih cheesy dari cerita cinta yang complicatednya beneran mirip sinetron Tukang Bubur Naik Haji.
Saya ketawa, ngomong sama si teman saya ini kalau dialah pihak yang paling layak disalahkan.
"Kamu bilang suka itu... apa sih tujuannya?" saya serius nanya.
"Ya soalnya karena gue tertarik sama dia, orangnya bersemangat..."
"Itu aja?"
"Iya.."
"Nggak ada tujuan lain?" saya gemes sendiri.
"Iye... ah,"
"Ya terus kenapa juga ngomong kalau nggak ada tujuannya? Kesiyaann tauuu..."
"Ya tapi kan... nggak enak aja sih kalau nggak diomongin. Mengganggu pikiran gue..." dia ngomong dengan polosnya, tanpa menyadari kalau saya sudah beneran gemes sampai dalam pikiran saya sudah siramin dia pakai air gayung.
"Kalau kamu beneran sesuka itu... kamu akan pendam sendiri. Kalau kamu benar setertarik itu, lebih baik diri sendiri yang sakit karena menahan perasaan. Bukannya dia, karena setelah omongan kamu dia mengharapkan langkah selanjutnya. Padahal kamu belum siap untuk apapun.."
"Susah banget memendam perasaan," dia mengeluh.
Saya juga mengeluh dalam hati, susah banget sih ngasih tahu teman saya yang satu ini...
"Lagipula kan yang paling membahagiakan dalam sebuah perasaan, bukannya mengutarakannya?"
"..."
"dan mengetahui kalau dia merasakan hal yang sama,"
"Kemudian sudah? Begitu maksud kamu?" saya nggak sengaja komen mencecar, dia tertawa salah tingkah. Saya diam, campuran antara gondok dan gemas. Iya, saya kadang memang suka supersensitif, ikutan sebal padahal ya bukan pihak yang merasakan.

Perasaan adalah perasaan. Jika segalanya belum siap, belum mantap... Mengapa harus memaksakan untuk diutarakan? Sesedih apapun menahannya adalah kesedihan indah yang istimewa. Saya percaya jika memang jatuh pada tempat yang tepat, waktu sepanjang apapun tidak akan mengurangi keindahannya, tidak akan mengurangi maknanya meskipun sesenti. Karena, sekali mengutarakan itu... kita mestinya paham resiko yang timbul karena kelegaan telah menyampaikan apa yang terpendam. Kita mestinya sudah harus menyiapkan segala sesuatu mengenai perasaan itu dalam jangka panjang.


~


1 comment:

  1. memang tak enak sekali kalo harus memendam sebuah perasaan yang seharusnya diutarakan

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar tanpa link hidup ya... Komentar dengan link hidup akan dihapus :)

Previous Page Next Page Home