Ada yang beda. Musim hujan telah lama beranjak meninggalkan pepohonan 
yang mulai kerontang dengan daun yang berguguran. Matahari yang bergeser
 menuju belahan utara bumi membuat terik udara Jakarta kian 
menjadi-jadi. Ini bulan Agustus 2012. Ramadhan juga telah usai, 
menyisakan roti-roti Idul Fitri yang keras, sekeras batu, karena 
terpanggang pengap kereta api Matarmaja sepanjang Madiun hingga ibukota.
Dia
 juga nampak berbeda. Sudah setahun tak bercanda lama-lama dengannya, 
juga 6 sahabat yang lain. Setahun belakangan aku menghabiskan waktu 
magang di Jakarta Selatan. Setahun berlalu aku menghabiskan waktu, 
pikiran dan pulsa untuk sebuah 'unhealth relationship'. Absurd. Hari itu
 aku kembali ke Jakarta Utara, berkuliah lagi, ngekost bareng lagi. Kini
 di tangannya selalu tergenggam sebuah buku. Sepanjang hari selama libur
 kuliah ia baca. Setiap sore setelah kuliah ia baca kembali. Setiap jam 
istirahat, waktu luang, waktu sempit, saat dosen terasa membosankan, 
atau perlu kuliah diistirahatkan saja. Sorenya ia buka laptop kecil 
barunya. Menulis.
"Bangkit, kau nampak berbeda sekarang?" Tanyaku
 penasaran. Ia tertawa kecil, menunjukkan gigi-giginya yang terbungkus 
kulit pipi yang kisut. Tawa yang menjengkelkan. "Baca buku apaan sih?" 
Tak ada basa-basi. Ia pun sama ketusnya. Disodorkanlah buku itu tepat di
 depan wajahku. Judulnya, 'Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim'.
Hari-hari
 berikutnya ada yang nampak aneh dalam diriku. Judul buku itu semakin 
membuatku penasaran. Berkali-kali aku coba meminjamnya, berkali-kali 
pula ia tolak. Berdalih bahwa itu buku pinjaman dan harus membuat resume
 sebagai tiket pengembalian ke pemiliknya. Ia semakin menjengkelkan 
saja. "Udah Fred, ntar pinjem saja sendiri sama yang punya." Tuturnya 
diplomatis.
Lima kata dalam judul buku itu sekarang menjadi dua 
frasa yang terngiang-ngiang, bergaung menggangu pikiranku. Yang pertama,
 kata 'Saksikan', itu ibarat Al-Itsbat dalam rukun syahadat. Dan kita 
semua tahu bahwa di dalam dua kaliamat tauhid tersebut selalu diawali 
dengan kata 'Saksikan/Aku bersaksi'. 
Yang kedua adalah 
kalimat 'Bahwa Aku Seorang Muslim', Normalnya kalimat tersebut pantas 
disandangkan bagi seluruh laki-laki -juga wanita- muslim. Harusnya 
setiap muslim bangga dan lantang dengan seruan itu. Namun sayangnya 
sulit mencari kalimat tersebut dari seorang muslim. Termasuk aku. 
Ringkasnya, aku sendiri pun tak sanggup jika disuruh bersaksi seperti 
judul buku yang mengganggu itu. Aku malu. 
Begitu banyak ilmu 
agama yang belum kupelajari. Sebaliknya, sedikit sekali dari yang sudah 
kupelajari untuk diamalkan. Parahnya adalah setahun belakangan ini. Aku 
menjalin kasih. Aku kalah dengan pendirian semasa SMK dulu pada 
kebiasaan kebanyakan laki-laki negeri ini. Berpacaran. 
Jalinan 
kasih yang begitu ranum, masam, dan terkadang buta. Jalinan yang tak 
halal dan tak memilili semua aspek kebaikan dilihat dari sisi 
manapun,kecuali nafsu dan rindu yang tak mementu. Jalinan yang sudah 
dilarang dengan sangat lembut oleh Allah dalam firmannya di Surah An Nur
 ayat 30-31.
Meskipun hubungan itu adalah sebuah hubungan jarak 
jauh. Aku di negeri ini dan ia di negeri orang. Tetap saja, Allah 
cemburu. Rabbku cemburu karena hamba yang masih tertawan dosanya ini 
tengah menzalimi dirinya dan menzalimi orang lain. Sebuah tinta hitam 
dalam riwayat perjalanan hidup. Sebuah noda yang mengaburkan kalimat, 
'bahwa Aku Seorang Muslim'.
 Bulan-bulan itu aku lebih banyak melamun. Ketika teman-teman bercanda 
riang di sela-sela perkuliahn aku diam, membatu. Saat jam istirahat, 
saat jam kosong karena dosen tak datang, saat diskusi di meja payung 
taman Astra International, saat beli jajan di warung Mang Ujang. 
Pikiranku melesat entah kemana hanya karena judul buku, yang isinya sama
 sekali belum pernah kubaca. Aku merenung di pagar-pagar besi lantai dua
 Masjid Astra, di lantai dua kosan Mbak Novi, di warteg, di Indomaret, 
di warnet, di fotocopyan, di metromini 07, di busway, di mana saja. 
Tragisnya, Bangkit yang tahu perubahan sifat dan kegalauan hubunganku 
justru mentertawakanku. Dia memang sangat menjengkelkan.
Kurasa 
ia pun juga melihat perubahan sifatku yang semakin aneh. Hubungan ini 
sudah tak sehat, atau memang sudah tak sehat sedari awalnya. An unhealth
 relationship. Absurd. Dan entah siapa yang memulai, malam itu kami 
putus hubungan. Tak ada lagi pesan dan inbox FB. Tak ada lagi panggilan 
HP. Tak ada lagi hubungan ambigu tanpa kejelasan pasti. Aku ingin 
sendiri. Hingga nanti terlengkapi oleh bagian dari rusuk kiri.
Pagi
 harinya, 15 November 2012. Bertepatan dengan 1 Muharram 1434 Hijriyah. 
Aku pun berhijrah. Memenuhi tantangan Salim A. Fillah lewat judul 
bukunya, 'Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim'.
Hari baru di tahun baru Islam. Aku meninggalkan semua lamunan dan perenungan. Aku menjadi pribadi yang terbarukan.
Maka
 aku pun berhijrah. Mesti tak sejauh Habasyah, pun tak seberat menuju 
Madinah. Biarkan gundah hanya menyergap, sekejap pandangan. Karna niatku
 akan tetap tergenggam, meski bara apinya merajam.
Hingga kukatakan pada mereka, Saksikan...!!
-------oOo-------
Enam
 bulan kemudian aku baru membeli dan membaca seisi buku itu. Semoga 
menjadi lompatan di tangga kehidupan yang senantiasa menanjak, berliku 
dan berat. Dan belakangan ini aku juga baru sadar, kenapa cover bukunya 
seperti itu. Sebuah buku yang menggugah. Haha. Belum terlambat kok, 
Fred.
visit :  http://www.fredysetiawan.com






No comments:
Post a Comment
Tinggalkan komentar tanpa link hidup ya... Komentar dengan link hidup akan dihapus :)