Wednesday, June 3, 2015

What if...

Entahlah, saya sendiri bingung harus bagaimana menata perasaan, namun yang jelas banyak sekali hal yang saya khawatirkan akhir-akhir ini.
Beraneka what-if...
Setelah pulang kerja dan beranjak memencet televisi di kamar, menaiki tempat tidur karena merasa terlalu lelah untuk segera membersihkan diri, saya bingung harus bagaimana.
The most lovely men on earth got sick. Ini sudah entah keberapa kalinya, dan setiap terjadi saya merasa sangat sedih. Dia selalu taking care orang sakit dengan baik, dicampur kelelahan lantas jatuh sakit juga. Terutama karena saat ini kami sedang berjauhan. Iya, we're in a long distance marriage.
Saya tengah menunggu kepindahan yang belum juga ada kabar berita bagus agar kami tidak berjauhan.

Alasan untuk belum pindah kerja adalah masih ada ikatan dinas, alasannya demikian. Dendanya tidak sedikit. Dan untuk sekarang saya masih butuh biaya untuk adik saya yang masih kuliah.  Saya tidak ingin membebani dia dengan tanggung jawab yang semakin berat dan meletakkan semua itu beserta impian saya bulat-bulat di pundaknya padahal sekarang pun sudah cukup. Sementara setiap kali dia sakit saya cuma ingin segera beli tiket pesawat kemudian merawat dia dengan baik.

"Atau kita menetapkan domisili di Jakarta?" dia bertanya memberikan pilihan. Sementara saya tidak mempunyai cukup alasan untuk bertahan karena jauh dari keluarga, sementara kami sama-sama anak sulung punya tanggung jawab akan orang tua yang usianya sudah mulai senja. Kecuali dengan beberapa kondisi, dan itu pun sementara bukannya selamanya.

Dan apakah pergi dari tempat ini mudah?
Bisa dibilang hati saya sudah berada disini karena toleransinya dalam beragama yang sangat kuat terutama di anak perusahaan yang ini, karena interaksinya, karena buat saya ini adalah tempat pertama saya mengenal dunia kerja. Banyak tempat kerja yang menawarkan fasilitas yang lebih bagus dan gaji yang lebih tinggi, namun... keleluasaan beribadah? Sungguh langka sekali. Bahkan badan usaha pemerintah yang berasaskan pancasila pun juga membuat peraturan tertulis yang sedemikian membuat saya sedih. Muslim menjadi mayoritas di negara ini namun tidak mendapatkan penghargaan dan penghormatan yang sepadan.

Saya kemudian membuat keputusan yang entah kenapa saya merasa ini adalah keputusan yang sangat besar. Hati saya terasa rapuh ketika mendengar berbagai macam kabar yang kurang menyenangkan, serta berita yang melelahkan. Namun hati saya semestinya tetap harus memproduksi dan stock kekuatan. Saya menetapkan masa menunggu paling lama untuk diri saya sendiri. Dan setelah itu saya serahkan kepada Allah.

Oh Allah... bimbing langkah saya.




No comments:

Previous Page Next Page Home