Tuesday, September 6, 2016

RUMAH PILIHAN


Setiap ada seorang teman yang keukeuh menentang KPR dan orang-orang yang mengambil KPR, saya lebih sering diam saja. Saya sih bukan termasuk orang yang mengambil KPR juga, tapi ada satu sisi yang bisa saya mengerti dari sudut pandang mereka tentang mengapa mereka memutuskan demikian.

Penghasilan orang berbeda-beda, mungkin kita masih menjumpai rumah-rumah dengan harga wajar di kota kecil, tapi nggak sama halnya jika kita tinggal di kota besar. Kemarin dulu, ibu kos saya di Jakarta yang mau menjual rumahnya untuk pindah ke rumah anaknya di luar kota juga mematok dengan harga diatas 1 milyar. Padahal rumahnya cukup untuk ditinggali keluarga kecil ayah, ibu, dua orang anak dan satu kamar cadangan untuk tamu. Harga tanah dan rumah melonjak nggak menunggu tahun, beda bulan bahkan tanggal saja sudah bisa jadi beda dan itu hampir tidak mungkin untuk tidak dihentikan. Satu-satunya yang bisa dilakukan untuk stop harga yang terus melonjak adalah dengan beli segera.

Itu juga alasan mengapa si bokap memilih untuk mengisi hari tuanya dengan investasi berupa rumah yang dikontrakkan. Ya karena rumah dan tanah adalah investasi yang pergerakannya terus naik, bahkan lebih bagus dari investasi logam mulia. Bagi yang memiliki penghasilan jauh diatas angka berkecukupan, beli rumah mungkin sama aja rasanya dengan beli tas Kate Spade, tapi kan nggak semua orang memiliki penghasilan yang relatif longgar begitu.

Seorang kenalan memilih untuk meminta bantuan membeli rumah kepada orang tuanya, untuk kemudian dicicil per bulan kepada orang tua sebagai ganti. Ini bagus untuk menghindari KPR dan bunga. Tapi lagi-lagi, nggak semua orang tua mampu untuk membelikan rumah untuk anaknya dan bersedia untuk membantu membelikan tunai seperti itu.

Makanya banyak sekali teman-teman saya, utamanya yang menetap di Jabodetabek dan kota besar lainnya yang memilih untuk mengambil KPR sesuai dengan penghasilan mereka. Karena ya itu, hampir nggak mungkin untuk membeli rumah secara tunai di kota besar dengan penghasilan mereka yang masa kerjanya baru 4-5 tahunan. Kosan tentu nggak nyaman untuk ditempati keluarga, apalagi yang sudah punya anak, sementara kontrakan selain susah dicari harganya pun juga sama gila-gilaanya. Harga sewa kontrakan seringkali hanya berbeda sekian juta atau mungkin sama dengan harga mencicil rumah.

Ya sapa suruh datang ke kota besar? Duh, rejeki yang ngatur mah ya bukan kita kali. Kalau bisa, saya yakin banget banyak teman yang milih untuk kerja dengan penghasilan yang sama dan karir yang bagus, tapi letak kantornya pas sebelah rumah di kota asal mereka. I mean, mereka juga pengin lho sering-sering ketemu orang tuanya. Kita selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan dan mau nggak mau pilihan yang terbaik justru punya konsekuensi yang nggak nyaman. Sementara terus-terusan nyaman juga nggak baik untuk diri kita, gitu kata teman saya yang memilih pekerjaan di tempat lain karena merasa kelewat nyaman dengan kantornya yang terdahulu. Walaupun manusiawi banget sih untuk kita kalau merasa senang dengan kenyamanan.

Sebagian teman memilih untuk tinggal dengan orang tua sementara waktu, untuk menabung sampai uangnya cukup untuk membangun rumah. Ya nggak salah juga. Saya masih ingat bahwa dulu ketika saya masih kecil, orang tua saya juga tinggal di rumah kakek-nenek saya hingga bertahun-tahun sambil mengurus rumah dan kakek-nenek saya. Saya juga masih ingat si bokap sering nggak pulang ke rumah karena merintis bisnis jual beli kendaraan bermotor hingga ke pelosok desa untuk memenuhi tabungan pembangunan rumah. Itu dulu, belum ada KPR apalagi program Kredit Perumahan Murah dari pemerintah melalui Perumnas.

That's why, semua orang punya landasan keputusannya masing-masing dan kadang kita cuma memandang dari satu sisi, yakni sisi kita. Belum lama ini saya melihat post media sosial seorang teman yang menggunting kartu ATM-nya dan berusaha meminimalisir relasi dengan bank. Ada ATM yang masih dan dibiarkan kosong untuk menerima pembayaran yang belum terselesaikan. Bagus sih berkomitmen seperti itu, satu sisi saya salut lho!

Tapi saat ini, ketika sudah nggak musim lagi untuk kita kirim uang via post wesel dan sejenisnya, apa nggak justru makin ruwet dan nggak praktis? Apalagi bagi kita yang punya usaha, utamanya usaha online, bisa dibayangkan bahwa perputaran uang kita tentu lebih banyak berada di bank. Paypal saja bisanya ditarik dari bank.

Yah semoga kita selalu bisa mengambil keputusan terbaik dalam apa yang ada di hidup kita saat ini, juga masa mendatang :)

Kalau menurut mantemans bagaimana?

13 comments:

  1. Jujur aja ngambil cicilan rumah yang pastinya mahal dan waktu cicil yang panjang bikin saya nggak berani ngambil KPR, tapi saya tergolong beruntung, bisa nyicil rumah saudara dengan cicilan keras namun di bawah harga pasaran :)

    ReplyDelete
  2. belum mikirin kesana, masih mikir kuliah aja :/ tapi semuanya butuh persiapan ya, nggak tahu beberapa tahun lagi harga2 bakal setinggi apa

    ReplyDelete
  3. iya dilema ya mba :D makasih sharingnya :D semoga kita bisa tidak menjudge teman hanya dari sudut pandang kita.. :D

    ReplyDelete
  4. Yang kayak begitu bagus buat kehati hatian...tapi jangan sampai menyusahkan juga. Mungkin aku akan KPR...dan masih tetap memakai jasa bank

    ReplyDelete
  5. pernah denger katanya ga boleh ya mba ngambil KPR nyicil rmh gitu menurut agama. saya termasuk yg ambil KPR sih karena sakit hati kalo ngontrak ada aja masalahnya hehe. ga ding ya pengen aja pny rmh yg bisa tererah kita ngatur segalanya dan ortu jg mendorong bgt sampe kasih pinjaman DP sebagian

    ReplyDelete
  6. setujuuu banget mbak... gak akan bijak menilai keputusan orang lain hanya dr sisi kita. kita gak pernah bener2 tau kondisi seseorang, jd jangan sekali-kali men-judge gini gitu...

    ReplyDelete
  7. Yup, banyak pertimbangan untuk memilih mengambil KPR atau tidak, dan masing-masing punya tolak ukur sendiri akan kemampuannya. Sam juga, aku kalau sudah ada yang bicarakan pilihan gini mending diem aja hehehe

    ReplyDelete
  8. tentang atm yang digunting2, tentang org yg belum mengambil kpr karena takut riba dan berhub dengan bank, semua itu sudah pilihan masing2 orang. ya ya ya, jalan itu mgkin bukan yang terhalal,tapi gimana ya, yg penting tidak saling menyakiti saat mengingatkan. ya gak?

    ReplyDelete
  9. Setuju dengan kutipan Ninda yang ini:

    " semua orang punya landasan keputusannya masing-masing dan kadang kita cuma memandang dari satu sisi, yakni sisi kita "

    Kita harus belajar untuk tidak asal dan cepat men-judge seseorang sebelum mengenal betul ia, karena yg ada malah ghibah bahkan fitnah..

    ReplyDelete
  10. tapi aku maish pernah pake wesel mbak walau udah gak zaman seru aja

    ReplyDelete
  11. Hadeuh. Baru denger malah ada istilah KPR. itu singkatan dari apa yah?

    Oiya, perihal pertanyaan Teh Ninda di blog saya. Saya mah udah lulus kuliah Teh. Hehe. Ini juga sedang merasakan atmosfer dan kejammnya 'mulut-mulut' perkantoran.

    ReplyDelete
  12. masalahnya harga rumah gede banget. duitnya baru cukup buat transaksi paypal adja. hahahah.
    saya tim pake KPR dong.

    ReplyDelete
  13. Aku jugak nyin, netral hihi...
    Ga yang ektrem kanan ekstrim kiri ngomenin yang pilihan a atau b, meski aku sendiri beli cash

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar tanpa link hidup ya... Komentar dengan link hidup akan dihapus :)

Previous Page Next Page Home