Wednesday, January 11, 2017

ASAL MULA KISAH TENTANG HUJAN

Hallo lagi :)
Setelah sekian hari ini sedang mengalami masa terlalu banyak yang ada dipikiran tapi bingung yang mana duluan yang ditulis, akhirnya saya kembali lagi karena selalu saja menjalani jarak dengan menulis berhasil membuat saya sakit kepala. Seperti ada banyak huruf yang tidak tertampung, banyak kata yang tidak tersampaikan dan selalu juga membuat saya sebal ketika berada dalam kondisi seperti itu.

Maafkan bahwa meskipun saya sangat menyukai aktivitas blogwalking tapi belakangan ini jarang jalan-jalan ke blog teman-teman. Sebabnya mungkin sepele bagi sebagian orang tapi menurut saya menyebalkan: koneksi internet yang sedang lelet luar biasa dan laptop saya yang sedang rewel belakangan ini.

"Itu alamat email kamu yang waitingintorain kemana ya ngomong-ngomong?" tanya suami suatu hari, seperti baru teringat sesuatu saat sedang mengepak barangnya sebelum berangkat dinas dan saya sedang browsing harga laptop untuk persiapan kalau-kalau laptop 'sepuh' saya sudah benar-benar ngambek dan nggak mau lagi berkompromi.

Ditanya begitu saya jadi nyaris keselek, I used to be rainfall big fans sampai semuanya memakai paduan kata rain. Email untuk banyak social media, ID messenger dan sebagainya. Bahkan juga saya memiliki alamat blog dengan nama seperti itu dulu.

I love it so much back then. Tapi kenapa jadinya demikian cheesy saat diingat sekarang ya?

"Sudah nggak dipakai lagi," kata saya, menjawab pertanyaannya dengan cepat, "bahkan sudah nggak ingat apa passwordnya,"
Dia nyengir.

Iya, saya masih menyukai hujan, tetapi sudah lama saya tidak memikirkannya demikian mendalam.

Ada sesuatu dalam semua rangkaian kalimat yang berhubungan dengan hujan.
Pendek kata saya menyukai tanda awal kedatangannya dari awan mendung, udara yang lebih berangin dan lebih dingin, saat kedatangannya ketika titik-titik air menyerbu bumi. Saya juga menyukai saat-saat ketika dia harus beranjak pergi meninggalkan sisa rintiknya di tanaman dan atap yang jatuh ke genangan air di bawahnya. Suasana menjadi tenang dan lebih senyap, musik paling menyenangkan bagi saya adalah sisa hujan dibangunan atau pohon kemudian jatuh ke bawah dengan nada yang indah ke dalam genangan.

Yang saya tahu dulu, hujan merupakan saat yang paling tepat untuk berdo'a. Saat hujan turun Allah juga mendengarkan do'a-do'a. Sementara saya versi remaja adalah sama dengan kebanyakan remaja lain yang mengalami perasaan tidak berbalas dan rasa takut karena tidak bisa mengontrol perasaan sendiri yang tidak bisa diatasi. Selalu menanggung perasaan sendirian tanpa membiarkan orang yang saya kagumi bahkan tahu kalau saya ada.

Hujan jarang turun di kota saya, dan saya selalu dengan sengaja berbasah-basah dibawahnya tidak peduli saat malam hari. Saya meletakkan tas penuh buku saya di jok sepeda kemudian mengendarai motor dengan sengaja tanpa memakai jas hujan dan banyak berbicara dalam hati. Saya mengeluh pada Allah dibawah hujan karena saya hanya remaja biasa yang tidak nyaman dengan perasaan-perasaan seperti ini. Tidak nyaman karena jatuh cinta ternyata tidak seperti acara televisi, tersenyum-senyum dan membuat orang cerita sepanjang hari. It's hurts. So much. Dan saya tidak suka.

Saya selalu pulang dalam keadaan basah, memancing heran ibu saya setiap kali melihat saya datang tanpa sesentipun bagian yang kering. Saya kedinginan tapi tidak sakit secara fisik, sebaliknya ada jeda lega yang saya rasa dengan berbicara dalam hati dibawah hujan, bertanya-tanya, mengeluh pada yang membalik-balikkan hati saya, terkadang atau malah sering juga protes.

Hujan di mata saya adalah sesuatu yang dengan melihatnya saja akan membuat saya lega, melupakan segala perasaan sakit termasuk sakitnya menanggung beban perasaan. Karena itu pula dari persepsi seorang saya yang dengan lugu mencintai hujan dengan berkelanjutan dari anak-anak hingga usia remaja, hujan juga merupakan sesuatu yang saya tahu adalah gambaran ideal mengenai sosok laki-laki yang mungkin bisa menjadi teman hidup.

Seseorang yang dengannya hati saya basah oleh rasa lega karena menemukannya, seseorang yang dengannya saya tahu saya akan keluar dari ketakutan akan endapan perasaan.
Seseorang yang seperti hujan.

Tapi itulah mengapa kita mengenal lugunya perasaan remaja dan bentuk-bentuk cinta yang lebih dewasa.

Apakah saya menemukan laki-laki yang seperti hujan?
Entah, mungkin tidak. Mungkin juga sebenarnya ya, tapi saya tidak menganggapnya demikian karena ketika kita tumbuh dewasa, ada banyak hal yang berubah tanpa bisa kita kendalikan baik sudut pandang, pemikiran dan perasaan. Ketika semakin dewasa kita dan hidup menjadi lebih rumit seperti halnya pikiran kita, justru segala sesuatu tentang perasaan malah lebih sederhana.

Maka saya menikah dengan seorang lelaki yang dimata saya dia seperti film kartun di hari minggu ketika saya kecil. Sesuatu yang tidak ingin saya lewatkan hingga saya bersedia bangun terlalu pagi, tanpa mandi, menyalakan televisi untuk menunggu acaranya muncul. Sesuatu yang saya rindukan ketika tiada, seperti menunggu senin hingga sabtu yang terasa terlalu panjang. Karena dengannya waktu selalu tidak terasa berjalan begitu cepat, obrolan yang selalu punya bahan, perdebatan yang betapapun menyebalkan tapi tanpa itu kami tidak menjadi kami. Hidup bisa berjalan demikian sederhana seperti menertawai tingkahnya atau tertawa bersamanya karena suatu obrolan atau lelucon yang terlalu lugu. Kita selalu butuh hidup yang penuh dengan tawa bukan? Bahkan juga menertawakan kesedihan.

Karena dia seperti film kartun di hari minggu, maka dia membuat waktu berjalan cepat tanpa terasa, obrolan yang tidak pernah kehabisan topik, tidak pernah gagal menghadirkan tawa dan selalu saya nantikan ketika tiada.

8 comments:

  1. kalau hujan aku suka merenung sendiri, eh tp kadang ada keselnya sedikit sama hujan, lg pergi keluar lupa masukin jemuran eh udah diluar hujan dan pakaian pun basah hihihi *salah diri sendiri sih bukan hujannya*

    ReplyDelete
  2. Aaaakkkk ninda yang ini telah kembali, tau kan aku paling suka baca rabdom though kamu...yang setiap inci katanya selalu memiliki makna, ah indahnya
    Btw soal hujan, tetep...sama juga aku juga suka tetiba menjelma jadi tokoh komik yang aku paksa paksa mirip pas masi remaja dulu, terus belagak sok cool dan apalagi waktu itu jamannya banyak orang naksir2an,,,trus pas hujan2 itu ya sama aja, dulu sempet berangan2 ketemu pronce charming lah kayak di gilm2, sembari ada soundtracknya sendiri yang pas ama moment yang kita rasakan itu

    ReplyDelete
  3. Eh betewe samaan ih leptopku juga mau aku servicin, sementara ngeblog jadi riweuh pake hp ini aku hahahhaha, jadi susah upload dan resize foto
    Terus wifi juga lagi labil banget bolak balik pada jam2 trtentu juga mati masa

    ReplyDelete
  4. ah bahagianyaaa~ sudah ketemu kekasihnya~
    boleh iri donggggg mbaaa....

    ReplyDelete
  5. Jadi kangen Masa kecil nonton kartun..
    Seperti itu ya jadinya hihi
    Selalu istimewa setiap detik bersamanya ya nind..

    ReplyDelete
  6. selalu ada cerita ya mba tentang hujan.. tapi tidak semudah itu bisa melahirkan cerita dari hujan. hehe

    ReplyDelete
  7. kalau ada laki2 seperti ujan,
    pasti pasangannya masuk angin mulu
    #ehh
    hehe

    ReplyDelete
  8. Aku inget postingan yg tentang payung dan lelaki itu loh. Hmm masih ada ga?

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar tanpa link hidup ya... Komentar dengan link hidup akan dihapus :)

Previous Page Next Page Home