Wednesday, June 29, 2016

TEKNOLOGI BAGI KEHIDUPAN, DARI SUDUT PANDANG SAYA

Sebuah Awal: Ponsel dan Komunikasi Praktis
"Aku tungguin lama banget tahu, kamu nggak datang-datang. Katanya mau belajar kelompok?"
"Kamu kemana aja sih? Katanya mau jajan rujak bareng pulang sekolah eh main kabur aja. Kita bingung kudu nungguin apa ninggalin?"


Itu percakapan yang cukup sering terjadi antara saya dan teman-teman saya di sekolah dasar. Janjian yang tanpa kepastian, serba salah, janjian tapi papasan tanpa nyadar adalah masalah sehari-hari kami saat itu. Saya lama tinggal di desa yang hitungannya masih pelosok meskipun fasilitas umumnya sudah cukup bagus. Kami tidak memiliki telepon rumah di rumah masing-masing. Boro-boro, cara pakainya pun nggak tahu gimana.

Dusun tempat tinggal saya juga berbeda dengan teman-teman, jadi bisa dibayangkan kalau mereka sudah janjian mau main ke rumah saya dan nggak jadi karena suatu hal saya bisa nungguin dari pulang sekolah sampai magrib. Jauh berbeda dengan anak sekolah dasar jaman sekarang yang masing-masing punya ponsel minimal berkamera. Memang dulu sudah ada pager yang iklannya gencar di televisi swasta, pager cuma bisa menerima pesan dengan karakter terbatas itu juga kita harus telepon ke operator untuk minta diketikin pesan. Saya nggak kebayang aja semisal pager sekarang masih eksis dan orang order belanja sambil nanya-nanya via pager.

"Itu yang bentuknya lucu itu bajunya warna pink di katalog itu masih ada sis?"
"Aduh yang mana sis baju pink kan banyak?"
"Itu loh di katalog foto nomer 200,"
"Oh masih sis," *setelah nyari bajunya sampek pusing*
"Kalau yang biru katalog foto nomer 327?"
*balik katalog sampek pusing lagi*, "Udah mau habis cepetan diorder shayy!"
"Tapi kurang kekinian ini sih sis, kalau yang nomer 576 itu?"
Mata penjual mulai berkunang-kunang.

Operator yang bertugas mengetik isi pesan di pager mungkin juga orang yang paling tahu rahasia para pemakainya dan pekerjaan ini berpotensi akan menjadi pekerjaan yang banyak diminati terutama oleh orang-orang yang kasmaran yang penasaran atau keluarga yang curiga akan adanya perselingkuhan. Pengetik pesan juga bisa jadi pekerjaan rangkap sembari jadi detektif ya.

Tapi bener lho dampak teknologi bagi saya kerasa banget sekarang, nggak terbayang kalau komunikasi sama orang lain hingga saat ini juga bermodalkan intuisi dan surat terus janjian di tempat yang ramai banget. Mungkin ketemu dengan gampang bisa langsung sujud syukur.

Dalam jangka waktu belasan tahun kita sudah tergantung dengan teknologi ponsel dari fasilitas teleponnya, pesan pendek hingga chatting.

Berkenalan dengan Internet

"Ke warnet yuk!" ajak Nadia, seorang teman dekat saya saat SMA sekitar tahun 2004.
"Ngapain?" serius, sekalipun sudah sering dengar istilah internet saya masih tetap orang yang nggak paham harus ngapain dan apa yang asyik dari internet selain fasilitas chatting. Itu juga saya nggak ngerti cara chatting gimana. Cupu akut.
"Ngerjain tugas lah. Yuk!"
Saya pasang muka bengong.
"Nemenin aku," Nadia nggak menyerah sampai saya setuju.
Saya mengangguk akhirnya, toh dia yang pakai internetnya sedang saya nontonin doang kan?

Jadi akhirnya disanalah kami, menghadapi komputer berprogram linux yang saat itu pun hitungannya sudah bukan keluaran terbaru namun terkoneksi dengan internet dalam salah satu kubikel warnet.
Begitulah awalnya saya kenal dengan teknologi jaringan super bernama internet.
Dari yang cuma melihat teman saya main internet hingga nyoba-nyoba sendiri, saya kemudian mengenal media sosial dan juga blog. Bahkan juga sudah mulai membuat blog di platform gratisan yang dulu hype tapi sekarang sudah hilang dari peredaran.
Saya mensyukuri sore itu.

Tentang Saya dan Teknologi
Dulu, saat saya belum mengenal banyak perkembangan teknologi. Hidup sepertinya baik-baik saja, nggak ada yang terasa kurang. Eh sekarang setelah menikmati kemudahan yang dimungkinkan oleh laju teknologi kok kayaknya malah jadi nggak bisa lepas ya? Hingga saat ini berikut ini cerita saya yang erat kaitannya dengan teknologi.

#1 Mendekatkan yang Jauh



Lebih dari setahun, saya sempat mengalami hubungan jarak jauh dengan suami. Terpaut jarak lebih dari dua belas jam naik kereta, setara dengan perjalanan bis sekitar sehari semalam atau dua jam perjalanan via pesawat yang memang cepat tapi nggak sehat untuk rekening gaji kami.

Tidak hanya soal jarak, kami juga sama-sama sibuk dengan jam kerja yang polanya berlainan. Saya yang bekerja dengan jam kerja standar sedari jam 8 pagi hingga 5 sore kalau nggak molor karena suatu hal dan suami yang jam kerjanya pakai sistem shift. Begitu saya pulang kantor, dia kerja dan sebaliknya ketika dia free sayanya yang sibuk di kantor. Dengan selisih jam aktivitas yang demikian ngobrol via chatting di ponsel adalah penghubung yang tepat, mudah dan murah. Tentu kami saling menelepon juga jika waktu memungkinkan.

Kami juga berbagi foto keseharian dan kesibukan pada hari itu melalui fasilitas chatting, tidak terbayang jika harus pakai mms seperti sekitar 7 tahunan lalu atau harus berkirim surat dan kartu pos seperti belasan tahun lalu. Teknologi komunikasi dengan perkembangan pesatnya memungkinkan kami untuk bisa sering mengobrol dan merasa dekat meskipun dipisahkan jarak.

 #2 Pusat Informasi

Sedang banyak orang yang membicarakan suatu topik yang kita nggak tahu? Gampang, cukup dengan koneksi internet dan cetak-cetik keyboard atau pijit-pijit layar untuk browsing di situs pencari kita sudah bisa mendapatkan informasi dengan data lengkap. Ini sering banget saya lakukan biar paham topik-topik obrolan saat ini. Saat kuliah dan belum paham benar materi ajar, browsing di mesin pencari dengan sumber valid akan memberikan kita penjelasan lebih dalam dan literatur apa yang sebaiknya kita baca untuk menambah wawasan. Sudah nggak perlu lagi pergi ke perpustakaan untuk baca katalog buku untuk mencari buku dengan keyword yang kita inginkan.

Mencari buku di perpustakaan dengan koleksi buku lengkap yang banyaknya bikin pusing juga sudah tidak lagi serumit dulu, perpustakaan saat ini sudah banyak yang memakai sistem yang mumpuni. Sistem yang bekerja dengan keyword untuk menunjukkan di lokasi ruang dan rak mana buku yang kita cari berada. Mudah kan?

#3 Inspirasi dalam Internet



Mau masak apa hari ini? Masa itu-itu aja? Tiap kali butuh inspirasi menu makanan untuk keluarga, saya main-main ke sebuah aplikasi kumpulan resep. Mengapa saya suka main kesitu? Karena bukan sekadar resep, yang masak itu loh orang-orang biasa macam saya. Kebanyakan juga para ibu rumah tangga yang tentunya ingin selalu menyediakan makanan terbaik untuk keluarga, jadi resep makanan disitu sudah teruji keberhasilannya.

Saya juga suka mampir ke blog-blog yang tidak cuma menulis resep tapi juga cerita mengenai eksekusinya, hal-hal yang bikin masakan mereka gagal saat mencoba untuk pertama kali juga dilengkapi foto-foto. Saya jadi ingat kali kedua bikin bolu kukus yang gagal total, hasilnya bantet dan kenyal. Saya jadi tahu ternyata adonan saya masih jauh dari mengembang sudah dikukus aja, makanya bantet. Saya terbantu banget dengan aplikasi dan blog bertema masakan sehari-hari seperti ini.

Tidak cuma soal masakan, inspirasi harian seperti tulisan dan pelajaran hidup juga bisa banget kita dapatkan dari sharing orang-orang dalam dunia maya. Pengalaman mahal yang bisa kita petik hikmahnya tanpa harus merasakan pahit perjalanannya.

#4 Kemudahan hidup
Belanja

Sejak kuliah, saya kesulitan menemukan perlengkapan berjilbab seperti misalnya gamis harian dan kebaya gamis yang murah tanpa terlihat murahan juga tidak lantas membuat saya terlihat lebih tua dua puluh tahun. Saya menggantungkan keperluan berjilbab saya pada toko-toko online gamis yang dibuat sesuai pesanan. Harganya lebih murah dibanding counter busana muslim dan desainnya bisa di modifikasi sesuai selera saya.

Hingga sekarang pun meskipun sudah banyak penyedia busana muslim syar'i, saya masih menggantungkan kebutuhan belanja pakaian di toko online karena memang cukup susah untuk mencari gamis dengan size yang longgar dan panjang melebihi 140 cm. Berbelanja via online juga mudah dan nagihin, cukup pesan atau beli sesuai ukuran tubuh kita terus tinggal tunggu paket pesanan sampai di rumah. Biasanya pula relatif lebih murah dan bahannya lebih sesuai selera saya daripada yang dijual di counter mall.

Tidak cuma kebutuhan berjilbab, saat ini saya juga rutin mencari diskon dan promo di e-commerce berfasilitas gratis biaya kirim kalau-kalau ada kebutuhan sehari-hari yang harganya lebih murah dari harga standar di supermarket. Tidak jarang suami geleng-geleng kalau paketan belanja online yang datang isinya tepung terigu *LOL.

Capturing Memory


Saya masih ingat sebuah perjalanan wisata dengan membawa kamera analog. Usia saya belasan dan ponsel yang saya pakai bukan ponsel yang bisa memotret, ada radionya saja dan itu sudah keren buat saya waktu itu. Banyak pemandangan bagus, aktivitas pengunjung tempat wisata dan penduduk sekitar yang saya potret.

Sepulang dari perjalanan saya mencetak semua foto ke studio. Setelah cetakan foto jadi, bukan main kagetnya saya karena banyak foto yang tidak jelas juga blur dan terbakar. Tidak cuma kaget, saya juga sedih. Antara sedih karena hasil fotonya jelek juga sedih karena serasa buang uang. Uang yang saya pakai untuk mencetak foto adalah uang tabungan saya, jadi perih banget lah hati.

Dengan kamera digital, untuk kebutuhan saya sebagai media penyimpang kenangan sudah sangat cukup. Saya tidak perlu beli roll film dan begitu foto diambil saya sudah bisa lihat hasilnya langsung sehingga tahu fotonya layak simpan atau tidak. Kalau tidak, foto bisa diulang lagi sampai capek.

Teknologi penyimpanan data saat ini juga sudah semakin maju, dulu kapasitas penyimpanan CD itu sepertinya sudah besar banget. Flashdisk kapasitas 500-an kb sudah terbilang besar juga sudah mahal mungkin karena bandingannya dengan disket yang kapasitasnya kecil dan gampang rusak, makin kesini flashdisk kapasitas 16 GB sudah biasa saja rasanya, harganya juga sudah terjangkau. Makin banyak bisa simpan-simpan data, dokumentasi dan kenangan :)
Penting lho buat dilihat dan diingat-ingat lagi nanti, pasti butuh. Nggak perlu tunggu sampai 10 tahun ke depan, tahun depan juga kita sudah bisa lihat foto-foto tahun ini sambil senyum-senyum :))

Saat ini: Kemudahan dan Efek Samping Penyalahgunaan Teknologi
Sejauh ini untuk diri saya pribadi, dampak dari perkembangan teknologi yang pesat sungguh sangat membantu dalam kehidupan sehari-hari dan efeknya juga positif.

Hanya saja belakangan ini, nonton berita sudah sama layaknya dengan uji nyali. Saya ngeri kok sering banget ada berita kriminal tentang kejahatan yang dilakukan anak usia di bawah umur. Ngeri banget lho, kejahatan seksual yang fatal bahkan dilanjutkan dengan kejahatan besar seperti membunuh kok dilakukan dengan... kayaknya enteng aja gitu. Padahal umurnya masih berapa? Subhanallah. Di usia mereka dulu saya masih barusan kena cinta monyet dan demam fan girling. Bunuh kecoa aja saya rasanya nggak tega.


Sedihnya, yang mereka lakukan ini kejahatan yang biasa dilakukan orang dewasa tapi dilakukan dalam usia mereka yang sangat mudah. Dan jatuhnya hukuman tidak bisa maksimal karena tersendat usia pelaku masih 18 tahun, masih dianggap anak-anak dalam undang-undang :(

Beberapa tahun lalu ketika seorang menteri memutuskan untuk blokir situs-situs dewasa, saya tahu banyak yang menentang, tapi menurut saya justru itu langkah yang benar. Dunia informasi yang cepat dan mudah didapatkan dimana saja tidak satu paket dengan filter pengguna. Kalaupun ada, orang bisa jadi apa saja dan umur berapa saja di internet. Kalau tidak begitu ya mana bisa bayi-bayi dan balita sudah punya akun media sosial aja? Sekalipun memang yang upload foto-foto adalah orang tuanya. Langkah pemerintah untuk memblokirnya saat itu sudah benar.


Anak kecil dan remaja dibawah umur jadi predator seksual itu karena apa? Faktor informasi yang bisa diakses secara bebas tanpa pendampingan yang mumpuni, saya rasa berperan besar dalam hal ini. PR para ibu jadi semakin rumit. Tidak cuma mendidik sebagai madrasah pertama anak-anaknya, pengawasan tumbuh kembang dan arus informasi yang diserap anak juga harus diperhatikan dan dijaga ketat.

Nah menurut teman-teman bagaimana? Atau ada tips parenting terkait dengan tumbuh kembang anak dimasa ini? Share dong :) *butuh ilmu banget*




Lomba ini diselenggarakan oleh IDCopy.net dan Eliska.id


8 comments:

  1. Iya banget ini, dulu kalau mau nelpon kudu ke wartel.. wartel terdekat dari rumahku dulu itu kudu naik 3x angkutan umum,, haha,

    ReplyDelete
    Replies
    1. wakakak benerrr
      rumahku takada leleponnya jadi temen gabisa balik telpon

      Delete
  2. Internet emang memudahkan banget untuk komunikasi ya sekarang, saya engga sempet pakai pager karena pas jaman saya udah langsung telfon sama handphone... tapi yang paling seru itu kirm surat, rasa nya tuh beda banget sama chatting. kalau surat jadi ada kenang- kenangan nya jadi berasa spesial gitu kalau dapet surat kan hahaha...

    Salam kak Nindaa :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. ah Rizi jehong, aku jadi merasa sudah berumur :D

      Delete
  3. hihihi, jadi ingat pertama kali masuk warnet, komputer yang dipake itu pentium satu :D

    ReplyDelete
  4. Sepakat, apa-apa memang jadi lebih mudah. Tapi salah satu dampak negatifnya, kita jadi manja karena teknologi *ini yang paling saya rasakan sih :( dan imho, filtering juga ngga gitu signifikan, krn masih bisa diakali (ironis, tutorialnya juga ada di internet). Anak sekarang pada pinter-pinter banget.

    Bdw, anak-anak itu bener-bener seperti spons, menyerap informasi dan mencontoh model perilaku yang ada di sekitarnya. Jadi kalau perilaku si anak bermasalah, jelas yang ditinjau ya orangtua dan keluarganya dulu, baru kemudian lingkungan sosial yang lain. Trus, pendidikan agama dan akhlak memang penting banget. Tapi tentu harus dibarengi dengan model perilaku yg sejalan juga. Kan lucu kalau anak diajar jangan ngebully, tapi ortunya sendiri suka menyindir dan mencela orang lain. Pengen punya anak shalih ya kasihlah contoh dan ajak anak untuk sholat jamaah di masjid, ikut kajian bareng, berlemah lembut, dst.

    Masalahnya, di masyarakat kita sekarang banyak terjadi pergeseran nilai. Apa yang tidak patut jadi hal yang wajar. Kayak bullying, pelakunya malah bangga. Korban dikondisikan malu untuk speak up. Postingan sindir-sindir jomblo juga bikin anak sd-smp yg udah bisa akses socmed merasa kalau pacaran adalah sesuatu yang default. Kriminalitas diekspos sedemikian vulgarnya (sampe heran ya itu berita atau film thriller), sehingga kita jadi ngga peka dengan isu-isu tsb (desensitisasi karena terbiasa). Wajar banget kalau dunia sekarang semakin ngeri.

    Ah, dunia sudah tua. Maap, jadi ngeluarin uneg-uneg di mari haha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. mbak hanii kemana ajaaa? sibukkah?
      akhirnya main dimari dan update blog juga yaa

      yah daku dulu umur SD SMP mah tau apa, orang pacaran buat apaan saja daku tak tahu >v< cupu inside parah

      Delete
  5. poin teknologi mendekatkan yang jauh, saya punya beberapa teman yang ketemu jodohnya di internet hehe. Salam kenal mba :)

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar tanpa link hidup ya... Komentar dengan link hidup akan dihapus :)

Previous Page Next Page Home