Friday, July 1, 2016

MUDIK AMAN, UNTUK PERJALANAN PULANG SARAT AKAN RINDU


"Nanti kita akan tinggal di rumah kos yang sama ya, bagaimana?" tanyanya, saat itu kami masih duduk di kelas 7 sebuah sekolah menengah pertama. Sebut saja namanya Ria, dia adalah salah satu orang yang sudah saya kenal duluan sebelum masa orientasi siswa di SMP. Kami tinggal di desa yang sama meskipun sekolah di sekolah yang berbeda. Tidak sering mengobrol, meskipun menurut silsilah kami masih keluarga. Tidak terlalu dekat pula.

Masuk ke SMP yang sama menjadikan kami lebih akrab, paling tidak karena satu sama lain tidak memiliki teman lain yang dikenal. Nilai ujian akhir kami berpaut satu koma sekian angka, dia masuk SMP ini murni karena nilai ujian akhir berbeda dengan saya yang diterima dengan bantuan piagam prestasi.

Ajakan tinggal di rumah kos yang sama terlontar ketika kami berada di kelas, sibuk mengobrol mengenai cita-cita. Dia cerita ingin jadi dokter dan saya bilang bahwa saya ingin kuliah di perguruan tinggi yang terdapat di kota dengan hawa sejuk karena bosan tinggal di kota yang tidak jauh dari garis pantai.

Kami makan bersama di kantin saat jam istirahat dan melakukan banyak aktivitas bersama sebelum renggang karena masalah sepele, masalah ranking di kelas. Saya sering bertanya masalah pelajaran kepada dia memang karena faktor saya belum mengerti dengan yang diajarkan, ini lantaran kami duduk sebangku. Tentu tidak sopan jika saya sering bertanya pada teman lain pada jam pelajaran.

Saya juga tidak paham ketika itu mengapa masalah ranking di kelas dan nilai raport menjadi masalah, karena bagi saya ya itu cuma sekadar nilai. Yang jelas sikap dia jadi beda, saya jadi tidak nyaman dan kemudian ikut menarik diri hingga tidak lagi duduk sebangku. Mungkin ini ada kaitannya dengan masalah orang tua, entah bagaimana.

Seorang teman saya pernah cerita kalau mendengar bahwa dia sebal jika orang tuanya membandingkan dia dengan saya yang pastilah semua orang juga pasti sebal diperlalukan demikian. Tapi cerita lengkapnya entahlah, saya tidak tahu karena mami saya tidak pernah cerita hal-hal seperti itu. Mami saya yang satu tempat kerja dengan orang tuanya mungkin sering mengobrol tentang anak masing-masing yang sekolah di sekolah yang sama. Dan sejauh yang saya tahu, mami saya jenis orang yang cuma diam kalau orang sudah dalam batas menyinggung perasaannya apalagi orang yang lebih tua karena tidak ingin ribut berkepanjangan. Memang nggak mirip saya jika urusannya sudah menyangkut kontrol perasaan.

Mungkin kami juga masih muda dan kekanak-kanakan saat itu untuk mempertimbangkan perasaan dan tindakan, hingga hubungan pertemanan itu renggang sedemikian lama dan baru pulih semula saat pertengahan masa SMA hingga kuliah. Entah mungkin karena kami tidak sekolah di tempat yang sama lagi.

Saat belajar dalam bimbingan intensif selulus SMA, kami memilih lembaga belajar yang sama meskipun dengan jadwal yang berlainan. Sempat mengobrol suatu waktu disela pergantian jam dan dia bilang pada saya bahwa waktu berubah dan cita-citanya juga sudah berubah. Saya lupa apa yang dia sampaikan dengan tepat saat itu tapi dalam ingatan saya dia ingin jadi dosen, berbeda dengan dulu. Sebuah cita-cita yang menurut saya lebih pas untuk dia karena kemampuannya menerangkan yang baik sekali. Sementara saat itu saya masih remaja labil yang belum yakin benar dengan keputusan akan jalur hidup berikutnya.

Saya diterima di universitas umum dan dia diterima di sebuah universitas yang memiliki track record terkenal dalam mencetak pengajar dan pendidik. Kami kadang mengobrol melalui media sosial tentang kabar dan kesibukan masing-masing. Setiap lebaran pun masih saling bertemu dan silaturahim karena hubungan kekerabatan.

Suatu hari di bulan puasa, saya belum bisa pulang kampung meskipun lebaran sudah dekat karena aktivitas di kampus. Mami saya menelepon dan mengabarkan suatu hal yang mengagetkan, Ria meninggal dalam perjalanan mudik di jalan. Antara arus mudik yang padat dan kendaraan di jalur pantura menuju kota kami yang kebanyakan didominasi oleh kendaraan-kendaraan besar. Dia mudik mengendarai motor dan kecelakaan lalu lintas dalam perjalanan. Semula dia berencana mudik naik bis, entah bagaimana memutuskan naik motor. Saat itu saya benar-benar speechless, tidak tahu harus ngomong apa. Saya juga nggak kebayang perasaan keluarganya.

Mudik adalah perjalanan yang ditempuh dalam kerinduan akan pulang dan kenangan tentang rumah dan keluarga. Selalu seperti itu faktor pendorongnya. Namun setiap tahunnya selalu ada update berita mengenai orang-orang yang meninggal dalam perjalanan mudik karena kecelakaan lalu lintas. Jumlahnya pun tidak sedikit, mencapai 800 orang meninggal setiap tahunnya dalam perjalanan mudik.

Memang kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, toh semua urusan rezeki dan umur ada di tangan Allah. Tapi tidak ada salahnya jika kita melindungi diri sendiri dengan kehati-hatian dan rencana yang matang. Apa jadinya jika seorang tonggak ekonomi keluarga yang mengalami ini, betapa sakit keluarga yang ditinggalkan tidak cuma soal kehilangan tapi juga khawatir bagaimana mereka menjalani hari esok. Jika terluka parah karena kecelakaan pun, dana yang dibutuhkan untuk penyembuhan tidak bisa dibilang sedikit.

Itulah salah satu pentingnya asuransi bagi kita. Bingung karena dana yang harus dibayar terasa memberatkan? Bulan ini pasarpolis.com bekerjasama dengan Zurich Topas Life karena kepeduliannya terhadap event mudik, menggalakkan #MudikAman dengan memberikan gratis 1.000.000 asuransi kecelakaan bagi kita yang mendaftar di link ini http://bit.ly/291FqwR mulai 22 Juni hingga 6 Juli.

Daftar yuk, untuk membuat perjalanan pulang yang penuh kerinduan kita tidak sekadar perjalanan. Namun perjalanan yang aman dengan perlindungan asuransi gratis dari program #MudikAman.


9 comments:

  1. Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'un
    Bikin shock aja bacanya. Emang berat Nin, saat lebaran terutama dsitu momen mudiknya. Saya belum pernah lebaran beda kota ama ortu. Meski segede gini, hidup udah misah pastinya lebaran pengen ngumpul

    ReplyDelete
  2. diawali curhat ditutup dg manis 😀😂

    ReplyDelete
  3. Aku sedih bacanya, iya memang umur tidak ada yang tahu. Tidak ada salah nya menyiapkan mudik dengan matang, karena keselamtatan di jalan selama mudik juga bukan hanya untuk diri sendiri. Tapi untuk keluarga dirumah yang sudah merindukan :)

    ReplyDelete
  4. Perjalanan ketika mudik memang bikin khawatir juga.... Jalan yang di tempuh pasti macet dan dipadati banyak kendaraan..

    Salam Kak Ninda...

    ReplyDelete
  5. Kalau saya mah mbak di dugdag saja biar tidak bosan juga, kalau dikosan kan gampang sekali bosan jadi saya walaupun jauh mending di sekaliguskan saja.

    ReplyDelete
  6. Tahun ini insyaalloh mba dan klrg jg mudik, berdoa dan menyiapkan segala sesuatunya spy mudik berjalan lancar. Berdoa spy Alloh memberi perlindungan dan penjagaanNya... amin. Ninda mudik gak nih ?

    ReplyDelete
  7. Persahabatan itu bagaikan tambang emas di Afrika.
    Semakin berharga dan bernilai, maka akan semakin rawan menimbulkan konflik. Semakin dekat hubungan kita, maka kemungkinan cacatnya pun akan semakin besar.

    Kuncinya hanya satu: saling pengertian satu sama lain.

    #Astaga-sok-bijak-maaf

    ReplyDelete
  8. Aku dapat asuransi mudik dari kantor

    ReplyDelete
  9. Agak kaget membaca bagian yang meninggal dunia...

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar tanpa link hidup ya... Komentar dengan link hidup akan dihapus :)

Previous Page Next Page Home